Menu

Mode Gelap

Didaktika · 10 Mei 2024 09:47 WIB ·

Inspirasi Prof Dr Cartono, SPd, MPd, MT; Dari Operator Foto Kopi di Sudut Alun-Alun Bandung Hingga Dilantik Jadi Profesor Universitas Pasundan

					PROF. Cartono, SPd, MPd, MT berfoto bersama istri dan keempat putranya seusai Sidang Terbuka  Senat Universitas Pasundan di Auditorium Mandala Saba Ir. Djuanda Kampus II Universitas Pasundan Gedung Rektorat Lt. 8 jalan Tamansari No. 4 - 8 Bandung, Sabtu 4 Mei 2024.* Perbesar

PROF. Cartono, SPd, MPd, MT berfoto bersama istri dan keempat putranya seusai Sidang Terbuka  Senat Universitas Pasundan di Auditorium Mandala Saba Ir. Djuanda Kampus II Universitas Pasundan Gedung Rektorat Lt. 8 jalan Tamansari No. 4 - 8 Bandung, Sabtu 4 Mei 2024.*

“Nothing great was ever achieved without enthusiasm”

KUTIPAN tersebut disampaikan oleh Ralph Waldo Emerson, seorang intelektual dan esais dari Amerika pada pertengahan abad ke-18. Lewat pernyatannya itu, Emerson hendak menekankan pentingnya motivasi, spirit kerja keras, dan antusiasme dalam mencapai keberhasilan.

Tanpa semangat dan tekad kuat, seseorang mungkin kehilangan motivasi, keberanian, dan ketekunan untuk mengejar tujuan-tujuan besar. Antusiasme merupakan pendorong utama yang mendorong seseorang bertindak, berinovasi, dan mengatasi rintangan-rintangan yang timbul di sepanjang perjalanan menuju kesuksesan.

Ihtiar maksimal lewat kerja keras, kerja tuntas, kerja iklas, sikap pantang menyerah disertai doa adalah kunci untuk mencapai sesuatu yang luar biasa dalam hidup. Tanpa tekad dan kerja keras dan doa upaya kita cenderung terhambat dan kebesaran akan sulit dicapai.

Inspirasi hidup sebagaimana dinyatakan oleh Ralph Waldo Emerson — yang melahirkan pemikiran-pemikiran bernas lewat lusinan karya esainya – dapat kita temukan persis pada sosok Prof. Dr. Cartono, SPd., M.Pd., M.T. Ia baru saja dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu pendidikan biologi di Universitas Pasundan, Sabtu 4 Mei 2024.

Pria kelahiran Kampung Jaringao, Desa Cibaunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap 7 Juli 1968 itu dilantik sebagai Guru Besar pada Sidang Terbuka  Senat Universitas Pasundan di Auditorium Mandala Saba Ir. Djuanda Kampus II Universitas Pasundan Gedung Rektorat Lt. 8 jalan Tamansari No. 4 – 8 Bandung.

Pada pengukuhannya, suami dari Ratu Nahdiah, M.Si. (guru di SMAN 22 Kota Bandung) itu menyampaikan orasi ilmiah “Pembangunan Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan untuk Masa Depan Indonesia dan Dunia dalam Perspektif Pendidikan, Agama dan Budaya“.

GURU Besar Bidang Ilmu Pendidikan Biologi Prof. Dr. Cartono, S.Pd., M.Pd., M.T. dan Ketua Senat Unpas Prof. Dr. Bambang Heru Purwanto, M.Si.*

Pengukuhan dilaksanakan oleh Ketua Senat Unpas Prof. Dr. Bambang Heru Purwanto, M.Si, didampingi Rektor Unpas Prof. Dr. H. Azhar Affandi, S.E., M.Sc., Ketua Pembina YPT Pasundan Prof. Dr. H.M. Didi Tumudzi, M.Si. serta Kepala LLDIKTI Wilayah IV Jabar dan Banten, Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., IPU.

Dalam sambutannya Prof. Didi Turmudzi menyampaikan dengan bertambahnya dua Guru Besar Unpas menjadi kebahagiaan sekaligus kebangaan bagi seluruh almamater di Unpas dan Pasundan. “Ingat, menjadi guru besar itu harus memberikan sesuatu, sehingga terasa manfaatnya di masyarakat. Terutama dalam perkembangan teknologi digital saat ini revolusi industri dengan berbagai basis teknologi,” tuturnya.

Jalan terjal

Perjalanan hidup Cartono sebelum menggapai pencapaian saat ini bukan hal mudah. Pria ramah dan cekatan ini harus melaluinya dengan berliku dan jalan terjal. Cartono muda barangkali tidak pernah bermimpi akan mencapai gelar akademik tertinggi sebagai seorang Profesor. Namun, tekad, kuat, kerja keras, disertai keyakinan pada kebesaran Tuhan Yang Mahakuasa layak dijadikan inspirasi dan teladan bagi anak muda generasi masa kini.

Cartono, anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan almarhum dan almarhumah Wiharyo dan Carmah, merupakan generasi kedua di kampungnya yang masuk dan menyelesaikan pendidikan hingga SMP. Faktor geografis wilayah pegunungan serta akses yang jauh sekitar 8 km berjalan kaki ke sekolah terdekat, hingga masih minimnya kesadaran para orang tua di kampungnya untuk menyekolahkan anak hingga ke jenjang Pendidikan tinggi, menjadi penyebab.

Karena faktor ekonomi pula, usai lulus SMP, Cartono muda memilih merantau ke Bandung untuk bekerja. Beruntung, ia dapat tinggal dan bekerja di sebuah keluarga selama beberapa bulan. Untuk bisa membiayai diri, Cartono tak pernah memilih-milih pekerjaan. Kerja di rumah hingga menjadi buruh bangunan pun sempat ia lakukan.

Tak lama, ia mendapat pekerjaan baru sebagai pelayan buku dan operator foto kopi di Toko Buku dan Foto Kopi Malano Jaya yang terletak di Jalan Cikapundung Barat, Alun-Alun Kota Bandung (depan Kantor PLN). Toko tersebut dimiliki pria asal Batusangkar, Sumatera Barat HM. Chan Said.

DITEMPA oleh kehidupan di masa muda yang keras dan penuh perjuangan telah menempa Cartono menjadi sosok yang peduli dan berupaya selalu memberi manfaat kepada lingkungan sekitarnya.*

Tekad kuat dan semangat untuk mengubah hidup membuat motivasinya untuk melanjutkan pendidikan terus berkecamuk. “Saya harus (terus) sekolah. Saya teringat bagaimana orang tua saya harus berjibaku bekerja keras menafkahi hidup keluarga. Saya harus keluar dari belenggu kemiskinan. Kemiskinan itu bukan faktor genetik. Kemiskinan itu bisa diubah sepanjang ada tekad dan kemauan,” demikian benak Cartono muda kala itu.

Ia pun memberanikan meminta izin kepada H.M. Chan Said untuk bisa bekerja sambil bersekolah. Cartono kemudian dizinkan bersekolah sambil bekerja dengan ketentuan, dari pagi (jam 08.00) bekerja terlebih dahulu hingga siang (jam 12.00), lalu ke sekolah  hingga sore hari dan balik lagi ke Toko (menggantikan jam yang ditinggalkan) hingga pukul 21.30 an. Ia diterima di sebuah SMA swasta di Kawasan Kosambi Bandung. Cartono menjalani kelanjutan sekolahnya dengan riang gembira meski setiap hari harus berjalan kaki PP dari Alun-Alun hingga Kosambi. Ia tergolong siswa yang aktif dan menjadi pendiri OSIS dari SMA 55 Asia Afrika (sebelumnya tidak ada OSIS).

Selama itu pula Cartono tidak pernah memberitahukan soal sekolahnya kepada orangtuanya di kampung. Ayah dan ibunda Cartono baru tahu ketika Cartono sudah menginjak kelas 3 SMA. Itu pun gara-gara ada kartu Lebaran yang datang ke rumah Cartono di kampung, sedangkan dirinya masih di Kota Bandung.

“Saya sengaja tidak memberitahu kedua orang tua karena saya sadar dan tahu hidup mereka pun penuh perjuangan. Prinsip saya, ngapain berbagi penderitaan kepada orangtua di saat kita tahu persis keterbatasan dan kapasitas mereka untuk ikut memikirkan solusi atas masalah yang kita hadapi. Jangan pernah memberatkan orangtua kita,” ujar Cartono memegang teguh prinsipnya.

Menjelang kelas 3 SMA, ia dipertemukan dengan tukang loper koran yang dipanggilnya Pak Anwar. Dengan alasan ingin hidup lebih mandiri, Cartono meminta izin H.M. Chan Said untuk tidak tinggal lagi di rumahnya di daerah Kebaktian (Babakan Sari) dan ikut Bersama pa Anwar di pavilion kamar kontrakannya di Gg. Soma No. 10 Kiaracondong, di ruamah milik pasangan bapak Melvin dan ibu Sundari. Meski tergolong keluarga sederhana, akan tetapi keduanya amat yakin pada investasi Pendidikan pada anak-anaknya.

“Anak-anak mereka bisa sekolah di SMA favorit di Kota Bandung dan dua anak lainnya berkuliah di ITB. Hal itu betul-betul menginspirasi, memotivasi, serta menjadi penyemangat saya untuk juga bisa kuliah seperti anak-anak mereka,” tekad Cartono.

Berkuliah dan dapat beasiswa

Pada 1990 ia lulus SMA dan bertekad kuliah lewat jalur UMPTN. “Saya mendaftar ke jurusan kedokteran Unpad dan farmasi ITB. Alasan yang ada di pikiran saya waktu itu, jika lulus dari salah satu pilihan itu, saya tidak akan susah mencari pekerjaan dan tidak akan hidup miskin. Namun, Allah Swt menakdirkan lain,” , itu tetap yang terbaik, katanya. Karena kuliah di 2 prodi tersebut membutuhkan uang yang tidak sedikit. Allah tahu persis kondisi keuangan saya saat itu. “Namun, setiap kejadian selalu ada hikmah pembelajaran. Ternyata, berdasarkan pengalaman bahwa uang memang bukan segala-galanya tapi hidup tanpa uang juga tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya menegaskan.

Berkaca dari pengalaman itu, September 1990, ia mendaftar dan berkuliah di Universitas Pasundan. Pilihannya adalah Prodi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dengan alasan prodi dan fakultas itulah yang biayanya paling terjangkau. Selama berkuliah, selain tetap bekerja sebagai tukang foto kopi ia juga mencari tambahan penghasilan dengan bekerja sebagai sales asuransi di perusahaan PANIN LIFE, sales buku ensiklopedia di Toko Buku Gramedia, hingga sales madu di perusahaan Madu Nusantara.

MENDAPAT amanah sebagai Wakil Rektor I  Unpas Bidang Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Alumni, Riset, Agama dan Budaya. *

“Justru, kala menjalani profesi sebagai sales itulah, saya memperoleh sejumlah kompetensi tambahan yang saya jalankan langsung sambil praktik tak sekadar teori. Bagaimana membangun jaringan pertemanan, meningkatkan kemampuan hardskill dan soft skill, komunikasi, berkolabiorasi, kepemimpinan, bekerja dalam kelompok, hingga problem solving,” ucapnya.

Pada 1992, ia mendapatkan beasiswa Yayasan Supersemar dan PT Djarum. Setelah menerima beasiswa, Cartono tak lagi menjadi sales meski pekerjaan sebagai tukang foto kopi tetap ia jalani. Ia pun mulai aktif dan fokus menjadi aktivis di organisasi kemahasiswaan baik intra maupun ekstrakampus.

Selama pergumulan dalam perkuliahan dan aktif di berbagai organisasi itulah, pergaulan dan persinggungan Cartono semakin meluas hingga bisa mengenal dengan banyak tokoh baik di intenal dan luar kampus Unpas bahkan hingga lingkup nasional. Hal itu pulalah yang di kemudian hari menjadi jembatan dalam menempuh studi lanjut dan karier baik di Unpas maupun di luar Unpas. Perjalanan itu pula yang kemudian membentuk jati diri seorang Cartono yang sebagai pribadi yang berintegritas, berpegang teguh dan istiqamah pada nilai-nilai kebenaran yang dating dari-Nya, aktif berorganisasi, kritis, tegas, tapi tetap santun dalam komunikasi dan persinggungan dalam lingkup dunia pendidikan baik di dalam maupun di luar kampus.

Usai lulus sarjana strata 1 pada 1995, atas rekomendasi para petinggi Unpas termasuk Warek I Unpas saat itu Prof. Dr. HM. Didi Turmudzi, Cartono mengikuti dan lulus seleksi di dua program beasiswa magister, yakni di ITB dengan beasiswa unggulan darii Bank Dunia, dan IKIP (kini UPI) dengan beasiswa BPPS dari Kemendikbud RI. Pada 2001, Cartono diterima menjadi dosen tetap pada Prodi Pendidikan Biologi FKIP Unpas.

Selama menjalani profesi sebagai dosen, Cartono terus menempa diri, kian aktif berorganisasi, bahkan merambah hingga organisasi berbasis pengabdian sosial. Berbagai kursus, konferensi, diklat, hingga kemudian menjadi instruktur pada berbagai bidang kompetensi kependidikan terus pula dijalaninya. Banyak hibah penelitian juga menjadi bagian dari kiprahnya kini.

Pada November 1997, Cartono mempersunting gadis idamannya Ratu Nahdiah, S.Pd., M.Si. Perempuan asal Pandeglang-Banten, putri almarhum H. Musa Yahya dan Hj. Mamah Halimah. Pasangan ini kini telah dikaruniai empat orang anak, Fadli Muhammad Faruq, S.T. (ITS), Faris Amir Faishal, ST (ITB), Fahri Rizal Raisulhaq (SMA), dan Faiq Ahmad Fauzi (Pesantren/SMP).

Usai menyelesaikan studi doktoral pada Program Studi Pendidikan IPA-UPI tahun 2011, kiprah dan aktitivitas Cartono kian meluas seiring penambahan tugas-tugas baru pada jabatan struktural yang kian menanjak. Saat ini, Cartono juga menjabat sebagai Wakil Rektor I Unpas Bidang Akademik, Pembelajaran, Kemahasiswaan, Alumni, Penelitian, Agama, dan Budaya. Di luar kampus, Cartono aktif sebagai Ketua Yayasan Amanah Peduli Ummat (YAPU), pengurus di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung, Ketua Komite SMAN 22 Kota Bandung, Pembina Asosiasi Komite Sekolah Pendidikan Indonesia (AKSPI) Pusat dan beberapa yayasan sosial dan Pendidikan lainnya.

KIPRAH dan  aktitivitas Cartono kian meluas seiring penambahan tugas-tugas baru pada jabatan struktural yang kian menanjak. Cartono berbicara dalam salah satu setu kegiatan akademik.*

Refleksi diri

Melalui perjalanan panjang, terjal, dan berliku hingga menggapai karier pucak sebagai seorang akademisi meraih jabatan Guru Besar atau Profesor, dalam refleksinya, Cartono telah  menemukan banyak nilai spiritual, kearifan dan kebijaksanaan, etika dan moral. Banyak dari kutipannya amat layajk kita renungkan di sini.

Ia mengungkapkan, “Allah Swt. akan memberikan sesuatu (amanah) baik itu harta, jabatan/kedudukan dan amanah lainnya kepada kita, sesuai dengan kadar kepantasan yang kita usahakan. Maka tugas kita adalah bukan mengejar-ngejar harta dan jabatan/kedudukan atau keinginan lainnya, tapi teruslah berupaya memantaskan diri sebagai pribadi-pribadi yang siap memperoleh berbagai amanah yang Allah akan berikan”.

Menurut pria bersahaja tapi selalu besemengat kerja itu, hidup tidak hanya bercita-cita ingin menjadi orang baik, benar, adil dan jujur, tetapi juga harus berani menegakkannya. Kenapa? “Karena jika (sekadar) menjadi orang baik, benar, adil dan jujur, dampaknya hanya untuk diri sendiri. Namun, tatakala berusaha berjuang menegakkan kebenaran dan nilai kebaikan,  dampaknya itu pasti juga bermanfaat untuk orang banyak. Kendati, mungkin berisiko terhadap diri sendiri, yakinlah itulah jalan yang terbaik karena sebaik-baik orang adalah mereka yang bermanfaat bagi lingkungannya,” ujarnya lagi.

Lebih jauh ia mengungkapkan, jika kita melihat keburukan atau ketidaksesuain pada diri orang lain (perorangan atau lembaga), maka ubahlah secara evolutif. Akan tetapi jika kita merasakan dan menilai keburukan dan atau ketidaksesuaian itu pada diri sendiri, maka ubahlah secara revolusioner.

“Jika dalam hidup kita senantiasa peduli dengan masalah orang lain (perorangan/lembaga), dan kita berusaha memberi solusi, keringanan atau bahkan menyelesaikannya, maka Allah Swt juga tidak akan tinggal diam dengan masalah dan urusan kita.”

CARTONO dalam salah satu aktivitas di bidang sosial. Prinsipnya, Jika dalam hidup kita senantiasa peduli dengan masalah orang lain (perorangan/lembaga), dan kita berusaha memberi solusi, keringanan atau bahkan menyelesaikannya, maka Allah Swt juga tidak akan tinggal diam dengan masalah dan urusan kita.*

Pada akhirnya, Cartono berkesimpulan, kita tidak akan dapat menemukan kebaikan di segala keadaan dan setiap tempat, tapi kita bisa menanam kebaikan di setiap tempat kapan pun yang kita mau. “Maka, tetaplah berbuat yang terbaik di mana pun, dengan siapapun dan kapan pun hingga kejahatan itu lelah mengikuti kita. Prinsipnya, melakukan sesuatu bukan karena pujian. Sebaliknya, berhenti atau tidak melakukan sesuatu juga bukan karena cacian,” ujarnya menegaskan.

Pengalaman hidup penuh dinamika, naik turun, perjuangan keras, dan tak kenal menyerah dari pria humble dan murah senyum itu pun menemukan muara keberhasilannya.  Pada 4 Mei lalu,  sosok yang pernah menjalani harinya sebagai buruh bangunan, tukang foto kopi, dan nyambi jadi sales itu dikukuhkan sebagai profesor bidang ilmu pendidikan biologi disaksikan ratusan hadirin di Auditorium Mandala Saba Ir. Dujanda Kampus Universitas Pasundan. Torehan pencapaian yang amat layak jadi teladan dan inspirasi bagi siapa saja. Terutama kaum muda kita.  (Erwin Kustiman/Tugubandung.id)***

 

 

 

Artikel ini telah dibaca 359 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Dinamic Days Festival, Siswa SD 1 Darul Hikam Diajak Hidup Sehat dan Kuat Sejak Dini

8 Januari 2025 - 11:14 WIB

Nikmati Nasi Goreng Premium Ramah Kantong Plus Atraksi Sang Koki, Disini Tempatnya!

26 Desember 2024 - 21:46 WIB

Asah Kreativitas Siswa, SMP Unggulan Darul Hikam Gelar Pro Aktive Project

11 Desember 2024 - 06:35 WIB

Ingin Didoakan Malaikat? Lakukan Amalan Ini!

7 Desember 2024 - 21:20 WIB

Mewujudkan Indonesia Emas 2045: Kemandirian Ekonomi Berbasis SDM Tangguh dan Pemanfaatan SDA

3 Desember 2024 - 10:18 WIB

Dihadiri Ratusan Peserta, Education Expo Darul Hikam Ajang Konsultasi Memilih Perguruan Tinggi

29 November 2024 - 05:04 WIB

Trending di Berita