KOTA BANDUNG (TUGUBANDUNG.ID) -Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung bukan saja tempat untuk mengejar pengetahuan akademis. Namun SBM ITB ingin menjadi sekolah bisnis yang aktif berperan mewujudkan prinsip ekonomi berkelanjutan di Indonesia.
Gagasan itu ditekankan oleh Ketua Principles for Responsible Management Education (PRME) SBM ITB Melia Famiola Hariadi, Ph.D dalam perayaan ulang tahun SBM ITB ke-19 di Auditorium Freeport, SBM ITB, Bandung, Jumat (6/1/2023). SBM ITB harus memainkan peran tersebut berkaitan dengan statusnya yang telah terakreditasi oleh Association to Advance Collegiate Schools of Business (AACSB).
AACSB mensyaratkan sekolah yang telah diakreditasi untuk meningkatkan peran dalam membangun masyarakat yang menghasilkan ekonomi berkelanjutan. Prinsip ekonomi berkelanjutan diperlukan mengingat semakin banyaknya tantangan yang dihadapi, seperti perubahan iklim, sumber daya yang terbatas, dan kesenjangan sosial.
“Ekonomi berkelanjutan mengharuskan kita menata ulang definisi sumber daya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi baru. Termasuk, membangun industri baru yaitu industri energi terbarukan dan industri energi daur ulang,” ujar Melia Hariadi.
SBM ITB berupaya meningkatkan perannya dalam ekonomi global dengan fokus pada penerapan ESG dalam ekosistem bisnis di Indonesia. SBM ITB ingin memperkuat nilai-nilai pendidikan yang menonjolkan tiga pilar kemanusiaan, yaitu kewirausahaan, kepemimpinan, dan teknologi.
Melia percaya, ekonomi yang berkelanjutan membutuhkan pendekatan multidisiplin dengan dengan tujuan yang sama, yaitu menjadikan ekonomi Indonesia mampu tumbuh secara berkelanjutan. Karena karakteristik dari pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity), maka pola pikir keterbukaan, integrasi, dan kolaborasi menjadi sangat penting.
Melia mendorong para pemangku kepentingan ITB untuk bekerja sama dan terlibat dalam isu-isu ESG. Dengan harapan, ITB akan menjadi model ekonomi untuk Indonesia berkelanjutan pada tahun 2025. Dua tahun ke depan, menurut Melia, akan menjadi momentum untuk melakukan aksi nyata melalui kerjasama penelitian, komunitas dalam praktik, dan kolaborasi pentahelix untuk menyelesaikan kasus-kasus ESG di Indonesia.***