Oleh : Ijang Faisal
Penulis mencoba merenungkan, apakah memang sejarah selalu berulang (l’histoire se répète)? Kisah soal pemimpin yang tak diharapkan penguasa ini bukan hal baru. Bahkan terkhusus ummat Islam, kisahnya diabadikan dalam Al-Quran hingga bisa dihayati kapanpun asal mau membacanya.
Kisah Nabi Musa AS
Kisah sejarah faktual itu terkait kelahiran Nabi Musa AS bin Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya’qub, pada waktu itu di mana bayi laki-laki Bani Israil yang lahir harus dibunuh. Aturan ini dibuat oleh raja kala itu, Raja Firaun. Hal ini diawali karena Firaun mendapatkan mimpi buruk dan mimpi tersebut ditafsirkan bahwa akan ada anak laki-laki yang lahir dari Bani Israil yang akan menghancurkan singgasana kekuasaanya.
Firaun saat itu memerintahkan pasukannya menelusuri kota mencari tahu bayi laki-laki yang lahir. Yukabad dan Imron ibu dan ayah dari Musa yang mengetahui hal tersebut memastikan agar Musa harus tetap selamat. Oleh karena itu, sejak yukabad Ibu Nabi Musa hamil, ia berusaha menyembunyikannya. Dengan kehendak Allah, perut ibu Musa tetap tidak membesar dan tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Tidak ada anggota pasukan Fir’aun yang mengetahui keberadaannya hingga saat kelahiran Musa.
Sementara itu, Firaun merasa tenang karena tidak ada bayi laki-laki yang baru lahir, ia menganggap bahwa kekebalan yang dimilikinya sebagai Raja akan tetap abadi. Sosok Raja Firaun sendiri kala itu dikenal sebagai pemimpin yang berwajah dingin tapi kejam dan zalim terhadap rakyatnya. dan kerajaannya sangatlah megah, segala materi-kuasa dunia dimilikinya, hingga membuat siapapun berebut ingin masuk ke dalam koalisi-nya.
Hari berganti hari dan bulan berganti bulan, Ibu Nabi Musa terus mengkhawatirkan anaknya. Hingga datanglah ilham dari Allah. “Susuilah dia Musa Jika engkau khawatir terhadapnya, maka hanyutkan dia ke Sungai Nil. Janganlah engkau takut dan bersedih. Sungguh Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya salah seorang rasul.” (QS Al-Qashash [28]: 7).
Hingga akhirnya yakubad, ibunya musa memasukkan bayi Nabi Musa dalam peti yang dihanyutkan ke Sungai Nil. Singkat cerita peti itu pun kemudian ditemukan oleh permaisuri Firaun, Asiyah. Melihat bayi tampan di dalamnya, Asiyah ingin mengangkatnya menjadi anak.
Meskipun Firaun ingin membunuh bayi itu, sang permaisuri membujuknya, menyebutnya sebagai penyejuk mata dan berharap bayi tersebut bisa bermanfaat atau diangkat menjadi anak. Fir’aun pun setuju, dan bayi Musa diasuh oleh sang permaisuri.
Hal tersebutlah yang membuat Firaun akhirnya lunak. Musa diangkat sebagai anak seorang Raja Firaun. Singkat cerita di ujungnya, Musa AS, si anak angkat Firaun, sosok yang tak diharapkan sang penguasa itu, dia pula yang mengakhiri seluruh kedzaliman dan bahkan kegilaan sang raja yang anggap dirinya sebagai Tuhan yang Maha Tinggi.
Kisah Pilpres 2024
Sebelum ramai hiruk pikuk kampanye dan debat Capres – Cawapres 2024, beserta aneka polemik harian dari tiap isu yang berkembang cepat, telah nyata pernyataan Presiden Joko widodo pada saat bertemu dengan para pemimpin redaksi sejumlah media yang menyampaikan bahwa ia akan cawe-cawe dalam perhelatan suskesi kepemimpinan nasional.
Walapun ada keterangan resmi dari Istana saat itu yang menyebutkan bahwa konteks ucapan Jokowi soal cawe-cawe negara dalam Pemilu adalah Presiden ingin memastikan pemilu serentak 2024. Dan Presiden juga berkepentingan agar Pemilu berjalan dengan baik tanpa meninggalkan polarisasi. Di mata penulis pernyataan istana tersebut tidak linier dengan fakta yang berkembang.
Dalam perkembangannya sampai Mantan Presiden SBY yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merespons kabar Pilpres 2024 nanti dirancang untuk diikuti oleh dua pasangan calon saja.
Hal itu, di mata penulis, terutama dibuktikan bahwa Presiden Jokowi telah melakukan cawe-cawe dengan telah mengatur pasangan dari awal. Masih ingat pertemuan di Kantor DPP PAN saat itu, yang mengumpulkan partai koalisi pemerintah, dan di sanalah embrio munculnya figur Capres Prabowo Subianto.
Padahal sebelumnya sudah berkali-kali Presiden Joko Widodo memberi sinyal bahwa Ia akan mendukung si Rambut Putih, Ganjar Pranowo, sehingga berdampak pada elektabilitas Ganjar yang selalu bertengger di posisi survei teratas sebagai Capres bahkan sejak pertengahan tahun 2022.
Hingga kemudian tiket diperoleh Ganjar Pranowo dari PDI-P, penulis juga melihat keinginan Joko widodo untuk hanya mengusung dua kandidat saja yakni Prabowo dan Ganjar. “Kelucuan” ini kemudian digenapi dengan hadirnya sosok sang anak, Gibran Rakabumi Raka, melalui jalur Mahkamah Konstitusi yang diputuskan melalui sidang yang belakangan terbukti melanggar kode etik.
Maka itu, menjadi sebuah fakta politik yang dengan telanjang mudah dibaca bahwa ada calon pemimpin yang tidak dihendaki penguasa dari awal. Ada sosok yang tidak diharapkan ikut kontestasi namun akhirnya berhasil lolos mendaftar ke KPU RI.
Disamping kisah dan cerita lain yang meberikan gambaran gamblang kepada publik, betapa rintangan dan halangan terhadap pasangan calon yang tak dikehedaki penguasa semakin nyata adanya, dari mulai instrumen hukum, korbannya nyata dua kader partai pengusung masuk tahanan aparat hukum, kemudian rintangan di lapangan dan instrument lain yang terus diperankan.
Karena itu, tak berlebihan, sosok calon pemimpin pertama berucap syukur setelah daftar, justru pada mereka yang pesimis. “Hari ini kita bisa membuktikan kepada semua bahwa usaha untuk menahan, usaha untuk menghambat, usaha untuk menjegal, usaha untuk melemahkan tidak berhasil menggagalkan ikhtiar kita,” jelas Anies Baswedan selepas tuntas daftar ke KPU, Kamis (19/10/2023) lalu.
Selepas itu, terutama pasca debat perdana Presiden, 12 Desember 2023 lalu, terjadi hal yang kiranya kian membuat gundah mereka penguasa yang tak hendaki itu. Yakni ketika hasil survey dari lembaga ternama kian teguhkan posisi AMIN (Anies-Muhaimin) sebagai runner up di bawah jagoan Jokowi, Prabowo-Gibran.
Misalnya Litbang harian Kompas sebutkan Anies-Muhaimin 16,7% atau kedua di bawah Prabowo-Gibran 37,3% dan di atas Ganjar-Mahfud 15,3%. CSIS mencatat Anies-Muhaimin 26,1%, Prabowo-Gibran 43,7%, dan Ganjar-Mahfud 19,4%. Kemudian terakhir, LSI Denny JA mencatat pula Anies-Muhaimin 25,3%, Prabowo-Gibran 43,3%, serta Ganjar-Mahfud 22,9%.
Karena terus menjadi penantang yang tak diharapkan, dan makin melejit, wajar pula jika berita terbaru menunjukkan ada enam daerah di Indonesia yang bahkan membatalkan izin kampanye AMIN yang sejatinya jadwal itu adalah amanah konstitusi!
Dari kisah tersebut, penulis percaya bahwa secanggih apapun siyasah dan rencana serta tipu daya manusia, tak akan menggugurkan rencana dan tipu daya Tuhan. Alloh berfirman: Innahum Yakidu Kaida, Wa akidu kaida” sesungguhnya mereka membuat tipu daya dan aku juga membuat rencana (QS: Ath-thariq 15-16), kemudin QS: Al-Imron ayat 55 “Wa makarụ wa makarallāh, wallāhu khairul-mākirīn” Artinya: Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. Pada Pilpres 2024, akankah l’histoire se répète? Wallahu’alam (**)
Penulis adalah : Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Bandung
Komentar