Menu

Mode Gelap

Diskursus · 24 Agu 2023 07:36 WIB ·

Membangun Patung Tak Diinginkan Soekarno

 Membangun Patung Tak Diinginkan Soekarno Perbesar

Oleh: Dr. H. Ijang Faisal, S.Ag., M.Si)*

Dua wacana memantik perhatian publik rahayat Jawa Barat dengan satu muasal: Rencana Pembangunan Patung salah satu sang Proklamator Bangsa, Ir. Soekarno.

Wacana pertama dilempar Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dengan lokasi penempatan di Lapang Saparua, Kota Bandung. Pemantik kedua dimunculkan Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan beserta jajarannya, dengan tinggi patung lebih menghujam langit dari yang dibahas Gubernur Jawa Barat.

Penulis menilai, secara formal legal, usulan keduanya relatif sah-sah saja. Terlebih sebagaimana selalu dijadikan “tameng” selama ini, keduanya tidak menggunakan APBD dan sepenuhnya berasal dari pihak swasta yang bekerjasama dengan masing-masing pemerintah daerah dalam persoalan asset.

Namun demikian, penulis menilai ada persolan etika, yang sudah terbukti dalam banyak peristiwa terkait kebijakan publik, posisinya lebih penting dari formal legal tersebut. Pertama, seberapa penting dan mendesak kehadiran patung Soekarno tersebut?

Hal ini amat sangat layak ditekankan jika kita membaca utuh kalimat Pidato Bung Karno per 17 Agustus 1960, yang berjudul Djalannya Revolusi Kita (Djarek).

“Siang dan malam kegandrungan saya hanyalah ingin mengabdi kepada Tuhan, mengabdi kepada tanah-air dan bangsa, menyumbang kepada Revolusi, menyumbang kepada pelaksanaan Amanat Penderitaan Rakyat. Dicacimaki musuh saya tidak ambil perduli, diagul-agulkan kawan saya tidak membusungkan dada. Saya berjalan terus dengan tenang jika diserang musuh dari kiri dan dari kanan, saya berjalan terus tanpa meminta sanjungan kawan. Saya menolak orang spesial membuat biografi (riwayat-hidup) dari saya, saya menolak orang membuat patung Sukarno atau monumen Sukarno!”

Kita semua bisa dengan mudah menyimak, bahwa semasa hidupnya pun, yang lebih penting bagi founding father kita ini adalah mengagungkan kecintaan dan kepedulian pada Tuhan YME, tanah air, perjuangan bangsa, serta rakyat kecil. Bukan pada sosok dirinya!

Maka itu, menjadi ganjil bagi penulis, jika Bung Karno pun menolak hal yang mengagungkan dirinya baik dalam bentuk tulisan dan landmark, namun kemudian generasi penerusnya yang katanya pengagum Bung Karno dan kebetulan diamanahi kekuasaan malah berusaha berbuat hal yang tak disukai mendiang.

Penulis juga sampai tulisan ini dibuat, belum berhasil menemukan refensi sejarah apalagi akademik yang mensyaratkan bentuk penghormatan pemikiran seseorang dengan membangun patung. Seolah pendekatan artifisial berbentuk bangunan merupakan satu-satunya cara mewariskan, meneruskan, dan mengagungkan ideologi figure yang jasanya memang tak terbilang pada negeri ini.

Mengapa tidak jika kita mengaku menghormati pemikirannya, maka kita tak henti membahas hal ini di ruang kelas dengan membuat kurikulum khusus pemikiran Soekarno di semua perguruan tinggi negeri di Jabar, misalnya? Mengapa tidak jika kita merasa diberkahi ideologi Bung Karno yang demikian akrab jalan hidupnya dengan Kota Bandung, mengadakan kompetisi karya tulis ilmiah dan atau cerdas cermat untuk seluruh siswa di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat?

Kedua, rencana pembangunan ini dari sisi Islam sebagai agama terbesar di Tanah Sunda, akan mengerucut pada Hadist Rosul SAW No. 2518 riwayat Imam Tirmidzi yang artinya, “Tinggalkan yang meragukanmu dan ambillah yang tidak meragukanmu.”

Dalam khazanah ilmu Islam, keberadaan patung telah menimbulkan ikhtilaf (perselisihan) karena ada ulama yang berijtihad memperbolehkan patung namun lebih dominan yang melarang merujuk betapa patung adalah represetasi berhala sebagai tandingan Allah SWT.

Nabi-nabi terpilih, kita mengenalnya sebagai ulul azmi, mereka adalah Rosul pilihan yang dipahat namanya abadi dalam Al-Quran justru karena perjuangan mereka menyingkirkan aneka patung dalam jurnal hidup mereka. Nuh AS dengan perjuangan Aqidah mengajak ummat jauhi patung Wadd, Suwa, Yuguts, Ya’uq, dan Nasr, Ibrahim AS yang hancurkan patung-patung dewa buatan Namrud, dan tentunya Muhammad SAW yang membersihkan seluruh patung di area dalam dan sekitar Kabah begitu berhasil menaklukkan Mekkah (Futhu Makkah) untuk pertama kalinya  Maka itu, setidaknya bagi penulis, akan lebih maslahah untuk kita meninggalkan ikhtilaf terkait eksistensi patung ini menuju kenyamanan hati karena tidak mau mencederai perjuangan ulul azmi.

Karena itu, mari hormati suara penolakan dari elemen masyarakat Islam di Jawa Barat, baik dari ummat, ulama, maupun ormas, pada kedua wacana tersebut. Sebab, bagaimanapun, kiprah mereka dalam membangun Jawa Barat dan masyarakatnya sudah lama, nyata, dan sistemik.

Terakhir, mari kuatkan sense of crisis, rasa empati kita pada masih banyaknya saudara kita, terutama di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Data BPS Tahun 2022 menyebutkan, tingkat kemiskinan di Kota Bandung mencapai 4,25% dari total penduduk sementara Bandung Barat lebih tinggi lagi: 11,3%.

Data statistika tersebut juga disertai rasio gini yang relatif tinggi, yang mengisyaratkan bahwa ketimpangan terus terjadi manakala kalangan masyarakat tertentu makin makmur dan ciptakan jurang selisih isi dompet dengan kaum miskin yang terus saja susah.

Jadi, apakah sedemikian penting dan mendesaknya dibangun ketika keluarga miskin, yang sampai tak sanggup sekolahkan anaknya, masih bertebaran di kedua wilayah tersebut? Seberapa besar urgensi sebuah patung ketika roda ekonomi masih saja belum meluas di semua segmen masyarakat? Hati yang bening tahu jawabannya!

Penulis adalah Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Jawa Barat

Artikel ini telah dibaca 223 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Mandatori Seputar Pansus Haji 2024

16 Juli 2024 - 18:00 WIB

Sekjen PA GMNI Abdy Yuhana Sebut Konsepsi Bernegara Oase Bagi Indonesia Raya

1 Juni 2024 - 09:34 WIB

Prabowo Presiden: Selamat Datang Orde Baru & Selamat Tinggal Reformasi!

6 Mei 2024 - 08:18 WIB

Senyum, Kunci Efektivitas Komunikasi Nabi Muhammad SAW

25 April 2024 - 23:43 WIB

PERLUKAH TEMPO MEMINTA MAAF?

26 Maret 2024 - 21:14 WIB

Mengkaji Ulang Pilpres dan Pilkada oleh Legislatif

16 Februari 2024 - 20:04 WIB

Trending di Diskursus