Menu

Mode Gelap

Diskursus · 19 Okt 2022 19:09 WIB ·

Presidential Threshold Tidak Sesuai Semangat Kehidupan Bernegara Kita

 Dr. Endang Samsul Arifin, S.H.I, M.Ag. (Foto: Istimewa).* Perbesar

Dr. Endang Samsul Arifin, S.H.I, M.Ag. (Foto: Istimewa).*

Wawancara Khusus dengan Ketua Umum DPP FORSILADI, Dr. Endang Samsul Arifin, S.H.I, M.Ag

Pengantar Redaksi:

SABTU, 10 September 2022 lalu berlangsung pelantikan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Forum Silaturahmi Doktor Indonesia (FORSILADI) Provinsi Jawa Barat di Aula Timur Gedung Sate, Kota Bandung. Dijembatani Ketua FORSILADI Jabar, Dr. Imam Jahrudin Priyanto, M.Hum, Selasa 18 Oktober 2022 lalu TuguBandung.id berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Ketua Umum DPP FORSILADI, Dr. Endang Samsul Arifin, S.H.I, M.Ag. Hasil liputan diturunkan dalam format tanya jawab seutuhnya sebagai berikut. Semoga bermanfaat.

Tanya: Apa latar belakang pendirian FORSILADI?

Jawab: Latar belakang berdirinya FORSILADI (Forum Silaturahmi Doktor Indonesia) adalah berawal dari adanya keinginan dan aspirasi kolektif para doktor lintas keilmuan dan lintas profesi dari berbagai provinsi di Indonesia untuk membentuk sebuah wadah kerja sama dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Tanya: Bagaimana respons kalangan Doktor di Tanah Air? Hingga saat ini sudah berdiri di berapa provinsi (DPW)?

Jawab: Berdirinya FORSILADI (Forum Silaturahmi Doktor Indonesia) mendapatkan sambutan yang sangat positif dari rekan-rekan doktor di berbagai provinsi. Hal ini terbukti dengan banyaknya aspirasi dan pengajuan dari berbagai provinsi untuk membentuk kepengurusan FORSILADI di tingkat provinsinya masing masing. Dalam kurun waktu sekitar 20 bulan sejak didirikan, sudah ada Dewan Pengurus Pusat (DPP) di tingkat nasional dan sekitar 15 Dewan Pengurus Wilayah (DPW) di tingkat provinsi dan itu pun masih akan terus bertambah karena hingga saat ini masih terdapat sejumlah provinsi lainnya yang masih dalam tahap pembentukan kepengurusan.

Setelah terbentuk kepengurusannya maka kemudian di-SK-kan dan dilantik oleh Dewan Pengurus Pusat (DPP). Misalnya saja yang terakhir dilantik di bulan September 2022 yang lalu adalah Dewan Pengurus Wilayah (DPW) FORSILADI Provinsi Jawa Barat dengan Ketuanya yaitu Dr. Imam Jahrudin Priyanto, Drs., M.Hum.

Acara pelantikan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Forsiladi Provinsi Jawa Barat periode 2022-2027 di Aula Timur Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (10/9/2022). (Foto: Dok. Forsiladi Jabar).*

Tanya: Disiplin ilmu mereka apa saja? Sejauh mana “menyamakan persepsi” dalam menghadapi problem aktual kehidupan masyarakat dan berbangsa?

Jawab: FORSILADI adalah badan hukum perkumpulan para doktor lintas keilmuan dan lintas profesi sehingga di dalamnya terdiri dari berbagai disiplin ilmu. Hampir seluruh disiplin ilmu sudah ada perwakilannya di FORSILADI. Bagi kami, hal tersebut adalah aset dan potensi sangat berharga yang dimiliki oleh organisasi dalam rangka membangun sinergi dan kolaborasi.

Dalam menghadapi berbagai problem aktual kehidupan berbangsa dan bernegara, tentunya kami sebagai komunitas para ilmuwan terbiasa memberikan respons awal dengan melakukan kajian atau diskusi yang bersifat akademik dan ilmiah. Dengan cara tersebut biasanya terbangunlah kesepahaman dan kesamaan persepsi dalam memandang suatu permasalahan bangsa sehingga kemudian pada akhirnya kami dapat memberikan sejumlah rekomendasi kepada para pihak terkait seperti kepada Pemerintah, DPR RI dan kepada pihak terkait lainnya.

Tanya: Apa program utama atau program unggulan DPP FORSILADI? Apakah DPW FORSILADI boleh punya program unggulan yang berbeda dengan DPP FORSILADI?

Jawab: Program kerja yang dicanangkan oleh FORSILADI di seluruh jenjang kepengurusan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat provinsi, tentunya merupakan perwujudan konkret dari visi dan misi yang dimiliki oleh FORSILADI. Program kerja tersebut secara operasional dijalankan oleh para pengurus yang tergabung dalam sejumlah Departemen tertentu. Misalnya saja di Dewan Pengurus Pusat (DPP) terdapat Departemen Riset dan Publikasi Ilmiah, Departemen Hukum, Advokasi dan HAM, Departemen Sosial dan Keagamaan, Departemen Ekonomi dan Kewirausahaan, Departemen Luar Negeri dan Hubungan Internasional, Departemen Pembinaan dan Pengembangan Organisasi. Semuanya memiliki program unggulan tertentu sesuai dengan bidangnya masing masing.

Adapun program kerja yang ada di Dewan Pengurus Wilayah (DPW) tingkat provinsi, secara prinsip tidak jauh berbeda. Sama-sama merupakan perwujudan konkret dari visi dan misi FORSILADI. Namun pastinya pihak Dewan Pengurus Wilayah (DPW) juga diberikan kebebasan sepenuhnya untuk melakukan kreasi, inovasi maupun modifikasi dalam hal penentuan program kerja, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi objektif provinsi masing-masing karena kebutuhan dan kondisi objektif setiap provinsi tentunya tidaklah sama.  Itulah sebabnya antara Dewan Pengurus Wilayah (DPW) di satu provinsi dengan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) di provinsi lainnya sangat mungkin adanya penamaan atau nomenklatur departemen yang tidak sama dalam kepengurusannya sehingga program kerjanya pun pasti tidak akan sama.

Tanya: Menurut Bapak, apakah perjalanan kemerdekaan Indonesia yang sudah berumur 77 tahun ini sudah sesuai dengan keinginan para pendiri negara atau sesuai konstitusi, UUD 1945?

Jawab: Perjalanan kemerdekaan Indonesia hingga saat ini tentunya masih belum maksimal dalam hal pencapaian di berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Di dalamnya masih sangat banyak catatan evaluasi yang harus menjadi kepedulian kita bersama agar bangsa kita ke depannya bisa lebih baik lagi. Misalnya saja pada sektor perekonomian, bangsa kita masih jauh dari kesejahteraan, angka kemiskinan yang masih tinggi, ditambah dengan bertumpuknya hutang yang tentu saja akan menjadi beban kita bersama sebagai bangsa. Pada sektor penegakan hukum, bangsa kita masih memiliki PR banyaknya kasus hukum, kasus pelanggaran HAM dan kasus sejenisnya yang belum terselesaikan  dengan baik dan sesuai harapan. Pada sektor sosial politik, bangsa kita masih sangat rawan dengan potensi konflik di antara sesama anak bangsa. Demikian juga dalam sejumlah sektor kehidupan yang lainnya. Masih jauh dari kata ideal jika dilihat dari perspektif tujuan awal dan keinginan para pendiri bangsa dan negara. Termasuk belum ideal dalam perspektif amanat konstitusi yaitu amanat UUD 1945.

Tanya: Sudah sejauh mana pencapaian upaya pencerdasan rakyat Indonesia seperti yang dicita-citakan konstitusi?

Jawab: Dalam konteks menjalankan amanat Undang Undang Dasar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, nampaknya harus kita akui bersama bahwa hal tersebut belum berjalan secara maksimal sesuai harapan. Masih sangat banyak anak-anak yang tidak mampu atau yang berada di daerah pedalaman di berbagai pelosok negeri yang masih kesulitan dalam hal akses untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi mereka. Hal tersebut seharusnya tidak perlu terjadi jika kita konsisten menjalankan amanat Undang Undang Dasar untuk mengalokasikan 20 persen dari APBN dan APBD kita untuk pendidikan. Selain itu, kualitas pendidikan kita pun masih jauh dari harapan. Sering bergantinya kurikulum pendidikan dan bergantinya kebijakan hanya karena pergantian pemegang otoritas di tingkat nasional, seringkali justru memberikan kesan tidak adanya arah yang pasti dalam hal target pendidikan nasional. RUU Sisdiknas misalnya, terkesan sebagai ajang uji coba pengubahan regulasi dan kebijakan saja. Tanpa didasari konsep dan formulasi yang kokoh sehingga menimbulkan penolakan dari sejumlah pihak terkait. Sekelumit contoh tersebut merupakan bentuk dari masih lemahnya upaya kita dalam mewujudkan amanat konstitusi yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dr. Endang Samsul Arifin, S.H.I, M.Ag (baris depan, ke-3 dari kiri) bersama jajaran pengurus DPW Forsiladi Provinsi Jawa Barat (Foto: Dok. Forsiladi Jabar).*

Tanya: Apakah FORSILADI melihat adanya kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin di Indonesia ini? Bagaimana cara yang ideal untuk mempersempit atau bahkan menghilangkan kesenjangan itu?

Jawab: Betul. Kesenjangan tersebut sangat terlihat secara jelas. Kesenjangan antara penduduk yang kaya dengan penduduk yang miskin. Hal tersebut nampaknya disebabkan oleh sejumlah persoalan sistemik yang secara garis besar belumlah berpihak secara maksimal kepada rakyat kecil. Hal ini tentunya merupakan PR kita bersama sebagai sebuah bangsa untuk dapat mewujudkan pemerataan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Untuk mengatasi masalah kesenjangan tersebut dapat dilakukan sejumlah solusi yang konstruktif secara berkesinambungan. Misalnya adalah dengan cara meminimalkan biaya pendidikan dan biaya kesehatan, menciptakan lapangan kerja baru yang lebih banyak, memberantas korupsi secara maksimal, memberikan kemudahan akses permodalan usaha bagi rakyat dan lain sebagainya.

Tanya: Bagaimana FORSILADI mendengar sindiran rakyat bahwa penegakan hukum di negara kita ini tajam ke bawah dan tumpul ke atas?

Jawab: Hal tersebut memang  merupakan fakta yang harus kita akui bersama, bahwa penegakan hukum di negara kita masih belum sesuai harapan. Ketika berurusan dengan rakyat kecil maka hukum begitu mudah ditegakkan, namun ketika berurusan dengan orang-orang besar seperti pejabat tinggi atau pengusaha-pengusaha besar, seolah hukum sangat sulit ditegakkan. Dalam hal ini kami melihat bahwa diperlukan adanya semacam reformasi sistem hukum secara menyeluruh. Mulai dari prosedur dan akses yang lebih mudah bagi rakyat kecil untuk memperoleh keadilan dan kepastian hukum hingga proses rekrutmen para penegak hukum yang harus lebih selektif sehingga para calon penegak hukum yang bisa lolos seleksi hanyalah yang sudah benar-benar teruji secara moral, secara intelektual dan benar-benar memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadai dalam bidang penegakan hukum.

Tanya: Sejauhmana Bapak menilai munculnya kasus-kasus besar di tubuh Polri  belakangan ini? Reformasi Polri seperti apa menurut penilaian DPP FORSILADI?

Jawab: Munculnya kasus-kasus besar di tubuh POLRI belakangan ini merupakan akumulasi dari buruknya sistem kelembagaan dan sistem pengawasan yang ada dalam tubuh POLRI. Hal tersebut menyebabkan begitu mudahnya terjadi berbagai penyimpangan. Oleh karena itulah maka ke depan diperlukan adanya semacam Reformasi secara komprehensif dan berkesinambungan dalam tubuh POLRI.

Reformasi POLRI yang harus dilakukan adalah menyangkut tiga aspek yaitu aspek institusional, aspek instrumental dan aspek kultural. Contoh reformasi tersebut misalnya adalah menyangkut sistem pengawasan terhadap POLRI, baik pengawasan internal maupun pengawasan eksternal. Kemudian diperlukan adanya perumusan ulang terkait profil anggota POLRI seperti apa yang paling ideal, diperlukan pula peningkatan kemampuan kerja dan peningkatan kapasitas intelektual para anggota POLRI. Prinsipnya, reformasi tersebut harus benar-benar berdasarkan pada permasalahan nyata yang ada dalam tubuh kepolisian. Jangan sampai Reformasi POLRI tersebut hanya bertujuan untuk memperbaiki persepsi publik saja, karena jika hanya bertujuan untuk memperbaiki persepsi publik maka hal itu hanya akan menjadi semacam pencitraan saja.

Tanya: Bagaimana Bapak melihat keinginan sebagian rakyat agar presidential threshold diturunkan dari angka 20 persen tetapi ternyata Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkannya?  

Jawab: Dalam pandangan kami, Presidential Threshold tersebut seharusnya tidak boleh ada karena hal tersebut tidak sesuai dengan semangat demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika kita membaca semangat yang terkandung dalam Undang Undang Dasar tentang hal tersebut dapat kita pahami bahwa pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden adalah diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik peserta pemilu. Untuk menjadi peserta pemilu dalam praktiknya sangat tidak mudah karena harus dapat melalui sejumlah tahapan verifikasi, dari mulai verifikasi administrasi hingga verifikasi faktual. Sehingga ketika sudah lolos sebagai Peserta Pemilu seharusnya Partai Partai tersebut memiliki hak yang sama dan sejajar untuk dapat mengusung Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden sebagaimana semangat yang terkandung dalam Undang Undang Dasar.

Adapun terkait Mahkamah Konstitusi (MK) yang berulangkali menolak permohonan uji materi pasal tentang Presidential Threshold tersebut, dalam pandangan kami seharusnya MK bisa bersikap lebih terbuka dan lebih objektif. Mahkamah Konstitusi seharusnya bisa membaca semangat dari norma hukum yang terkandung dalam Undang Undang Dasar. Selama ini Mahkamah Konstitusi hanya menolak permohonan uji materi Presidential Threshold tersebut dengan dua bentuk argumentasi saja yaitu argumentasi legal standing dan argumentasi open legal policy. Menurut kami, hal tersebut tidaklah tepat. Hanya memberikan kesan seolah MK melemparkan masalahnya kepada pihak Pemerintah dan DPR saja sebagai pembentuk Undang Undang. (Wid)***

Artikel ini telah dibaca 233 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Gubernur Jabar Pilihan Rakyat

3 Desember 2024 - 15:45 WIB

Mewujudkan Indonesia Emas 2045: Kemandirian Ekonomi Berbasis SDM Tangguh dan Pemanfaatan SDA

3 Desember 2024 - 10:18 WIB

Kenaikan Gaji Guru Non-ASN dan ASN; Menjadi Cambuk Guru Guna Mencetak Generasi Emas

1 Desember 2024 - 07:09 WIB

Detik-Detik Publik Memilih

25 November 2024 - 06:09 WIB

Kualitas Debat Pilkada 2024

15 November 2024 - 08:11 WIB

Stroke dan Penyebabnya, Bisakah Kita Hindari?

1 November 2024 - 09:14 WIB

Trending di Diskursus