TuguBandung – Pakar Komunikasi yang juga Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, Dr. Anter Venus menyampaikan, bahwa dalam Kasus Penghinaan yang dliontarkan @KoprofilJati (KJ) kepada Ibu Negara, Iriana Jokowi diduga ada unsur Kesengajaan.
Anter Venus, mencoba melihat kasus ini dari sisi niat pelaku. Menurutnya, “sudah ada unsur kesengajaan”.
“Dari ekspresi visual dan verbal yang dinyatakan pelaku KJ, tampak jelas bahwa pelaku memiliki intensi atau maksud yang kuat untuk mengkspresikan opininya,” ucap Venus.
“Proses membuat komentar atas foto tersebut panjang waktunya, dan membutuhkan tingkat kesadaran panjang pula, mulai dari memilih foto yang akan dikomentari, memilih kontruksi kata-kata yang tepat untuk mengekspresikan maksud pelaku, hingga menempatkan posisi kata-kata yang diekspresikan,” sambungnya.
“Dan itu semua bisa ditafsirkan secara ilmiah,” tegas Venus.
Menurutnya, pelaku memiliki cukup waktu untuk membatalkan tindakannya dengan tidak mengunggah komentar semacam itu. Tapi karena pada akhirnya diunggah ke Twitter, maka itu berarti “intensi pelaku sangat kuat.” ujar pria yang baru saja dilantik menjadi Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) periode 2022-2026.
Untuk mendapat perhatian publik secara luas, pelaku juga disebut sengaja menggunakan teknik piggy backing dengan memanfaatkan KTT G20 yang masih berlangsung saat kejadian. Teknik ini merujuk pada aktivitas menumpang pada isu atau acara yang sedang menjadi sorotan agar dapat mencuri perhatian publik.
“Jadi intensinya kuat sekali. Ini sejalan dengan salah satu prinsip komunikasi bahwa semua tindakan komunikasi selalu memiliki berbagai tingkat kesengajaan. Dan dengan argumen tersebut, jelas tindakan ini memiliki tingkat kesengajaan tinggi. Artinya, intensinya sangat kuat untuk berekspresi dengan kalimat yang diniatkan melecehkan atau menghinakan tersebut,” ungkap Venus.
Menurut Venus, dengan tidak menyebutkan nama secara spesifik yang dilakukan Akun @KoprofolilJati merupakan “salah satu trik komunikasi” untuk mengurangi kevulgaran atau ketelanjangan dari kata-kata yang digunakan.
“Biasanya trik ini digunakan untuk tameng kalau sudah terdesak bahwa dia tidak bermaksud menghina, toh dia tidak menyebut nama, misalnya. Sayangnya, maksud tersebut bukan dia yang harus menjelaskan. Tapi tafsiran publik berdasarkan tafsiran normal, bagaimana secara praktis dalam kehidupan sehari-hari objek visual dan verbal tersebut harus ditafsirkan orang,” sebut Venus.
Untuk penafsiran ini, lanjutnya, beberapa analisis teoritik dapat digunakan, mulai dari speech act analysis hingga semiotic analysis. Kalau dari speech act, bisa dilihat dari Illocutionary Act-nya atau maksud melecehkan tersebut. Maksud melecehkan ini bisa kita lihat pada bagaimana pelaku memilih kata-kata yang disandingkan dengan objek gambar. Dalam kasus dugaan penghinaan Ibu Negara, keduanya merupakan satu kesatuan yang koherens dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
“Kalimat, ‘Bi tolong ambilkan air minum’ ditujukan untuk Ibu Negara (Iriana Jokowi) yang dari segi penampilan ditafsirkan pelaku lebih mirip Asisten Rumah Tangga (ART) ketimbang Nyonya, apalagi Ibu Negara,” kata Venus.
“Dalam kesadaran publik, posisi ART memang lebih inferior atau lebih rendah dalam relasi kuasa dengan Nyonya. Itu sebabnya begitu unggahan itu muncul, reaksi publik seragam menganggap itu sebagai pelecehan yang merendahkan Ibu Negara. Jadi, unggahan gambar visual dan eskpresi verbal pelaku semata-mata untuk merendahkan, bukan untuk maksud lain seperti memuji, menghormati, berjanji, atau mengritik.”
“Secara teoritik, ini mudah sekali dibuktikan. Pelaku sudah melakukan kesalahan yang serius. Konsekuensi hukumannya juga serius. Pelaku harus minta maaf dengan tulus,” pungkas Venus.