Menu

Mode Gelap

Berita · 6 Sep 2023 10:59 WIB ·

Budaya Konsumtif Picu Naiknya Korban Pinjol, Terbanyak Dari Kalangan Guru

 Salah satu pemateri dari OJK Tasikmalaya saat memaparkan pengaduan dan antisipasi korban pinjol. (Nalendra Sukarya/ Perbesar

Salah satu pemateri dari OJK Tasikmalaya saat memaparkan pengaduan dan antisipasi korban pinjol. (Nalendra Sukarya/"TUGU BANDUNG.ID").***

 

KOTA TASIKMALAYA, (TUGU BANDUNG.ID). – Korban pinjaman online (Pinjol) hingga saat ini masih marak terjadi di Indonesia, termasuk di Wilayah Priangan Timur kasus Pinjol masih tinggi.

Mirisnya lagi yang menjadi korban banhak darinkalangan guru. Ditambah dengan kalangan ibu rumah tangga. Selain tentunya banyak yang jadi korban pinjol dari kalangan korban PHK.

Plt. Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tasikmalaya Misyar Bonowisanto menyebut, ada sebanyak 5000 pinjaman online yang sudah ditutup atau dihentikan operasionalnya. berdasar pada data OJK, jumlah pinjol legal yang diawasi OJK ada sebanyak 102 pinjol.

“Ada 5000 pinjol ilegal yang sudah dihentikan operasinya dan hanya 102 yang diawasi dan atau legal,” kata Misyar, Rabu (6/9/2023).

Ia mengatakan, banyak aduan yang menjadi korban pinjol. Bahkan tidak sedikit yang menjadi korban dari tenaga pengajar atau guru.

Lanjut Misyar, OJK mengajak dan mengimbau agar masyarakat senantiasa waspada, dan lebih bijaksana. Meski literasi dibangun untuk mencegah banyaknya yang terjerat pinjol ilagel.

“Tidak hanya literasi. Buktinya guru yang memiliki pengetahuan juga jadi korban. Ini lebih ke gaya hidup konsumtif yang menjadi penyebab. Ini yang harus diubah,” ujarnya.

Pihak OJK, kata Misyar, terus mengedukasi melalui literasi keuangan agar masyarakat lebih paham dan lebih selektif dalam memilih dan menggunakan jasa pinjaman online maupun investasi legal.

Deputi Direktur Manajemen Strategis, EPK Dan Kemitraan Pemerintah Daerah itu juga mengatakan, kenapa masyarakat banyak yang menjadi korban pinjol karena tergiur dana gampang cair tanpa memperhatikan legalitas pinjol tersebut.

“Masyarakat harus lebih cerdas dan teliti saat menggunakan layanan pinjol, harus lihat terdaftar di ojk atau tidak, ini benar-benar harus diperhatikan,”pintanya.

Menurutnya, saat ini masyarakat kita terjebak dengan gaya hidup yang instan, sehingga mana kala ada yang menawarkan pinjaman dana online dengan syarat yang gampang langsung direspon padahal itu jebakan.

“Dari data, korban pinjol menyasar ke kaum ibu-ibu, banyak juga para guru atau tenaga pendidik terjerat yang mencapai 42 persen,” ujarnya.

Ditambahkanya, para guru ini terutama honorer banyak yang jadi korban pinjol pasalnya, mereka bergaya hidup konsumtif. Sementara pendapatan tidak menentu. Sehingga ketika ada tawaran pinjam online langsung tertarik.

“Mereka kebanyakan gaya hidup mewah, konsumtif dalam memenuhi keinginan bukan kebutuhan. Sehingga ingin mendapatkan dana dengan cepat dan mudah lalu larinya ke pinjol dan terjerat kepada pinjol ilegal,” katanya.

Peneliti Ekonomi Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi menyebut korban (Pinjaman Online) pinjol di Jawa Barat, mayoritas adalah guru. Sedikitnya 42 persen guru terjerat pinjol.

Acuviarta mengatakan, ada berbagai faktor penyebab masyarakat terjerat dalam pusaran pinjol. Diantaranya faktor ekonomi dan keinginan untuk memenuhi gaya hidupnya.

Khusus untuk guru, Acuviarta menjelaskan ketidakjelasan penghasilan, terutama guru honor menjadi penyebab utama. Sehingga mereka terjerat pinjol karena terdesak kebutuhan dalam budaya konsumtifnya. Terlebih saat ini.

“Keinginan tidak diimbangi dengan penghasilan yang di dapat. Ditambah gaya hidup, mungkin karena kehidupan sosial, termasuk gaya hidup konsumtif,” kata Acuviarta.

Acuviarta menjelaskan, tidak hanya kelompok guru, namun kelompok masyarakat lain, seperti korban PHK, termasuk ibu rumah tangga juga banyak menjadi korban pinjol.

“Data di Jawa Barat korban pinjol naik dari 15,23 persen, menjadi 27,6 persen. Jika dibanding Jawa Timur yang hanya 11 persen, Jawa Barat paling tinggi. Kredit macet pun di jabar naik dari 2,7 persen menjadi 3,7 persen,” katanya.

Maka dari itu, lanjut dia, perlu upaya lebih meningkatkan literasi keuangan, agar masyarakat semakin paham.

“Meminjam itu boleh, tapi harus dihitung dengan kemampuan. Lalu dimana kita akan mendapat dana pinjaman, tentunya dari lembaga resmi,” ungkapnya.***

 

Artikel ini telah dibaca 269 kali

Baca Lainnya

Dukung Konektivitas Pedesaan dan Ketahanan Iklim, Digital Access Programme Gandeng Common Room Gelar Rural ICT Camp 2024 di Sukabumi

5 Oktober 2024 - 22:29 WIB

Petronas Le Tour de Langkawi 2024: Tarozzi Menang Sprint Etape VI

5 Oktober 2024 - 06:05 WIB

Jelang 1 Tahun Gaza Berduka, Rumah Zakat Adakan Long March dan Diskusi Kemerdekaan Palestina

4 Oktober 2024 - 23:11 WIB

Darul Hikam Miliki Kurikulum Anti Bullying di Sekolah

4 Oktober 2024 - 22:44 WIB

Tingkatkan Produktivitas, Waskita Karya Terapkan Sejumlah Inovasi Teknologi Digital

4 Oktober 2024 - 22:13 WIB

Perundungan Di Madrasah Tsanawiyah Kabupaten Tasikmalaya Rekaman Videonya Tersebar, Korban Capai 20 Orang

4 Oktober 2024 - 19:48 WIB

Trending di Berita