SETELAH kasus besar Irjen Pol. Ferdy Sambo, kini terjadi lagi peristiwa besar di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Jumat kemarin, 14 Oktober 2022, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo resmi mengungkap penangkapan terhadap Irjen Pol. Teddy Minahasa. Perwira tinggi ini sebelumnya menjabat Kapolda Sumatera Barat dan sedianya akan menjadi Kapolda Jawa Timur. Teddy Minahasa ditangkap karena terlibat jual beli narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya).
Teddy Minahasa lahir pada 23 November 1970 di Minahasa, Sulawesi Utara. Dia adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1993. Dalam perjalanan kariernya, Irjen Teddy memiliki banyak pengalaman di bidang lalu lintas. Pada 2014, dia pernah menjadi ajudan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla. Teddy pernah menjadi Kapolda Banten (2018) dan Wakapolda Lampung (2018).
Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Teddy Minahasa memiliki harta lebih dari Rp 29 miliar. Dia melaporkan harta kekayaannya ke KPK pada 26 Maret 2022 dalam posisi sebagai Kapolda Sumbar. Dalam LHKPN itu, total harta kekayaan Teddy hampir Rp 30 miliar (Rp 29.972.417.203). Dari total kekayaannya itu, Rp 25 miliar lebih merupakan tanah dan bangunan di sejumlah daerah di Indonesia. (detikcom, Jumat, 14/10/2022)
Teddy Minahasa yang disebut-sebut menjadi polisi terkaya di Indonesia itu ditangkap oleh Propam Polri dan terancam pemecatan sebagai polisi. Kasus ini awalnya diungkap Polda Metro Jaya yang menangkap 3 orang sipil terkait kasus narkoba di Sumatera Barat. Polda Metro Jaya lalu mengembangkan kasus.
Kemudian didapatkan keterlibatan oknum polisi berpangkat bripka terkait kasus ini. Kemudian ditemukan lagi ada oknum kapolsek berpangkat kompol dan oknum polisi berpangkat AKBP yang merupakan mantan Kapolres Bukittinggi yang terlibat.
Sambil menunggu kelanjutan kasus kakap ini, mari kita coba ungkap seberapa jauh bisnis narkoba di negara tercinta ini. Juga sejauh mana peredaran narkoba telah, sedang, dan akan terus membahayakan masyarakat luas terutama generasi muda Indonesia.
Menjadi ancaman nyata
Kementerian Pertahanan RI secara resmi pernah membahas bahaya narkoba dalam acara penyuluhan hukum. Saat itu sambutan Sekretaris Jenderal Kemhan, Marsdya TNI Hadiyan Sumintaatmadja, dibacakan Kepala Biro Hukum Setjen Kemhan, Marsma TNI Bambang Eko, SH, MH, Rabu (18/4/2018) di Kantor Kemhan, Jakarta. (www.kemhan.go.id)
Marsdya Hadiyan mengajak menyadari bahwa masalah penyalahgunaan narkotika adalah suatu problema yang sangat kompleks. Perlu adanya dukungan dari semua pihak agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Semuanya sangat bergantung pada partisipasi semua pihak baik aparat keamaman, keluarga, lingkungan tempat tinggal, instansi sekolah terutama pemerintah, termasuk di Kementerian Pertahanan. “Ini salah satu alasan mengapa narkotika menjadi ancaman nyata bagi bangsa Indonesia,” tegasnya.
Kemhan sangat mengapresiasi kegiatan penyuluhan hukum dan dibuatnya UU tentang Narkotika. Hal itu untuk memberikan ilmu pengetahuan dan kepentingan kesehatan kepada para pegawai di lingkungan Kemhan tentang segala bentuk kegiatan atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika serta bagaimana penanganannya, yang grafiknya terus meningkat dari waktu ke waktu.
“Apabila tidak kita perangi maka akan merusak sumber daya manusia Indonesia yang tentunya sangat merugikan pembangunan karakter bangsa,” ungkap Sekjen.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman yang dapat menyebabkan penurunan/perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Oleh karenanya, narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana yang disepakati akan merusak ketahanan nasional dan pertahanan negara.
Sekjen berharap agar para pegawai Kemhan semakin sadar akan bahaya nyata narkotika bagi pribadi, keluarga dan lingkungan. Setiap orang dapat terjerat dalam lingkungan narkotika. “jangan sekali-kali menyentuh narkotika karena hukuman berat bahkan dipecat akan dijatuhkan kepada pegawai Kemhan yang terlibat narkotika,” tegas Sekjen Kemhan.
Bisnis narkoba sangat mengkhawatirkan
Penyuluh Narkoba Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Kepulauan Riau, Ratih Frayunita Sari, SIKom, MA, mengakui bahwa peredaran narkoba di Indonesia berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan. Maraknya peredaran ini sudah merambah ke remaja-remaja yang menjadi penerus generasi bangsa.
Bukan hanya target sasaran yang meluas, tetapi status Indonesia pun kini sudah menjadi sasaran peredaran narkoba internasional. Indonesia menjadi target sasaran internasional dikarenakan Indonesia mempunyai pangsa pasar yang banyak dan harga jualnya yang mahal. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih maraknya kasus penyelundupan yang dilakukan oleh warga negara asing melalui jalur penerbangan internasional ataupun jalur pelayaran. (kepri.bnn.go.id, 12/10/2021)
Ratih Frayunita menjelaskan, narkoba telah menjadi masalah serius bagi bangsa ini karena tanpa pandang bulu menggerogoti siapa saja. Mulai dari pejabat, selebritis, pekerja kantoran, bahkan ibu rumah tangga tak luput dari jeratan narkoba.
Dari sisi usia, narkoba juga tak pernah memilih korbannya, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Indonesia telah menjadi surga peredaran gelap narkoba, sehingga bisnis ini menjadi menggiurkan dewasa ini. Sebagai informasi, Indonesia menempati urutan ketiga sebagai pasar narkoba terbesar di dunia.
Bisnis narkoba menjadi mudah karena didukung juga oleh canggihnya kemajuan teknologi komunikasi dan teknologi transportasi. Transaksi dapat dilakukan melalui media internet yang berkedok paket, sehingga penjual dan pembeli tidak perlu melakukan tatap muka yang punya risiko lebih mudah diketahui oleh kepolisian.
Selain itu, narkoba yang diselundupkan pun dikemas dengan berbagai macam cara agar dapat mengelabuhi petugas keamanan. Alasan kuat yang menjadikan Indonesia mengalami krisis peredaran narkoba adalah pada kenyataannya: 60-70 persen narkotika yang beredar di Indonesia berasal dari luar negeri; dan hanya 30-40 persen narkotika asal lokal utamanya ganja. Indonesia memang telah kehilangan batas di mana memudahkan negara luar untuk mengekspor obat-obatan terlarang tersebut.
Omzet puluhan triliun
Omzet bisnis narkoba ini memang menggiurkan. Tahun 2013 lalu Deputi Hukum dan Kerja Sama BNN, Bali Moniaga, mengungkapkan nilai transaksi bisnis narkotika di Indonesia mencapai Rp 40 triliun per tahun. (Tribunnews.com, Kamis, 16/5/2013)
Angka tersebut menandakan bahwa Indonesia merupakan pangsa pasar narkotika yang menggiurkan di Asia. Dengan nilai transaksi bisnis narkoba sebesar itu, Indonesia menjadi negara paling rawan penyelundupan narkotika. “Dengan nilai transaksi sebesar itu, sebagian besar uangnya justru lari ke luar negeri,” kata Bali.
Tiga tahun kemudian atau pada 2016, angka Rp 40 triliun sudah melonjak menjadi hampir dua kali lipat. Menurut Deputi Bidang Pemberantasan BNN, Inspektur Jenderal Arman Depari, negara mengalami kerugian triliunan rupiah akibat transaksi narkotika di luar negeri setiap tahun.
Arman mengungkapkan pihaknya telah mengidentifikasi ada sekitar 72 jaringan narkotika di Indonesia. “Nah, kalau ada 72 jaringan yang beroperasi aktif di Indonesia kemudian mereka menghasilkan masing-masing Rp 1 triliun saja setiap tahunnya, maka mereka akan menghasilkan Rp 72 triliun per tahun,” katanya dalam konferensi pers di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur, Jumat (19/8/2016). (Bisnis.com, 20/8/2016)
Arman mengatakan, asumsi tersebut sesuai dengan hasil pengkajian yang dilakukan olehnya bersama dengan pihak Universitas Indonesia. “Berdasarkan hasil kajian, kerugian ekonomi di Indonesia akibat belanja narkoba yang dilakukan oleh bandar narkoba rata-rata Rp 73 triliun,” katanya. (Widodo Asmowiyoto, Dewan Redaksi TuguBandung.id)***