Menu

Mode Gelap

Diskursus · 24 Mar 2023 22:50 WIB ·

Sketsa Serba-Serbi Salat Subuh (2): Belajar Demokrasi

 Jamaah melaksanakan salat berjamaah di Masjid Al Ukhuwah, Jalan Wastukancana, Kota Bandung. (Foto ilustrasi: Diskominfo Kota Bandung).* Perbesar

Jamaah melaksanakan salat berjamaah di Masjid Al Ukhuwah, Jalan Wastukancana, Kota Bandung. (Foto ilustrasi: Diskominfo Kota Bandung).*

Oleh Wina Armada Sukardi*

BAGI kaum muslim, salat subuh di masjid, tentu, pertama-tama dan yang utama, lantaran untuk menjalankan perintah Allah. Sebagai pembuktian kita benar-benar tunduk dan patuh kepada perintah Allah. Sebuah upaya untuk mencari keridaan dari Sang Pencipta.

Wina Armada Sukardi.*

Di luar hal tersebut, salat subuh juga rupanya memberikan pelajaran lain kepada kita: esensi demokrasi. Salat subuh mengingatkan kita, dalam hidup, banyak warna. Plural. Jamak. Bukan warna tunggal. Dan kita diajari agar wajib menghargai perbedaan-perbedaan itu dengan iklhas.

Islam pada hakekatnya, dimanapun dan kapanpun, cuma satu. Sumbernya sama: Al Quran dan Hadis. Semua harus berpegang dan berpdoman kepada Al Quran dan hadis. Bukan yang lain. Kendati begitu, dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai tafsir yang menyebabkan implementasinya juga dapat berbeda-beda. Sepanjang tidak menyimpang dari kerangka inti ajaran agama Islam, perbedaan itu tentu bukan hal yang tabu. Bukan sesuatu yang perlu dihadapi dengan kebencian.

Setidaknya dalam pelaksanaan salat subuh perbedaan itu terlihat jelas. Dimulai dari perbedaan “klasik“ pelaksanaan salat subuh: qunut.

Sudah jamak dalam salat subuh, ada yang memakai qunut dan ada yang tidak memakainya. Do’a Qunut adalah sebuah amalan sunah yang dibaca pada rakat kedua saat shalat subuh. Pada perbedaan soal ini, dapat terjadi jamaah yang berfaham tidak membaca qunut, salat subuh di masjid yang menerapkan qunut.

Dari pengamatan saya, ada dua sikap yang diperlihat oleh jamaah yang biasa tidak memakai qunut di masjid yang menerapkan qunut. Pertama, mereka lantaran toleransi dan menghormati jamaah di masjid itu, walaupun berfaham tidak membaca qunut, mereka ikut mengadahkan tangan dan mengikuti pembacaa qunut. Sedangkan yang kedua, karena berpandangan tidak membaca qunut merupakan bagian dari hak-hak masing-masing, mengambil sikap diam saja, dengan kedua tangan tetap di bawah. Setelah masuk sujud, mereka kembali bergabung.

Buat yang biasa memakai qunut pun masih terbagi dua. Ada yang biasa memakai bacaan qunut pendek, lima kalimat, namun ada juga yang memakai bacaan qunut panjang. Umumnya apabila yang biasa menerapkan bacaan qunut pendek, kalau kebetulan berada di masjid yang menerapkan qunut dengan bacaan panjang, mereka ikut dalam jamaah dengan bacaan qunut panjang, Sebaliknya juga begitu. Mereka yang biasa melakukan qunut panjang, salat di masjid yang memakai qunut pendek, juga ikut saja.

Disini salat subuh sudah mengajarkan kita untuk belajar memahami adanya perbedaaan dan toleransi terhadap adanya perbedaan itu. Sejak salat subuh kita sudah dididik perbedaan merupakan sesuatu yang wajar. Sesuatu yang biasa saja. Kita pun diajarkan untuk toleransi terhadap perbedaan itu. Bukan menjadikan sumber permusuhan.

Selain soal qunut, dari pengalaman saya, masih ada perbedaan-perbedaan lain dalam salat subuh. Ada yang setelah salat subuh lantas zikir, dilanjutkan dengan membaca doa bersama. Zikir dan doa bersama dipimpin iman dan jemaat tinggal “mengaminkan” saja. Barulah sehabis doa bersama salat subuh selesai.

Tak semua jamaah sepaham setelah zikir ada doa bersama. Sebagian jamaah berpandangan, sesudah salat wajib tak ada lagi kewajiban melafalkan doa bersama. Jadi, mereka tidak ikut doa bersama. Mereka dapat langsung pulang, atau mereka masing-masing melanjutkan doa sendiri-sendiri saja.

Selesai salat pun masih tetap ada perbedaan. Sebagian jamaah selesai salat saling bersalaman dengan satu dua atau tiga jamaah di sisi kanan kirinya. Sebagian besar jamaah memandang “tradisi” salaman ini bagian dari silaturahmi dan merupakan hubungan antara manusia.

Kendati begitu, jangan kaget, ketika kita mengulurkan tangan untuk bersalaman, ada jamaah yang tidak berkenan alias menolak bersalaman. Kalau pun mereka mau juga bersalaman, lebih karena keterpaksaan saja. Bagi mereka tidak ada ketentuannya setelah salat harus bersalaman. Jadi usai salat mereka menganggap tidak perlu ada proses bersalam-salaman.

Sepanjang pengamatan saya, perbedaan-perbedaan dalam pelaksanaan salat subuh dan segera setelahnya, dipandang sebagai perbedaan biasa yang masih dalam batas-batas ruang lingkup ajaran agama. Bukan sesuatu yang aneh. Bukan sesuatu yang sesat. Oleh lantaran itu, jamaah salat subuh saling memahami, menghormati dan bertoleransi. Hubungan sosialnya pun tetap harmonis. Dalam hal ini tidak ada yang merasa lebih hebat dari yang lain. Tidak ada yang saling menuding dan menyalah-nyalahkan. Apalagi sampai mengkafir-kafirkan satu dengan lain.

Di luar niat kita salat subuh sebagai pelaksana bakti kita kepada Sang Yang Maha Esa Tuhan Semesta Alam, salat subuh rupanya juga memberikan pembelajaran mengenai perlunya menerapkan esensi demokrasi. Hidup perlu menghargai perbedaan.

Kita diingatkan, jangankan dengan umat lain, sesama muslim saja walaupun sumber sama-sama Al Quran dan hadis, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa perbedaan. Apalagi dengan yang jelas-jelas berbeda agama. Sudah pasti mengandung perbedaan-perbedaan mendasar.

Kita sejak salat subuh mula sudah dajarkan dan dibiasakan untuk menghadapi pelbagai perbedaan. Kita sudah dikondisikan perbedaan bukanlah berarti permusuhan. Kita sudah biasakan untuk saling menghormati. Saling toleransi.

Betapa hebatnya salat subuh di masjid. Tabik.***

*Penulis adalah wartawan dan advokat senior, dan anggota Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhamadiyah. Tulisan ini merupakan reportase dan opini pribadi dan tidak mewakili organisasi.

Artikel ini telah dibaca 84 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Kenaikan Gaji Guru Non-ASN dan ASN; Menjadi Cambuk Guru Guna Mencetak Generasi Emas

1 Desember 2024 - 07:09 WIB

Detik-Detik Publik Memilih

25 November 2024 - 06:09 WIB

Kualitas Debat Pilkada 2024

15 November 2024 - 08:11 WIB

Stroke dan Penyebabnya, Bisakah Kita Hindari?

1 November 2024 - 09:14 WIB

Pentingnya Konsultasi pada Dokter di Saat Hamil, Ini Alasannya!

1 November 2024 - 03:54 WIB

Mandatori Seputar Pansus Haji 2024

16 Juli 2024 - 18:00 WIB

Trending di Diskursus