Oleh Widodo Asmowiyoto*
SEBAGAI musafir, rasanya tidak sia-sia jika kita bisa mampir di Masjid Agung Tuban, sebuah kabupaten di pantai utara Provinsi Jawa Timur. Di sana kita beristirahat, sekalian menunaikan salat fardu atau sunah. Sekaligus untuk mengetahui potensi dan sejarah panjang daerah yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah ini.
Tuban ternyata menyandang banyak julukan: Kota Wali, Bumi Ronggolawe, Kota Seribu Gua, Kota Tuak, Kota Koes Plus. Sebagai kota wali menunjukkan bahwa Tuban mencatat peran penting dalam penyebaran agama Islam oleh wali songo. Seiring dengan itu keberadaan Masjid Agung Tuban memiliki sejarah yang panjang.
Dalam sejarah perkembangan agama Islam itu Tuban malah disebut memiliki peran yang signifikan di tanah air. Tuban juga merupakan kabupaten pertama pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit yang dipimpin bupati beragama Islam.
Adapun Masjid Agung Tuban didirikan pada abad ke-15 oleh Bupati Tuban pertama yang memeluk agama Islam itu, yakni Adipati Raden Ario Tedjo (Bupati Tuban ke-7). Lokasi masjid juga sangat strategis karena berada di sebelah barat alun-alun dan tidak jauh dari kompleks makam Sunan Bonang (salah satu wali songo).
Sebelum mencapai bentuk megah seperti yang terlihat sekarang ini, Masjid Agung Tuban telah beberapa kali dipugar. Tahun 1894 dilakukan perombakan pertama –pada masa pemerintahan Raden Toemenggoeng Koesoemodiko (Bupati ke-35 Tuban)– dengan menggunakan jasa arsitek Belanda, B.O.W.H.M. Toxopeus. Renovasi berikutnya pada 1985 bertujuan memperluas bangunan masjid. Pemugaran terakhir dilakukan pada 2004. (amasjid.islamic-center.or.id)
Pada renovasi terakhir dilakukan beberapa perubahan yang signifikan, seperti penambahan lantai dari satu menjadi tiga lantai. Juga pembangunan sayap kanan dan kiri bangunan, pembangunan enam menara, dan sebagainya. Hasilnya, Masjid Agung Tuban menjadi sangat megah seperti yang bisa disaksikan saat ini.
Tampilan luar bangunan masjid mengingatkan pada Masjid Imam di Kota Isfahan, Iran. Pengaruh ini juga yang menjadikan Masjid Agung Tuban tampak memancarkan pesona 1.001 malam dengan permainan warna, terutama pada malam hari.
Bagian dalam masjid juga banyak menggunakan pola lengkungan untuk menghubungkan tiang penyangga sehingga menghasilkan pola ruang dengan kolom-kolom, sepertinya terinspirasi dari ruang dalam Masjid Cordoba, Spanyol.
Gaya khas arsitektur Nusantara dapat ditemui pada pintu dan mimbar yang terbuat dari kayu dengan ornamen ukiran khas Jawa. Di sayap mihrab terdapat tangga dari bahan kuningan mencirikan gaya khas ornamen Jawa Klasik.
Selain pola arsitekturnya, Masjid Agung Tuban seluas 3.565 meter persegi ini memiliki keistimewaan lain. Sekitar sepuluh meter dari masjid, berdiri Museum Kembang Putih yang menyimpan berbagai berkas bersejarah seperti kitab Al-Quran kuno terbuat dari kulit, keramik China, pusaka, sarkfagus, dan sebagainya.
Masjid Agung Tuban, yang awalnya bernama Masjid Jami, kini tak sekadar berdiri megah, namun sekaligus menjadi simbol semangat religius masyarakat Tuban.
Bumi Roggolawe
Tentu saja pembaca bertanya mengapa Tuban juga dijuluki Bumi Ronggolawe? Menurut sejarah, Ronggolawe atau Ranggalawe merupakan salah satu pengikut setia Raden Wijaya yang ikut merintis pendirian Kerajaan Majapahit pada 1293 Masehi, selain beberapa tokoh penting lainnya seperti Arya Wiraraja, Nambi, Kebo (Mahisa) Anabarang, juga Lembu Sora.
Ronggolawe adalah salah satu putra Arya Wiraraja, Bupati Songeneb (Sumenep) di Pulau Madura. Selain itu, Ronggolawe juga berkerabat dengan Lembu Sora yang tidak lain adalah pamannya. Tiga orang yang terkait jalinan keluarga ini mengabdi di Majapahit sejak era raja pertama, Raden Wijaya atau Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309). (M. Farid Zulfialdi, Menelusuri Sejarah Peran dari Longgolawe di Kabupaten Tuban, kompasiana, 1/2/2022)
Tak lama setelah Majapahit berdiri, tepatnya tanggal 12 November 1293, Raden Wijaya menunjuk Ronggolawe sebagai Adipati Tuban, wilayah taklukan Majapahit di pesisir pantai utara. Namun, keputusan raja tersebut tidak memuaskan Ronggolawe. Ia merasa seharusnya mendapatkan posisi yang lebih baik.
Kekesalan Ronggolawe memuncak lantaran Raden Wijaya mengangkat Nambi sebagai rakryan patih atau perdana menteri. Rakryan patih adalah jabatan paling tinggi dalam struktur pemerintahan Kerajaan Majapahit di bawah raja.
Menurut Ronggolawe, jabatan rakryan patih lebih pantas disandang oleh Lembu Sora, pamannya. Lembu Sora bagi Ronggolawe jauh lebih berjasa daripada Nambi dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit. Namun, Lembu Sora ternyata memilih patuh atas kebijakan raja. Ia juga menasihati Ronggolawe agar memohon maaf kepada Raden Wijaya. Akan tetapi Ronggolawe tidak mau dan memilih kembali ke Tuban.
Ronggolawe adalah seorang yang berjasa atas berdirinya Kerajaan Majapahit. Atas jasanya tersebut Ronggolawe diberi hadiah berupa wilayah kekuasaan di Tuban –kini sebuah kabupaten dengan luas wilayah 1.904,70 kilometer pergsegi dengan panjang pantai 65 km.
Adapun tentang julukan lain, sebagai Kota Seribu Gua, karena Tuban yang berpenduduk sekitar 1,2 juta jiwa ini memiliki banyak gua karena faktor geografis Tuban yang berada di rangkaian Pegunungan Kapur Utara. (dprd-tuban.go.id)
Tuban sebagai Kota Tuak, karena Tuban merupakan habitat bagi pohon siwalan yang dapat memproduksi air nira (legen). Legen yang difermentasi akan menjadi tuak dan mengandung alkohol cukup tinggi. Tuak dipercaya berkhasiat menyembuhkan penyakit kencing batu.
Julukan sebagai Kota Koes Plus, karena Tuban merupakan kota asal grup musik legendaris Koes Bersaudara yang kemudian menjadi Koes Plus. Ada lagi sebutan untuk Tuban yakni The Mid-East of Java. Hal itu terkait dengan letak geografis Tuban yang berada di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ada juga versi yang menyebutkan istilah Mid-East karena Tuban adalah kota yang bernuansa Islami.
Tuban terkenal sebagai Kota atau Bumi Wali. Slogan itu pantas disematkan kepada Tuban karena daerah ini merupakan salah satu tempat berkumpulnya wali songo. Hal itu terlihat dari banyaknya makam wali yang berada di Tuban, seperti Sunan Bonang, Syaikh Maulana Ibrahim Asmaraqandi, Sunan Bejagung, Syaikh Ahmad Kholil, dan sebagainya. Sunan Kalijaga merupakan salah satu anggota Wali Songo yang berasal dari Tuban, yakni putra Adipati Tuban ke-8 Raden Haryo Tumenggung Wilatikta. ***
*Penulis Dewan Redaksi TuguBandung.id