Catatan Balap Sepeda Olimpiade Paris XXXIII/2024
BALAP sepeda di Olimpiade adalah salah satu cabang olahraga yang amat popular di benua Eropa, Amerika dan Australia. Nomor jalan raya (“road race”) paling popular dan sangat didominasi khususnya atlet asal benua Eropa, Amerika dan Australia/Selandia Baru. Demikian juga nomor sepeda Track (Velodrome). Nomor lainnya MTB (sepeda gunung) dan BMX, setali tiga uang negara-negara Barat yang mendominasi.
Bukan hanya di cabor balap sepeda negara Barat mendominasi, tapi juga Renang dan Atletik serta cabor terukur lainnya. Ketiga cabor nomor terukur ini memerlukan speed yang tinggi, endurance yang amat prima dan high power (tenaga besar), harus diakui atlet-atlet kawasan Asean belum mampu menembus tiga cabor ini yang banyak memperebutkan medali emas.
Rajin Ikuti Kejuaraan Dunia
Program berupaya meloloskan atlet kita ke Olimpiade tentu patut kita dukung untuk mencapai pestasi kelas dunia namun harus diingat bagaimana capaian kita di tingkat Asia dulu sebagai “barometer“ khususnya Asian Games (AG). Mampukah kita meraih medali emas atau setidaknya perak/perunggu di tiga cabor terukur itu. Kalau di AG sudah bisa bersaing, baru Olimpiade target berikutnya.
Bagaimana caranya? Sering ikuti kejuaraan dunia balap sepeda “Road” dan “Track” yang diadakan setiap tahun untuk barometer mengukur kekuatan atlet kita melawan atlet kelas dunia. Bila di kejuaraan dunia sudah bisa bersaing, peluang di Olimpiade terbuka, tapi bila masih terpaut cukup jauh, tentu berat peluang di Olimpiade. Inilah cara paling tepat mengukur kemampuan menuju prestasi di Olimpiade.
Amat jarang atlet asal negara Asia apalagi asia Tenggara yang bisa menembus “mencuri” medali di tiga cabor itu di pesta olahraga tingkat dunia Olimpiade.
Bagi Indonesia, dengan prestasi balap sepeda seperti saat ini, jelas masdiih terlalu jauh, mimpi untuk meraih medali apapun itu di Olimpiade. Di Asian Games saja untuk road race dan track (kecuali MTB dan BMX) kita masih kesulitan belum bisa mencapai apa yang pernah diraih atlet-atlet sepeda pendahulu, Hendra Gunawan dkk, pada Asian Games Jakarta 1962 mampu meraih dua emas dari jalan raya (road race dan Team Time Trial).
Pada kejuaraan balap sepeda Asia 1961 di Jepang, atlet Indonesia Aming Priatna (Bandung) meraih medali emas, bukti sejak dulu performa balap sepeda Indonesia sudah sejajar dengan negara Asia lainnya.
Atlet Indonesia di Olimpiade
Atlet Indonesia di Olimpiade Roma 1960 nomor road race juga sudah ikut serta yaitu Munaip Saleh (Bandung) juara Tour de Java 1958. Hendra Gunawan (Sukabumi) juga tampil pada Olimpiade Meksiko 1964. Meski tak meraih medali namun partisipasi atlet Indonesia di balap sepeda Olimpiade sejak dahulu sudah dirintis.
Atlet Indonesia lainnya juga tampil di balap sepeda Olimpiade Barcelona 1992, Indonesia meloloskan 2 atlet Heryanto Setiawan dan Kalimanto. Olimpiade Athena 2004, Indonesia meloloskan Santia Tri Kusuma. Pada Olimpiade 1992 dan 2004, tim balap sepeda Indonesia di latih oleh coach Wahyudi Hidayat (DKI).
Pada Olimpiade Paris 2024, Indonesia meloloskan Bernard Van Aert pada disiplin Track (Omnium).
Asian Games
Pada era kepengurusan PB ISSI masa kini sejak 2016 hingga kini belum pernah lagi atlet Indonesia meraih medali di Asian Games nomor Road dan Track, termasuk saat kita menjadi tuan rumah pada AG Jakarta 2018, kecuali di nomor MTB dan BMX kita bisa bersaing mendapat 2 emas 1 perunggu dari MTB “Down Hill” (putra dan putri), sedang BMX (1 perak- putra, 1 perunggu-putri). Pada AG 2022 dari BMX putri, Indonesia meraih Emas (Amellya N. Sifa) dan Perunggu (Jasmine A. Setyobudi).
Sebelumnya pada Asian Games 2002, Indonesia mendapat 2 medali Perak dari “Road” dan “Track oleh Uyun Muzizah (DKI) dan 1 Perunggu dari nomor “track” oleh Santia Tri Kusuma (DKI).
Pada Asian Games 2010, medali Perak juga mampu diraih Santia Tri Kusuma (DKI) dari nomor “Road”.
Bernard Van Aert
Indonesia pada Olimpiade Paris 2024 di balap sepeda meloloskan satu atlet Bernad Van Aert asal Kalbar yang turun di nomor Omnium (dasa lombanya balap sepeda) meliputi empat nomor yaitu Point Race, Elimination, Time Trial dan Scrath Race.
Hasil akhir (final) Omnium yang diikuti 22 atlet, medali Emas menjadi milik atlet tuan rumah Benjamin Thomas (Prancis) dengan raihan 164 poin, Perak oleh Iuri Leitao (Portugal) 153 poin, Perunggu Fabio Van Den Bossche (Belgia) 131 poin, ke-4 Albert T. Barcelo (Spanyol) 127 poin, ke-5 Aaron Gate (Selandia Baru) 123 poin.
Atlet terbaik Asia yang bisa menembus sepuluh besar, urutan ke-6 Kazushige Kuboki (Jepang) 113 poin.
Sementara atlet Indonesia, Bernad Van Aert harus puas di urutan ke-20 (- 31 poin), terlalu jauh untuk bisa bersaing karena minus 31 poin.
Dari data hasil nomor Omnium itu memperlihatkan kemampuan atlet Indonesia (Bernad Van Aert) masih tertinggal jauh untuk bersaing meraih medali. Sehingga perlu kerja keras dan program latihan di luar negri jangka panjang dan bukan hanya berlatih beberapa bulan seperti yang selama ini dilakukan oleh PB ISSI . Sedangkan negara tetangga sesama Asean, Malaysia (Muh. Azizulhasni Awang) mampu meraih perunggu Olimpiade Rio 2016 dengan melakukan latihan jangka panjang di Australia.
Negara kawasan Asia yang bisa menembus prestasi tingkat dunia (Olimpiade dan kejuaraan dunia) meski tidak banyak datang dari negara pecahan Uni Soviet yaitu Kazakstan pernah mendapat medali emas road race Olimpiade London 2012 oleh atlet profesionalnya Alexander Vinokourov. Selain itu dari Asia Timur (Jepang dan Tiongkok), sedangkan dari kawasan Asia Tenggara hanya Malaysia yang juga sudah pernah meraih medali di kejuaraan dunia dan Olimpiade, khususnya di nomor Track.
Atlet terkemuka Malaysia Muh. Azizulhasni Awang meraih perunggu pada nomor Keirin Race Olimpiade Rio 2016. Untuk prestasi di kawasan Asia, Awang mendapat emas pada Asian Games 2018 (Jakarta) di nomor yang sama, sedangkan di SEA Games dia selalu tampil amat dominan di nomor sprint dan Keirin, menjadi pundi-pundi emas Malaysia. Prestasinya ini diraih karena pembinaan atlet berbakat di Malaysia tertata dengan baik. Pestasi Awang dicapai bukan sekadar berlatih beberapa bulan di luar negri namun jangka panjang sekolah/kuliah di Australia sambil berlatih di klub sepeda di Australia yang prestasi balap sepedanya (“road” dan “track”) sudah mendunia.
Negara “tirai bambu” Tiongkok juga prestasi balap sepedanya khususnya di nomor track sudah bisa menembus prestasi dunia bahkan dua kali berturutan merebut emas “Team Sprint Putri” pada Olimpiade Rio 2016 dan Olimpiade Tokyo 2020 oleh dua atletnya Zhong Tianshi dan Gong Jinjie/Bao Shanju,s ekaligus mencatat rekor dunia. Mereka juga berjaya berulang kali di kejuaraan dunia balap sepeda track, terlebih di Asian Games.
Untuk mencapai prestasi dunia, “China Cycling Federation” mengirim para atlet berbakat sekolah dan berlatih di luar negri di negara yang punya pembinaan track yang baik di antaranya ke Australia dan Inggris.
Catat Sejarah
Bahkan Tiongkok sepanjang sejarah pertama kali mampu meraih medali emas di nomor BMX “free Styles” Putri pada Olimpiade Paris 2024 oleh atlet mudanya Deng Yawen (18) yang berlatih di AS selama tiga tahun sejak usia 15 tahun di “camp” latihan BMX, Norh Carolina (AS) yang dikelola peraih perak BMX Olimpiade Tokyo 2020, Daniel Dhers (Venezuela).
Pembinaan yang serius dan terprogram (jangka panjang) jadi kunci keberhasilan Tiongkok dan Malaysia untuk bisa menembus dominasi negara Barat.
Bagi balap sepeda Indonesia, langkah serupa harus dilakukan agar peluang bersaing di tingkat dunia bisa mendekati kenyataan sementara di Asia, kita pun masih harus terus berupaya bisa bersaing di nomor “Road“ dan “Track” karena belum bisa meraih medali di dua disiplin, sementara di nomor MTB dan BMX kemampuan atlet Indonesia juga harus terus ditingkatkan karena persaingan akan semakin ketat. (Bambang Kunthady)***