Menu

Mode Gelap

Diskursus · 30 Mar 2023 21:18 WIB ·

Sketsa Serba-Serbi Salat Subuh (8): Lebih Takut ke Kamera Daripada Allah?

 sticker ctv masjid.* Perbesar

sticker ctv masjid.*

Oleh Wina Armada Sukardi*

BERDALIH menerapkan ajaran “ambil yang baik-baik, dan tinggalkan yang buruk-biru,” sampai saat ini di masjid masih sering terjadi kehilangan alas kaki. Sandal atau pun sepatu. Juga pada salat subuh. Apakah karena diambil anak-anak yang belum faham nilai-nilai baik buruk, ataukah oleh orang yang dewasa yang sengaja menukar sendal atau sepatu mereka yang butut dengan gantinya yang bagus.

Tentu ini sesuatu yang sangat memprihatinkan. Masjid adalah rumah Allah. Rumah yang harus dihormati. Masjid juga merupakan tempat siar ajaran agama islam. Dari masjid diajarkan menerapkan akhlak yang luhur. Dari masjid diajarkan pula untuk menghindari hal-hal yang buruk. Dengan demikian, sejati di masjid semuanya harus sesuai ajaran Islam. Akhlak harus ditegakkan. Di rumah Allah tidak boleh ada pencurian, apapun, termasuk sandal dan sepatu, dengan alasan apa saja. Haram hukumnya mengambil milik orang lain. Ini harus menjadi “doktrin” utama dalam penerapan ajaran islam.

Hal ini harus pula disosialisasikan kepada semua pihak, terutama anak-anak. Masjid ialah tempat suci yang tidak boleh terjadi kejahatan apapun. Jangankan sandal dan sepatu hilang, jika ada mas berlian atau uang yang tertinggal atau jatuh di masjid saja, pemiliknya harus dijamin bakal memperolehnya kembali. Semua niat buruk di masjid harus ditanggalkan. Di masjidlah nilai-nilai kebaikan patut diharapkan dan diterapkan. Jemaah harus dibuat nyaman di masjid. Tak boleh ada perasaan was-was nanti sandal atau sepatu saya hilang. Barang berharga sekalipun di masjid harus dijamin aman.

Jika ke masjid orang harus merasa barangnya diletakan dimana saja, dijamin pasti bakal aman dan kembali. Selama di masjid, barang apa saja, yang jatuh atau hilang, tak bakalan lenyap. Harus dibuat dan dilaksanakan masjid itu lambang kejujuran. Dilarang keras menodai masjid dengan sikap kriminal yang sekecil apapun, termasuk mencuri sandal dan sepatu. Tapi yang terjadi selama ini justeru sebaliknya. Di masjidlah sering terjadi hilangnya sepatu atau sandal yang bagus.

Jika ada “jemaah palsu,” artinya orang ke masjid bukan untuk benar-benar salat, tapi melakukan kriminal seperti tetapi tidak terbatas pada mencuri, harus dipastikan mereka harus dihukum seberat-beratnya, termasuk sanksi sosialnya. Agar dia malu. Agar keluarganya malu. Dengan begitu diharapkan masjid menjadi steril dari kejahatan. Perilaku manusia di masjid harus dipastikan menjadi sudi tauladan.

Tak hanya sebatas sandal dan sepatu, pengalaman saya salat subuh di masjid pun ternyata masih sering terjadi pencurian motor. Padahal sebelum salat, motor masih dijaga dan diwasi beberapa orang. Dan batas antara sholat dengan pengawasan beda tipis. Tapi tiba pada waktu salat subuh, si maling secepat kilat mampu mencuri motor. Ini kan berarti dia sudah mengamati situasi masjid pada subuh hari dengan cermat. Pastilah para maling sudah mengamati keadaan berhari-hari sebelumnya, sehingga mereka faham benar kapan momen untuk mencuri. Kejadian ini sudah beberapa kali terjadi.

Rupanya para pencuri sudah tidak takut lagi kepada Tuhan. Tidak gentar kepada Allah. Mereka tak peduli mencuri di rumah Allah.  Tak ada sebiji pun rasa sungkan mencuri di rumah Tuhan. Di Masjid. Ketamakan dan jalan pintas  mencapai materi di dunia, lebih utama bagi para penjahat itu ketimbang menyadari mencuri di rumah Tuhan merupakan perbuatan tercela yang luar biasa. Perbuatan dosa besar. Mereka gak peduli. Masa bodoh rumah Tuhan atawa bukan. Mereka sudah tidak lagi memiliki kepekaan sosial.

Menyadari fenomena ini, akhirnya pengurus masjid memutuskan memasang CC TV atau kamera pengintai. Beberapa kamera dipasang menghadap ke depan dan dapat memantau perkarangan dan tempat parkir masjid. Begitu juga di dalam masjid dipasang beberapa kamera. Setelah pemasangan kamera, di tempel striker kecil: masjid ini diawasi oleh kamera, lengkap dengan gambar CC. Adanya kamera ini memungkinkan diketahui apa yang sebenarnya terjadi. Jika ada pencurian, khususnya pencurian motor, dapat dilihat dari rekaman siapa pelakunya dan bagaimana melakukan pencurian.

Sebenarnya, ini hanya upaya membantu saja buat mengurangi pencurian di lingkungan masjid. Tetapi apa yang terjadi? Sejak adanya kamera, ternyata hampir tidak ada lagi pencurian motor. Untuk sandal dan sepatu cuma sekali dua kali saja, itu mungkin lantaran hanya tetukar.

Rupanya manusia dewasa ini kini lebih takut kepada pengawasan melalu pengintaian kamera ketimbang takut kepada Tuhan. Bukti fisik di duniawi lebih ditakutkan dibandingkan bukti yang dilihat oleh Allah dan kelak diminta pertanggungjawaban “di alam sana.” Apakah  jiwa para penjahat memang demikian? Ataukah justru hal itu merefleksi rata-rata dari mentalitas kita?

Tabik.***

*Penulis adalah wartawan dan advokat senior dan juga Dewan Pakar Muhammadiyah. Tulisan ini merupakan reportase/opini pribadi dan tidak mewakili organisasi.

Artikel ini telah dibaca 85 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Gubernur Jabar Pilihan Rakyat

3 Desember 2024 - 15:45 WIB

Mewujudkan Indonesia Emas 2045: Kemandirian Ekonomi Berbasis SDM Tangguh dan Pemanfaatan SDA

3 Desember 2024 - 10:18 WIB

Kenaikan Gaji Guru Non-ASN dan ASN; Menjadi Cambuk Guru Guna Mencetak Generasi Emas

1 Desember 2024 - 07:09 WIB

Detik-Detik Publik Memilih

25 November 2024 - 06:09 WIB

Kualitas Debat Pilkada 2024

15 November 2024 - 08:11 WIB

Stroke dan Penyebabnya, Bisakah Kita Hindari?

1 November 2024 - 09:14 WIB

Trending di Diskursus