Oleh Wina Armada Sukardi*
KALI ini kita bicara yang ringan-ringan saja. Juga sikat pula.
Salat subuh berjemaah di masjid, memberikan banyak manfaat sampingan, selain tentu saja manfaat salat subuhnya sendiri.
Pulang jalan kaki dari masjid ke rumah, seusai salat subuh di masjid, menghadirkan pemandangan yang menawan. Jika waktu pergi dari rumah ke masjid, kita disambut udara segar, bersih, dan sehat, pulangnya kita disuguhkan pemandangan yang menakjubkan.
Hampir setiap pulang salat subuh berjemaah di masjid, kecuali hari mendung atawa hujan, di langit masih terlihat ada bulan. Sering bulan masih terlihat utuh penuh kuning keemasan dikelilingi warna putih di langit yang biru. Terkadang pula warnanya kuning pucat tanpa framing warna di sekelilingnya.
Lain waktu, kita juga masih dapat melihat bulan sabit dalam bentuknya yang sempurna. Betul-betul mirip sabit.
Tapi itu belum seberapa. Lebih menakjubkan, sementara bulan masih bertengger di langit, bersamaan dengan itu, di arah yang berseberangan dengan bulan, matahari sudah mulai menyembul dengan “malu-malu.” Jadi, hebatnya, di subuh menjelang pagi itu, kita dapat melihat transisi malam ke subuh dan pagi. Bulan masih ada, tapi matahari sudah mau terbit. Menakjubkan.
Nah, warna awan di kelililing emberio terbitnya matahari pada hari itu sangat indah. Warnanya dalam beberapa hari dapat berbeda-beda.
Sekali waktu di sekeliling tempat matahari mau terbit terdapat berbagai warna garis-garis horizonal. Sepanjang mata hamba memandang, ada warna kemerahan, jingga, perak dan hitam. Juga putih dan biru.
Pada waktu lain, berjejer warna kekuningan, putih,merah muda, agak marun dan merah.
Jika pelangi warnanya tetap itu-itu saja, sinaran matahari yang masih lembut ini dapat berubah tiap hari.
Hamba tidak tahu, kenapa dapat begitu. Sama halnya hamba tidak faham, apakah warnanya memang asli seperti yang terlihat, ataukah itu hanya kesan di mata kita, tetapi warna sebetulnya berlainan. Hamba bukan ahli ilmu falak atau astronomi, jadi hamba tidak faham soal fenomena apa di balik itu.
Satu hal yang jelas, pemandangan bersamaan antara masih ada bulan dan sudah mulai ada gejala kemunculan matahari yang sudah kebelet mau terbit sehingga memancarkan komposisi warna-warni yang lebih baik dari seribu lukisan, meski pada tempat yang berseberangan, dalam waktu konsisten, begitu mempesona. Menakjubkan. Setidaknya bagi hamba.
Buat memperoleh pemandangan itu, kita tak harus pergi jauh-jauh ke berbagai pantai wisata. Tak perlu menghamburkan banyak duit. Tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga. Cukup tenggok saja langit setelah salat subuh berjemaah di masjid, kita dapat melihat pemandangan semacam itu. Tak hanya sehari dua hari ketika kita jadi pelancong, tapi dalam sepanjang tahun, selama tidak mendung atau hujan.
Disinilah satu manfaat dan keuntungan kita salat subuh berjemaah di masjid. Kita diberi pemandangan di pengujung subuh nan indah.
Kalau kita tidak salat subuh berjemaah di masjid, sulit kita memperoleh kesempatan memperoleh pemandangan demikian. Ini juga bagian dari nikmat dari Allah. Nikmat yang hanya diberikan kepada kaum jemaah subuh yang salat subuh berjemaah di masjid dan tidak diberikan kepada mereka yang lebih suka tidur ketimbang salat subuh berjemaah di masjid.
Tabik.***
(Bersambung)
*Penulis, wartawan dan advokat senior, dan Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah. Tulisan ini merupakan reportase/opini pribadi.