Oleh Widodo Asmowiyoto*
INDONESIA dengan 270-an juta penduduk ini sangat kaya sampah, mencapai jutaan ton setiap tahun. Hampir tidak ada rumah tangga yang tidak memproduksi sampah. Produksi sampah di perkotaan pastilah sangat banyak, baik yang berasal dari rumah tangga maupun perkantoran, pabrik, dan dunia bisnis. Sebagai contoh, DKI Jakarta tercatat setiap hari membuang sampah ribuan ton ke TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) Bantar Gebang, Bekasi.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Syarifudin mengungkapkan, pada tahun 2014 jumlah sampah yang dikirim setiap hari ke TPST Bantar Gebang 5.665 ton, kemudian naik menjadi 6.419 ton (2015), 6.562 ton (2016), 6.875 ton (2017), 7.453 ton (2018), 7.702 ton (2019), dan 7.424 ton (2020). Data itu menunjukkan terjadi kenaikan setiap tahun.
Sampah tersebut didominasi sisa makanan (59 persen), plastik (9 persen), residu (8 persen), kertas (7 persen), dan lain-lain. “Penuntasan masalah sampah tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah. Tentu dibutuhkan upaya masyarakat, mulai dari pemilahan dan pengurangan sampah rumah tangga,” ujar Syarifudin (Kompas.com, 21/3/2021).
Volume sampah tahun 2018-2019 di Bandung Raya juga mencapai ribuan ton. Data yang pernah tercatat (Pikiran Rakyat, Senin, 22/2/2021), volume sampah Kota Bandung 1.500 ton/hari, Kabupaten Bandung 1.440 ton/hari, Kabupaten Bandung Barat 1.000 ton/hari, Kota Cimahi 220 ton/hari, dan Kabupaten Sumedang 1.565 ton/hari. Jumlah sampah itu semuanya lebih kurang 6.000 ton/hari dan sekitar 2.000 ton di antaranya tidak terkelola dengan baik.
Pemerintah daerah kota dan kabupaten serta masyarakat seluruh Indonesia sejauh ini pastilah sudah berusaha maksimal untuk menangani soal sampah itu. Mungkin beragam cara telah diterapkan, termasuk penggunaan teknologi yang dinilai mampu untuk memberi solusi secara produktif, aman, dan ramah lingkungan. Tetapi apakah beragam upaya itu sudah memberikan hasil yang maksimal?
Manajemen sampah zero
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mungkin kegiatan webinar yang diselenggarakan PPNSI (Perhimpunan Petani dan Nelayan Seluruh Indonesia) Jawa Barat hari Sabtu lalu (17/6/2022) mampu memberi gambaran. Webinar bertema “Ubah Sampah dari Beban Menjadi Modal Pembangunan” itu menghadirkan pembicara Prof. Akhmad Zaenal Abidin, MSc, PhD, dosen Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung.
Prof. A. Zaenal Abidin yang mengungkapkan beberapa hasil penelitian dan praktik di lapangan itu dengan yakin menawarkan solusi penanganan sampah untuk kemakmuran negeri. Maksudnya tentu saja Indonesia, yang hingga kini belum tuntas dalam mengelola masalah sampah, baik pemerintah maupun rakyatnya.
Dengan temuan dan penerapan teknologi yang dipaparkannya, Zaenal Abdin yakin bahwa sampah yang semula merupakan beban dapat diubah menjadi modal pembangunan baik di sektor pertanian, peternakan, maupun perikanan. Baik di darat maupun di laut.
Pada intinya Prof. Zaenal Abidin mengenalkan manajemen sampah zero atau disingkat masaro dari ITB. Metode masaro membawa misi mengubah paradigma dalam penanganan masalah sampah. Problem sampah yang semula bersifat cost center diubah menjadi profit center. Singkatnya, sampah yang semula hanya dikumpulkan kemudian diangkut dan dibuang, diubah menjadi dipilah kemudian diangkut untuk diproses dan terakhir untuk dijual.
“Dosa kalau sampah itu hanya diangkut terus dibuang. Dosa itu harus diubah menjadi pahala. Dulu, kita hanya men-zero-kan semua sumber sampah. Kini, semua sampah dapat diolah menjadi produk bernilai ekonomi sehingga menjadi zero waste,” tegasnya.
Berkat penelitian yang dilakukan oleh ITB, sampah yang semula hanya diubah menjadi kompos, kemudian dapat diolah menjadi produk yang bermanfaat untuk sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan bahkan bisa untuk penguat pembangunan jalan. Di sektor pertanian, penggunaan produk yang dihasilkannya malah mampu membuat penghematan atau efisiensi 30 sampai 50 persen.
Sejauh ini, menurut Prof. Zaenal Abdin, penerapan masaro sudah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Sejauh ini banyak orang terksima pada sampah daur ulang. Padahal kontribusinya hanya 15 persen (plastik, karton, kertas, logam). Sedangkan penerapan masaro jauh lebih luas dari jenis-jenis sampah tersebut. Skema industri pengolahan sampah masaro meliputi sampah bakar, sampah yang tidak diambil pemulung (low value), sampah daur ulang, sampah sulit membusuk, dan sampah mudah membusuk.
“Masaro fokus ke non-sampah daur ulang. Dengan penerapan masaro selamat tinggal TPS dan TPA,” tegasnya.
Perlu ilmu baru dan ide kreatif
PPNSI Jabar menyelenggarakan webinar ini berangkat dari keprihatinan tentang persoalan sampah dan juga dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup 5 Juni lalu. Ketua PPNSI Jawa Barat, Juwarto, SE mengatakan pihaknya mencari solusi agar sampah ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. “Apalagi saat ini harga pupuk dan komoditas lainnya sedang mahal,” ujarnya.
Pengurus (baru) PPNSI Jabar dan Kota/Kabupaten di Jabar, menurut Juwarto, memerlukan ilmu-ilmu baru yang bermanfaat bagi kemajuan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Apalagi kini sampah juga mengotori laut. Bahkan sebuah riset telah menemukan sampah plastik berada di badan ikan, udang, dan see food. Untuk mendukung terwujudnya ide-ide kreatif tersebut, Juwarto mengukapkan pihaknya mempunyai “sekolah pemulung” di Bantar Gebang, Bekasi.
Anggota DPR RI, Slamet yang terpilih menjadi Ketua Umum PPNSI Pusat periode 2021-2026 dalam Musyawarah Nasional PPNSI di Kampung Wisata Tegal Waru, Kabupaten Bogor, tanggal 17 Agustus 2021 lalu, mengakui bahwa PPNSI mempunyai tugas yang sangat mulia yaitu berjuang mewujudkan kesejahteraan para anggota. “Petani dan nelayan adalah struktur masyarakat yang paling besar. Dari sisi kesejahteraan termajinalkan, dari sisi regulasi juga terpinggirkan dan tidak terperhatikan,” katanya. (fraksi.pks.id)
Slamet mengajak para pengurus PPNSI untuk berjuang mewujudkan bidang pertanian menjadi prioritas secara keberpihakan dan petani Indonesia menjadi masyarakat yang berdaya di negerinya sendiri.
Sekretaris Jenderal PPNSI, Adityawarman Adil, dalam munas tersebut juga berharap PPNSI menjadi organisasi yang progesif, kokoh dan solid sehingga mampu menjadi kontributor yang positif dalam pembangunan sektor pertanian dan perikanan.
“Lebih khusus lagi mampu menjadikan para petani sebagai aktor dari pertanian, dan nelayan menjadi aktor dari perikanan di negeri sendiri,” tuturnya. ***
*Penulis Dewan Redaksi TuguBandung.id