Penulis : Tryando Bhatara, dr., M.Kes
Dosen Biologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung
Masa kehamilan dan menyusui merupakan periode yang harus diperhatikan oleh keluarga. Fungsi dan beban kerja dari sejumlah sistem organ pada tubuh seorang ibu yang mengandung akan mengalami perubahan.
Sebagai contohnya, sistem jantung dan paru pada ibu hamil cenderung memiliki beban kerja lebih besar dibandingkan sebelum hamil, mengingat janin dalam kandungan yang memerlukan jatah nutrisi.
Maka, perlu ada penyesuaian pola kebiasaan yang berbeda dari seorang ibu yang menjalani kehamilan dan menyusui sang buah hati. Mulai dari aktivitas, gejala sakit, asupan makanan, serta zat lain yang masuk dalam tubuh. Termasuk juga obat-obatan yang diminum secara rutin atau untuk penyakit tertentu.
Konsumsi obat-obatan dalam masa kehamilan tidak hanya melibatkan ibu sebagai peminum obat, tetapi juga sangat perlu mempertimbangkan kesehatan janin, yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam kandungan.
Meminum obat sesuka hati semasa kehamilan tanpa pengetahuan memadai, dapat berpotensi membahayakan janin yang dikandung.
Terkait kondisi ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA, Food and Drug Administration), mengeluarkan ketentuan berupa indeks keamanan obat bagi ibu hamil, yang banyak dipakai oleh negara-negara lain di dunia, termasuk Indonesia. Indeks ini menempatkan obat-obat dalam pengelompokan sesuai tingkat keamanan serta bahayanya, ketika dipakai semasa kehamilan.
Berdasarkan indeks ini, dua golongan pertama adalah golongan A dan B, yang memiliki tingkat keamanan tinggi untuk dikonsumsi semasa kehamilan.
Obat-obatan golongan A (safety established) termasuk obat yang telah terbukti aman dari risiko kecatatan janin, melalui penelitian dengan subjek manusia pada trimester pertama (tiga bulan pertama) kehamilan.
Contoh dari obat golongan A ini adalah antibiotik (antibakteri) jenis Amoxycillin dan Erythromycin. Adapun golongan B (Safety likely) merupakan istilah untuk kelompok obat yang diteliti pada subjek hewan percobaan dan memperlihatkan risiko cacat janin, namun tak ada risiko cacat janin pada trimester pertama kehamilan dalam penelitian dengan subjek manusia. Contohnya adalah obat untuk penyakit lambung Ranitidine, obat hipertensi Clonidine, atau antibiotik Ceftriaxon.
Sementara itu tiga golongan obat berikutnya memiliki risiko kecacatan janin lebih tinggi, sehingga perlu kewaspadaan lebih dalam penggunaannya. Golongan C (Teratogenicity possible) merupakan golongan obat yang memiliki risiko kecacatan janin dalam hasil penelitian menggunakan subjek binatang, sementara tidak ada data dari penelitian pada manusia.
Sejumlah jenis obat-obatan juga dapat termasuk dalam golongan C ketika belum ada penelitian yang dilakukan mengenai obat ini, baik pada binatang ataupun manusia. Antibiotik berjenis aminoglycoside dan obat antikejang carbamazepine termasuk pada golongan C.
Adapun golongan D memiliki risiko lebih tinggi bila digunakan, ditinjau dari hasil penelitian dengan manusia dalam menggunakan obat ini semasa kehamilan yang menunjukkan gambaran kecacatan janin. Obat-obatan yang termasuk golongan D adalah antihipertensi ACE inhibitor, obat-obatan antitumor, antibiotic tetracycline, juga obat kejang / epilepsi tertentu misalnya phenytoin dan valproic acid.
Dan jenis obat-obatan terakhir adalah golongan X (Teratogenicity likely) yang menjadi kontraindikasi, yaitu tidak dianjurkan untuk digunakan selama kehamilan.
Kontraindikasi ini dikarenakan adanya risiko kecacatan yang nyata pada janin, yang melebihi manfaat obat jika digunakan. Contoh obat-obatan golongan X adalah Thalidomide, yang termasuk obat dalam penanganan penyakit lepra (infeksi kronis kulit, saraf, dan otot) serta multiple myeloma (salah satu kanker sel darah putih). Contoh obat lain yang termasuk golongan X adalah Vitamin A jika digunakan dengan dosis tinggi, yaitu lebih dari 18,000-25,000 IU per harinya.
Dari paparan di atas, inilah salah satu alasan utama pentingnya berkonsultasi kepada tenaga kesehatan, terutama dokter, yang dapat memberi edukasi tentang penggunaan obat. Pemeriksaan kehamilan sangat diperlukan oleh sang ibu, di mana salah satu komponen penting dari pemeriksaan ini adalah konsultasi pada dokter dan tenaga kesehatan tentang penggunaan obat. Selain sebagai jalan meraih Kesehatan, mengupayakan obat untuk penyakit adalah dianjurkan oleh syariat. Berdasarkan riwayat Abu Darda’ Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم “ إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ ”
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia telah menetapkan bagi setiap penyakit obatnya, maka janganlah berobat dengan perkara yang haram.” [H.R Abu Dawud No:3372].
Sejalan dengan sabda Rasul ini, seorang ulama besar yaitu Ibnul Qayyim berkata: “Dalam hadits-hadits shahih telah disebutkan perintah berobat, dan berobat tidaklah membantah tawakkal. Sebagaimana makan karena lapar, minum karena dahaga, berteduh karena panas dan menghangatkan diri karena dingin tidak merupakan bantahan terhadap tawakkal. Tidak akan sempurna hakikat tauhid kecuali dengan menjalani ikhtiyar (usaha) yang telah dijadikan Allah sebagai sebab musabab terjadi suatu takdir.”
Panduan dari tenaga kesehatan dapat menuntun para ibu untuk terus teredukasi serta tanggap dengan kondisi Kesehatan dirinya serta bayi yang dikandungnya. Ketika para ibu cerdas dan bijak dalam pemilihan serta penggunaan jenis obat semasa kehamilan, besar harapan bahwa generasi penerus yang dikandung akan menjadi bagian dari meningkatnya derajat kesehatan bangsa ini.***