Oleh Ahmad Nada Kusnendar*
Senyum sebagai cara berkomunikasi memiliki sejumlah keunggulan dalam menyampaikan pesan tanpa kata-kata. Bukan sekadar ekspresi wajah yang sederhana, senyum bisa menjadi alat komunikasi yang kuat dalam berbagai situasi interpersonal. Kemampuan untuk membaca dan menggunakan senyuman dengan bijak dapat meningkatkan efektivitas komunikasi secara signifikan.
DALAM Komunikasi Islam selama 23 tahun masa Nabi Muhammad SAW, beliau menunjukkan tiga hal pokok, yaitu (1) penegasan identitas umat atau nation building, (2) Manajemen konfliks, dan (3) Prinsip etik, ketakwaan dan keadilan (universal spirituality and equality).
Selama masa itu, Nabi Muhammad SAW menunjukkan keahliannya dalam mengambil langkah langkah strategis-konstruktif-komunikatif untuk menghimpun dan menyatukan kabilah-kabilah Arab yang bercerai-berai pada zaman Jahiliyah. Diperkuat integritas Muhammad sebagai pribadi yang istiqomah dan kepemimpinan nabi yang kuat, ia mampu mengubah masyarakat Arab Jahiliyah menjadi masyarakat yang beradab dengan menganut agama Islam.
Salah-satu kunci sederhana yang dilakukan nabi dalam bersikap-berperilaku ketika berkomunikasi adalah dengan melempar senyuman kepada komunikan. Dalam hadits-hadits Nabi yang terdokumentasikan, Muhammad adalah sosok yang selalu menampakkan wajah cerah dan selalu ceria. Senyuman selalu menemani wajah Rasulullah SAW dalam setiap kesempatannya.
Ada lima hadits yang menyebutkan mengenai perilaku kebiasaan senyum Rasulullah SAW, seperti dikutip Republika.co.id dari “About Islam”.
Pertama, menurut sejarawan, dia selalu tersenyum di hadapan para sahabatnya sampai-sampai Abdullah ibn Al-Harits ibn Hazm berkata, “Saya belum pernah melihat orang yang lebih banyak tersenyum daripada Nabi” (At-Tirmidzi).
Kedua, Jarir bin Abdullah berkata: “Rasulullah (damai dan berkah besertanya) tidak pernah menolak izin saya untuk melihatnya sejak saya memeluk Islam dan tidak pernah melihat saya kecuali dengan senyuman” (Sahih Muslim).
Ketiga, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Kamu tidak dapat memuaskan orang dengan kekayaanmu, tetapi memuaskan mereka dengan wajah ceria dan akhlak yang baik” (Abu Ya`la dan Al-Hakim; hadits shahih).
Keempat, Abu Dzar meriwayatkan dari Nabi bahwa dia berkata, “Jangan meremeh-kan perbuatan baik, (sekecil apapun kelihatannya), bahkan jika itu adalah perte-muanmu dengan saudaramu dengan wajah ceria” (Sahih Muslim).
Kelima, Dan, Nabi SAW berkata, “Senyum untuk saudaramu adalah tindakan amal” (At-Tirmidzi; Dinyatakan Otentik oleh Al-Albani).
Dari lima hadist di atas, Nabi Muhammad SAW memberi contoh bahwa senyum itu bernilai ibadah. Tersenyum sama dengan membelanjakan uang di jalan Allah, tanpa harus membayar sepeser pun. Sebuah solusi Nabi SAW bagi mereka yang ingin bersedekah tetapi tidak mampu.
Rasulullah memang manusia yang istimewa dalam akhlaknya, begitupun dengan senyumannya. Senyum adalah ibadah sederhana yang beliau contohkan kepada umatnya.
Senyum Ini ibarat mata air yang tak ada habisnya, jika kita tahu cara menggunakannya. Jika kita menggunakan senyuman, dengan bijak dan bijaksana, kita bisa memenangkan hati.
Analisis dari Perspektif Komunikasi
Kecerdasan dalam berkomunikasi menjadi salah satu kekuatan Rasulullah sebagai pemimpin. Ia mampu berkomunikasi dengan cara yang jelas dan mudah dimengerti oleh orang-orang dengan latar belakang yang beragam. Ketika dia berbicara, para pengikutnya akan mendengarkan dengan penuh perhatian. Nabi juga selalu menunjukkan kesabaran baik kepada para pengikutnya maupun orang asing. Dia tidak pernah berperilaku kasar atau mengucapkan kata-kata kasar.
Sosok Nabi Muhammad SAW selalu ceria, ramah, dan tidak pemarah. Ia dikenal sebagai seorang pendengar yang baik dan selalu mendengarkan dengan penuh perhatian ketika seseorang berbicara padanya.
Analisis dari perspektif komunikasi mengenai perilaku Nabi Muhammad SAW dalam hadits yang berkaitan dengan senyum memberikan contoh yang kuat tentang bagaimana komunikasi yang baik dan empatik dapat membangun hubungan yang kuat, membantu dalam menyelesaikan masalah, dan menciptakan iklim komunikasi yang sehat. Komunikan atau audiens akan lebih terbuka dan siap mendengarkan apa yang kita bagikan, jika kita menyampaikannya dengan mimik wajah yang menyenangkan, ceria, gembira dan penuh senyuman.
Dalam perspektif komunikasi, menurut Burgoon, Buller dan Woodall (1989) setiap perilaku komunikatif membawa komponen non verbal. Dalam percakapan tatap muka semua saluran nonverbal ikut berperan dalam menghasilkan komunikasi secara keseluruhan. Perilaku nonverbal terutama berfungsi membuka menit-menit pertama dalam berhubungan dengan orang lain. Sebelum seseorang mengatakan sesuatu, perilaku nonverbalnya memberikan informasi dan gambaran kepada orang lain serta memberikan kerangka untuk interpretasi apa saja yang dikatakan secara verbal.
Dalam melakukan hubungan dengan orang lain, lebih dikenal dengan sebutan hubungan interpersonal, tersenyum sebagai ekspresi wajah positif merupakan insyarat nonverbal yang paling mudah dikenal. Senyum merupakan komponen gerakan wajah yang berhubungan dengan dan disebabkan oleh perasaan bahagia atau senang. Sesuatu yang membuat seseorang merasa senang dan bahagia akan menghasilkan senyuman, kecuali jika orang tersebut ingin menutupi atau menghambat timbulnya senyum (Kraut & Johnston, 1979).
Selain itu, menurut Stewart L. Tubbs senyum dapat juga dipakai sebagai indikator untuk menilai perilaku yang hangat, artinya orang yang sering tersenyum, menampilkan wajah riang, tersenyum lebar dan menunjukkan wajah lucu adalah perilaku yang hangat dan menyenangkan.
Senyum memberikan berbagai manfaat positif misalnya dengan tersenyum, kita bisa mencairkan suasana dan menarik perhatian orang lain. Pada dasarnya semua orang bisa tersenyum kepada siapa saja namun sering kali sulit untuk melakukannya ketika sedang tidak dalam suasana sukacita. Senyuman dapat menggambarkan suasana hati dan perasaan seseorang. Hanya butuh beberapa detik untuk tersenyum diawal namun efeknya dapat melancarkan komunikasi yang kita bangun dengan orang lain.
Dalam hal ini, senyum merupakan salah satu teknik komunikasi yang ampuh. Ketika kita berhadapan dengan seseorang dan bertujuan untuk membangun komunikasi atau relasi yang kebih jauh, terlebih dahulu kita harus membangun kesan awal yang baik. Dengan tersenyum dan menyapa dengan ramah, penilaian seseorang terhadap diri kita pasti akan jauh lebih baik, dan siapa sangka orang tersebut bisa membawa keuntungan bagi kita kelak.
Senyum juga bisa menjaga tali persahabatan atau persaudaraan kita dengan orang lain. Tak jarang juga seseorang memanfaatkan senyuman untuk mengawali ketika ia hendak meminta maaf kepada orang lain.
Perilaku Nabi Muhammad SAW, seperti menatap dengan tulus dan membuat senyuman merupakan bentuk komunikasi non-verbal yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi tidak hanya sebatas kata-kata, tetapi juga termasuk gerakan tubuh, kontak mata dan ekspresi wajah dengan senyuman. Semua ini membantu dalam membangun hubungan yang kuat dan penuh makna antara pembicara dan pendengar.
Senyuman Nabi Muhammad SAW telah menyebarkan aura kegembiraan yang tak terlukiskan di antara para sahabatnya sampai mereka melupakan semua kecemasan dan kekhawatirannya. Ia merupakan sosok yang selalu memancarkan karisma, pesona dan keramahan dengan menunjukkan keharmonian dan kasih sayang. Dia sopan dan perhatian kepada semua orang dan selalu tersenyum.
Senyuman juga merupakan isyarat keramahan (Sears, dkk., 1988). Pendapat Sears dan kawan-kawan ini juga sejalan dengan pendapat Hooff (dalam Kraut & Jonston, 1979), yang menyatakan bahwa senyuman seseorang berfungsi untuk menghindari permusuhan dan memelihara hubungan persahabatan. Hoof juga menyatakan bahwa senyuman banyak digunakan dalam ekspresi simpati, memberikan keyakinan, atau ketenteraman.
Nabi Muhammad SAW juga menunjukkan bahwa dengan senyum dapat mengatasi resolusi konflik. Komunikasi yang baik dapat membantu dalam menyelesaikan konflik atau masalah. Dia tidak hanya mendengarkan, tetapi juga memberikan nasihat yang bijak, mencari solusi yang konstruktif, dan membantu individu tersebut untuk merasa lebih baik.
Senyuman Muhammad juga mencerminkan keterbukaan dan empati dalam komunikasi. Dengan senyuman, ia memberikan perhatian penuh kepada individu yang berbicara, menunjukkan keterbukaan dan keseriusan bahwa pendengarannya sepenuhnya diberikan kepada orang tersebut. Ini menciptakan ruang aman untuk orang tersebut untuk berbicara dan berbagi permasalahan mereka tanpa takut dihakimi. Diriwayatkan Imam At-Tirmidzi, Rasulullah Muhammad SAW digambarkan ramah, penuh belas kasih, sabar, penuh simpati, suka tersenyum, namun tetap tegas.
Knapp dan Hall (1982) menyatakan bahwa jika seseorang tersenyum kepada orang lain, maka dalam diri orang yang diberi senyuman tersebut akan terjadi proses atribusional (“Saya baru saja tersenyum kepada A, saya harus benar-benar menyukainya”). Proses ini menyebabkan perubahan nyata dalam sikap seseorang terhadap orang yang tersenyum. Dapat dikatakan bahwa senyum merupakan reinforcer atau penguat positif yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Tindakan atau perilaku Nabi Muhammad dalam hadits mengenai senyum ini juga mencerminkan Muhammad memiliki etika komunikasi yang tinggi. Sambil tersenyum, ia mendengarkan dengan sabar, tidak menginterupsi, dan memberikan ruang bagi orang tersebut untuk berbicara. Ini menunjukkan penghargaan yang mendalam terhadap individu yang berbicara.
Semua orang butuh berkomunikasi dan butuh untuk membangun relasi yang baik dengan orang lain. Tak hanya itu, manusia juga butuh mempertahankan hubungan atau relasi yaang baik tersebut. Komunikasi dengan senyuman seperti cara Nabi Muhammad SAW dapat dijadikan suatu gerakan awal untuk membangun relasi yang baik dan mempertahankannya.
Jadi, jangan baeud jamedud saja, mari kita senyum!***
*Penulis, Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Komunikasi, FIKOM Unisba Bandung
Daftar Pustaka:
- Adri Prima. (2023, 24 September). Belajar dari Rasulullah, Begini Gaya Komunikasi Nabi Muhammad SAW. www.medcom.id. Diakses pada Kamis, pukul 10.17 WIB (https://-www.medcom.id/-nasional/peristiwa/akWXdY3K-belajar-dari-rasulullah-begini-gaya-komunikasi-nabi-muhammad-saw)
- Anlia Yisca K. (2012, 16 November). Komunikasi Lewat Senyuman. communicateur.wordpress.com. Diakses pada Kamis, pukul 11.17 WIB. (https://communicateur.wordpress.com-/2012/11/16/-komunikasi-lewat-senyuman/)
- Burgoo, J.K., Buller, D.B., dan Woodall, W.G. (1989). Nonverbal Communication: The Unspoken Dialogue. New York: Harper & Row, Publisher
- Knapp, M.L., dan Hall, J.A. (1982). Nonverbal Communication in Human Interaction. Forth Worth: Holt Rinehart and Winston, Inc.
- Kraut, R. E., & Johnston, R. E. (1979). Social and emotional messages of smiling: An ethological approach. Journal of Personality and Social Psychology, 37(9), 1539–1553. https://doi.org/10.1037/0022-3514.37.9.1539
- Lima Hadits Tentang Senyum Rasulullah. Republika.co.id. Diakses pada Rabu, pukul 19.30 WIB. (https://iqra.republika.co.id-/berita/-rdx9-zv366/lima-hadits-tentang-se-nyum rasulullah).
- Meiliza Laveda. (2021, 13 Februari). Nabi Muhammad SAW adalah Pria yang Berkarisma. Islamdigest.republika.co.id. Diakses pada Rabu, pukul 20.17 WIB (https://islamdigest.republika.co.id/berita-//qogchi327/nabi-muhammad-saw-adalah-pria-yang-berkarisma?)
- Sears, D.O., Peplau, A., Freedman, J.L. (1988). Social Psychology. Englewood Cliffs. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.