Menu

Mode Gelap

Diskursus · 13 Mar 2022 18:10 WIB ·

Patahkan Bias Bagi Perempuan Berdaya dan Setara

 Ilustrasi (Sumber: marieclaire.co.uk).* Perbesar

Ilustrasi (Sumber: marieclaire.co.uk).*

Oleh Fanny S. Alam*

KITA masih belum bisa melupakan betapa perempuan di Indonesia sempat mengalami fase darurat kekerasan seksual di tahun 2021. Kasus-kasus kekerasan seksual justru terjadi di lembaga-lembaga pendidikan tempat para orang tua menitipkan anak-anak perempuannya untuk mendapatkan pendidikan formal sekaligus pelajaran hidup.

Tidak hanya itu, hal tersebut pun terjadi di institusi agama. Namun, yang terjadi adalah peristiwa perendahan serta kekerasan yang didapatkan, justru dari para pendidik serta aktor yang diharapkan menjadi panutan bagi masyarakat.

Fanny S. Alam (Dok. Pribadi).*

Di Bandung, Herry Wirawan, salah satunya, yang membuat gempar seisi negara karena melakukan kekerasan seksual terhadap 21 orang hingga melahirkan 9 bayi dari tahun 2016-2021. Di Jakarta, seorang siswi ketika masih duduk di kelas lima di sebuah sekolah Katolik mengalami peristiwa pelecehan oleh seorang Pastor yang justru sangat dihormati. 29 tahun lamanya ia bungkam, melaporkan kepada ibunya yang meneruskannya ke lembaga, namun ironisnya pastur bersangkutan justru masih bertugas hingga saat tersebut.

Kerentanan perempuan selama masa pandemi Covid-19 pun semakin terlihat di Indonesia. Terutama dari segi ekonomi ketika sektor usaha kecil mikro dan menengah dan informal terhimpit, kira-kira 93% perempuan merupakan orang-orang kunci yang menggerakannya dan banyak dari mereka yang tidak dapat bekerja kembali (kemenkeu.go.id, 2021).

Tidak hanya dari sektor ekonomi, namun lebih jauh lagi paparan dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengelaborasi peningkatan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebesar hampir 75%. Ini muncul karena para perempuan menghadapi beban kerja rumah tangga yang bertambah serta kekerasan terjadi ketika mereka dianggap tidak mampu melakukannya dengan baik.

Dalam kaitannya dengan peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 yang bertajuk Break the Bias. Patahkan bias. Bias apa yang dimaksud dalam peringatan hari penting ini? Bagaimana kaitannya dengan perempuan Indonesia yang masih berjuang dengan kerentanan-kerentanan yang dialaminya, terutama terkait isu kekerasan seksual serta ketidakberdayaan dalam menghadapi paparan resiko, baik secara ekonomi, sosial, serta tekanan kekerasan selama masa pandemi Covid?

Kemudian, akankah pemerintah, baik nasional dan daerah, serta masyarakat secara luas merespon peringatan hari perempuan internasional dengan sadar memandang bahwa masih terdapat jurang lebar untuk mengatasi masalah yang dialami oleh perempuan Indonesia?

Artikel ini telah dibaca 54 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Mandatori Seputar Pansus Haji 2024

16 Juli 2024 - 18:00 WIB

Sekjen PA GMNI Abdy Yuhana Sebut Konsepsi Bernegara Oase Bagi Indonesia Raya

1 Juni 2024 - 09:34 WIB

Prabowo Presiden: Selamat Datang Orde Baru & Selamat Tinggal Reformasi!

6 Mei 2024 - 08:18 WIB

Senyum, Kunci Efektivitas Komunikasi Nabi Muhammad SAW

25 April 2024 - 23:43 WIB

PERLUKAH TEMPO MEMINTA MAAF?

26 Maret 2024 - 21:14 WIB

Mengkaji Ulang Pilpres dan Pilkada oleh Legislatif

16 Februari 2024 - 20:04 WIB

Trending di Diskursus