Menu

Mode Gelap

Diskursus · 4 Apr 2023 05:36 WIB ·

Sketsa Serba-Serbi Salat Subuh (12): Monolog di Subuh Berhujan

 Ilustrasi (Foto: Samitivejhospitals.com).* Perbesar

Ilustrasi (Foto: Samitivejhospitals.com).*

Oleh Wina Armada Sukardi*

KALAU kita mau mendapat udara pagi yang segar dan bersih, berangkatlah salat subuh di masjid. Begitu kita keluar rumah menuju masjid, langsung terasa udara bersih dan segar masuk ke hidung kita untuk dikirim ke paru-paru. Bagian tubuh yang lain pun merasakan nikmatnya udara subuh yang segar dan menyehatkan.

Sebaliknya, selain mendapat “nikmat” udara yang baik bagi kesehatan, salat subuh di masjid juga terkadang harus menghadapi berbagai rintangan cuaca, terutama di musim penghujan.

Ketika kita mau berangkat ke masjid, sering sekali sudah ada hujan lebat, atau tiba-tiba turun hujan lebat. Tidak mungkin kita tidak membawa payung karena jika tidak membawa payung pastilah badan basah kuyup, sehingga justeru tidak memungkinkan atau mempersulit kita untuk salat subuh di masjid.

Ketika hujan, baik yang kecil, apalagi yang lebat, sebelumnya  kerap membuat terjadi  “monolog” dalam diri pribadi. Pasti turunnya hujan membuat diri kita sering ragu untuk melangkah ke masjid. Banyak pertimbangan dapat kita jadikan alasan untuk kita tidak berangkat ke masjid. Manusiawi sekali jika dingin-dingin sedang di luar rumah hujan yang dapat membuat kita repot dan badan juga mungkin kena flu dan sebagainya, membuat kita setengah ragu untuk berangkat.

Pada bagian lain, keimanan dan ketaqwaan kita justeru menghendaki kita herus berangkat. Adanya hujan di subuh hari merupakan salah satu faktor penguji yang dapat menjadi ajang pembuktian keimanan dan ketaqwaan kita. Disinilah terjadi monolog dua kubu yang berseberangan pendapat dan sikap dalam diri kita.

Sebuah “monolog” yang terkadang begitu tajam:

“Ini hujan  lho. Realistis aja deh. Biar pake payung juga kemungkinan kecipratan air, dan kepala dapat jadi pusing. Gak usah dululah salat subuh di masjid. Kan sudah rutin salat subuh disana. Ini pengecualiian. Toh, Allah pun pasti bakal maklum,” kata satu sisi hati yang mengajurkan tak perlu salat subuh di masjid.

“Nah, ini justru kesempatan memperoleh pahala dan nikmat yang lebih besar. Karena salat subuh di masjid tanpa ada rintangan apa-apa, itu sih biasa saja. Gak ada yang istimewa. Tapi kalau kita menerabas hujan besar ke masjid, itu baru luar biasa…Jalan ke masjid manakala hujan  itu merupakan pembuktian diri kita sebagai orang yang beriman dan bertaqwa,” jawab sisi hati lain yang menganjurkan tetap pergi ke masjid.

“Gak  pergi ke masjid dalam situasi semacam ini bukan berarti kita tidak beriman, atau tidak bertaqwa. Kita kan tidak meninggalkan salat subuh. Kita tetap salat subuh kok, tapi di rumah. Dan kita juga bukannya gak berniat pergi ke masjid, tapi kondisi cuaca yang buruk dapat membuat tubuh kita sakit. Selama ini juga sudah selalu ke masjid. Allah juga pasti tahulah. Gak  usah ngotot-ngotot gak  karuan. Jangan emosi. Pikirin matang-matang,” balas hati yang menganjurkan tidak salat subuh di masjid.

Dibantah lagi oleh hati yang mengajanjurkan tetap ke masjid. “Hujan itu, segede apapun, kalau untuk menghadap Allah di rumah Allah, cuma perkara kecil. Masak  cuma karena ada hujan saja kita gentar mau datang dan salat di rumah Allah. Pencundang banget. Kalau hanya takut kena hujan kita tak jadi berangkat ke masjid untuk salat subuh, bagaimana kita dapat mengatakan kita mempunyai iman dan taqwa yang kuat. Katanya hidup dan mati kita untuk Allah, eh, giliran ada hujan, kita jadi pengecut. Coba, kalau kita dipanggil pejabat tinggi atau mau mendapat duit, apakah hujan juga menjadi rintangan? Tidak bukan?!  Ayo sana, tetap ke masjid salat subuh disana.”

Terus terang saja, monolog dalam hati seperti itu sempat terjadi pada diri hamba berkali-kali. Pergi ke masjid, tidak? Tapi hal ini terjadi sudah lama sebelum ada ketetapan hati. Kiwari, hujan tidak hujan, hujan kecil atau besar, hamba sudah memutuskan bakal berangkat ke masjid. Baru dicoba secuil itu saja, masak kecut, sementarara nikmat Allah tiada terkirakan. Malulah hamba kepada Sang Kuasa andai cuma lantaran hujan tak salat subuh di masjid.

Walaupun faktanya memang salat subuh di masjid kala hujan tak gampang. Mau minta “pembantu rumah tangga,” membantu kita, dia sendiri pun belum bangun. Lagipula kasihanlah, dia harus bangun subuh sementara nanti sudah banyak pekerjaan lainnya, apalagi kalau pembantunya perempuan.

Biasanya andai hujan besar, diiringi juga angin. Kalau sudah begini, tidak mungkin kita memakai payung kecil. Selain air hujan bakal mengenai tubuh kita dari samping dan belakang, payung yang kecil sendiri dapat terbang ditiup angin. Jadi, harus payung besar.

Memakai payung besar di tengah hujan angin, sejak membuka dan menutup pintu pagar rumah pun tak sesederhana yang dibayangkan orang.

Pagar yang terkunci, harus dibuka. Lantas pintu pagar yang lebih dari dua meter di rumah hamba harus didorong untuk dibuka. Lantas harus ditutup lagi. Dikunci lagi. Kalau tidak memegang payung besar, sebenarnya sih amat mudah melakukannya, tapi jika tangan kita sedang memegang payung besar, menimbulkan kesulitan tersendiri.  Payung dapat betubrukan dengan pagar.

Kalau salah pegang payung, hujan bakal mendera kita. Jadi, memang perlu sedikit “perjuangan.” Begitu pula waktu pulang harus dilakukan hal sama. Kalau pagar tidak tutup dan dikunci lagi,  khawatir ada maling masuk.  Situasi seperti ini salah satu yang menjadi inceran maling.

Usai salat, hujan mungkin sudah reda, atau bahkan berhenti. Tapi dapat juga masih tetap masih besar. Tiap keadaan dapat berbeda-beda.

Pengalaman hamba, pergi ke masjid tidak hujan, tapi waktu kita mau pulangn terjadi hujan besar, ini yang merepotkan. Kalau dari rumah sudah hujan, kita pastilah sudah bawa payung. Sebaliknya, jika dari rumah tak ada tanda-tanda hujan, tetapi lantas ketika salat di masjid mendadak turun hujan yang lebat, kita belum tentu bawa payung.

Jika waktu berangkat sudah mendung, mungkin kita juga bawa payung. Tapi kalau cuaca tidak jelas, apalagi tak ada tanda-tanda ada hujan, kita tidak akan bawa payung.

Maka ketika kita berangkat salat subuh di masjid turun hujan, dan ketika selesai salat, hujan tambah lebat, padahal kita tak bawa payung, nah, disini problemnya. Kalao kita mau menunggu hujan reda apalagi berhenti, kita tidak tahu kapan tepatnya. Kita bisa menunggu sampai siang. Acara-acara kita selanjutnya dapat berantakan.

Mau lari menembus hujan, badan bakal basah kuyup. Pilih mana?

Kenapa tidak telepon ke rumah minta diantar payung? Biasanya hamba pergi salat subuh ke masjid pada umumnya tak bawa HP.

Praktis gak dapat menghubungi rumah.

Dalam keadaan seperi ini, hamba  sering beruntung. Isteri mengirim orang rumah ke masjid mengantar payung buat hamba. Selamatlah hamba pulang ke rumah tanpa basah.

Tapi tak selamanya isteri ingat suaminya sedang mengjadapi situasi seperti ini. Nah alternatifnya: kalau hujan gak terlalu deras, hamba terobos saja. Basah-basah dikit, tidak apa-apalah. Kalo hujan deras, apa boleh buat, terpaksalah hamba dan jemaah masjid lainnya menunggu hujan mereda. Kecuali hamba ada janji di pagi hari, mau tidak mau harus melawan hujan lebat, supaya tidak terlambat dari janji.

Beberapa kali terjadi, pada diri hamba, waktu berangkat hujan. Makanya hamba berangkat memakai payung. Setelah selesai salat subuh, hujan sudah berhenti total. Lantas saya pulang aja lenggang kangkung jalan kaki begitu saja. Payung yang tadi hamba bawa, lupa diambil dan dibawa pulang kembali, dan tertinggal di masjid…

Itu mungkin cermin dari kita yang berada pada strata ekonomi “rata-rata” atau kelas menengah. Kalau Tuan orang berada, gak usah repot-repot. Minta saja “ajudan” atau “asisten” untuk mengaturnya buat Tuan. Gak perlu repot-repot…

Tabik.***

(Bersambung)

*Penulis, wartawan dan advokat senior serta Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah. Tulisan ini merupakan reportase/opini pribadi yang tidak mewakili organisasi.

Artikel ini telah dibaca 46 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Ingin Didoakan Malaikat? Lakukan Amalan Ini!

7 Desember 2024 - 21:20 WIB

Gubernur Jabar Pilihan Rakyat

3 Desember 2024 - 15:45 WIB

Mewujudkan Indonesia Emas 2045: Kemandirian Ekonomi Berbasis SDM Tangguh dan Pemanfaatan SDA

3 Desember 2024 - 10:18 WIB

Kenaikan Gaji Guru Non-ASN dan ASN; Menjadi Cambuk Guru Guna Mencetak Generasi Emas

1 Desember 2024 - 07:09 WIB

Detik-Detik Publik Memilih

25 November 2024 - 06:09 WIB

Kualitas Debat Pilkada 2024

15 November 2024 - 08:11 WIB

Trending di Berita