YOGYAKARTA (TUGUBANDUNG.ID) – Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Namun, seringkali penggunaan media sosial tidak dilakukan dengan bijak, yang dapat mengakibatkan konsekuensi negatif baik pada individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip bijak dalam menggunakan media sosial terutama oleh mereka para insan perguruan tinggi termasuk mahasiswa.
Demikian pandangan dari Pakar Komunikasi dan Motivator Nasional Dr Aqua Dwipayana yang dihubungi saat berada di Yogyakarta belum lama ini mengomentari isu yang belakangan tengah hangat di masyarakat. Hal tersebut menyangkut kasus sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) yang melakukan kuliah kerja nyata (KKN) di Bungus Teluk Kabung, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) diusir oleh warga setempat karena menyindir fasilitas yang ada di tempat KKN melalui konten di media sosial.
Dr Aqua Dwipayana yang merupakan doktor Komunikasi lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran merasa perlu memberikan komentar karena kejadian tersebut berlangsung di kampung halamannya sehingga memiliki kedekatan dengan dirinya. Selain itu, pria rendah hati yang kerap menyampaikan Sharing Komunikasi dan Motivasi selalu berupaya mendorong setiap orang untuk memiliki bekal kompetensi dan keterampilan berkomunikasi yang baik, termasuk di media sosial.
Menurut Dr Aqua Dwipayana, media sosial adalah sarana komunikasi yang sifatnya netral. Kemana arah tujuannya bergantung kepada si pembuat pesan atau komunikator. Apakah kontennya akan menuai respons positif atau negatif bermula dari perspektif berpikir dari si pemberi pesan. Tentu saja, mahasiswa sebagai insan akademik dan bagian dari kelompok intelektual harus memiliki pandangan yang luas dan berpikir sebelum bertindak (content judgment).
“Penting bagi setiap individu untuk berpikir sebelum memposting atau membagikan konten di media sosial. Banyak masalah timbul akibat tindakan impulsif dan tanpa pertimbangan yang matang. Sebelum mengklik tombol ‘publish’ atau ‘share’, penting untuk menanyakan pada diri sendiri apakah konten tersebut akan memberikan manfaat, apakah itu akurat, dan apakah itu akan memperkuat ikatan sosial atau sebaliknya,” ungkap Dr Aqua Dwipayana yang sudah berkeliling seantero negeri dan menyampaikan Sharing Komunikasi dan Motivasi kepada jutaan peserta.
Menyadari dampak yang mungkin terjadi sebelum membagikan sesuatu, tegas pria yang telah memotivasi lebih dari sejuta orang baik di Indonesia maupun di puluhan negara ini, akan membantu mencegah penyebaran informasi palsu, berita hoaks, atau konten yang tidak pantas. “Inilah inti dari berpikir sebelum bertindak. Tidak asal posting karena pastilah semua informasi atau konten yang disebarkan ke khalayak akan mendatang respons atau feedback yang seringkali tidak kita duga sebelumnya,” ucap anggota Dewan Pakar Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi Pusat ini.
Lebih jauh Dr Aqua Dwipayana menegaskan harus diingat bahwa di balik setiap akun media sosial ada manusia dengan perasaan dan emosi. Oleh karena itu, menjadi penting untuk selalu menjaga etika dalam berkomunikasi di media sosial.
“Menghindari penghinaan, pelecehan, atau komentar yang tidak sopan adalah prinsip dasar dalam menjaga hubungan yang baik di dunia maya. Ketika berinteraksi dengan orang lain di media sosial, penting untuk menghormati pendapat mereka, bahkan jika Anda tidak setuju. Diskusi yang sehat dan membangun jauh lebih baik daripada menghadapi konflik yang tidak perlu,” ungkap pria dengan jejaring pertemanan sangat luas tersebut.
Penulis buku super best seller Trilogi The Power of Silaturahim itu kemudian meminta agar mahasiswa tidak menjadi budak dari media sosial. Waktu yang berlebihan yang dihabiskan di platform media sosial dapat mengurangi produktivitas dan mengganggu keseimbangan hidup.
“Menyadari dan mengatur waktu penggunaan media sosial adalah penting untuk menjaga kesehatan mental dan emosional kita. Mengalokasikan waktu khusus untuk berinteraksi di media sosial dan menghindari terjebak dalam pola perilaku yang merugikan akan membantu kita menjaga keseimbangan yang baik antara dunia online dan kehidupan nyata,” katanya menguraikan.
Permintaan maaf
Di sisi lain, Dr Aqua Dwipayana mengapresiasi pihak Universitas Negeri Padang (UNP) yang telah menyampaikan permintaan maaf resmi pada warga Bungus, khususnya kepada individu yang terkena dampak dari insiden pengusiran yang melibatkan sejumlah mahasiswa yang sedang KKN dari kampus tersebut.
“Bagaimanapun, kejadian itu menimbulkan ketegangan dan kecaman dari masyarakat setempat, serta mempengaruhi citra universitas di mata publik. Permohonan maaf tentu menjadi keniscayaan sebagai konsekuensi atas kesalahan dan kekhilafan dari sivitas akademika. Mahasiswa adalah representasi dari kampus, sehingga wajar dilakukan permohonan maaf,” ucap Dr Aqua Dwipayana.
Dalam sebuah pernyataan resmi, Sekretaris UNP Erianjoni mengatakan, pihaknya sudah meminta maaf kepada masyarakat sekitar di Bungus Teluk Kabung, Kota Padang.
Selain itu, UNP juga berkomitmen untuk melakukan evaluasi menyeluruh terkait sistem pengawasan dan pembinaan mahasiswa KKN. Mereka akan mengkaji kembali prosedur seleksi dan pelatihan mahasiswa KKN serta memperkuat pemantauan dan pendampingan selama kegiatan berlangsung. Langkah ini diambil untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa mendatang dan untuk menjaga hubungan yang baik antara universitas dan masyarakat.
Nilai budaya Minangkabau
Dalam pandangan Dr Aqua Dwipayana, peristiwa ini harus dijadikan momentum untuk mengokohkan dan menghidupkan nilai-nilai budaya Minangkabau pada kehidupan sehari-hari. Melalui pemahaman dan penghormatan terhadap adat istiadat, kesenian, dan nilai-nilai luhur Minangkabau, kita dapat menciptakan lingkungan yang harmonis dan saling menghargai.
“Kejadian ini juga harus menjadi momentum bagi seluruh masyarakat Minangkabau untuk merefleksikan dan memperkuat kearifan lokal mereka dalam menghadapi tantangan zaman modern. Memperkuat pendidikan dan pemahaman tentang nilai-nilai budaya setempat, baik di kalangan masyarakat maupun mahasiswa, akan membantu menjaga keberlanjutan dan kebermaknaan warisan budaya yang dimiliki,” ucap Staf Ahli Ketua Umum KONI Pusat Bidang Komunikasi Publik ini.
Dewan Pakar Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Pusat ini kemudian menguraikan nilai-nilai budaya Minangkabau yang kaya dan memiliki banyak aspek, termasuk kearifan lokal yang tercermin dalam berbagai hal. Nilai-nilai harus dapat ditransfer dan dipahami dengan baik oleh generasi terkini sehingga mereka tidak kehilangan akar kulturalnya.
Nilai-nilai itu antara lain Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Prinsip ini menggambarkan pentingnya kearifan lokal yang berbasis pada agama dan kitab suci. Masyarakat Minangkabau menjadikan ajaran agama Islam sebagai landasan utama dalam menjalani kehidupan sehari-hari, yang tercermin dalam sistem hukum adat (adat basandi syarak) yang dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam (syarak basandi kitabullah).
“Artinya semua tindakan dan perilaku kita harus memperhatikan segenap aspek mulai dari nilai inti ajaran agama, budaya, adat istiadat serta norma kesantunan. Inilah fondasi dalam berkehidupan sosial yang harus dipahami oleh generasi muda,” kata Dr Aqua Dwipayana menegaskan.
Kemudian, nilai musyawarah untuk mufakat. Nilai ini menekankan pentingnya dialog, diskusi, dan mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat. Dalam budaya Minangkabau, keputusan penting diambil melalui proses musyawarah dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait. Prinsip ini mencerminkan kearifan lokal dalam menghormati perbedaan pendapat dan mencapai keputusan bersama. “Tentu termasuk dalam menyelesaikan insiden pengusiran tersebut,” ujar Dr Aqua Dwipayana.
Selanjutnya adalah nilai gotong royong. Nilai gotong royong sangat kuat dalam budaya Minangkabau. Masyarakat Minangkabau terbiasa bekerja sama secara bergotong royong dalam berbagai kegiatan, mulai dari membantu tetangga dalam acara adat, membangun rumah, hingga mengadakan acara sosial. “Gotong royong mencerminkan kearifan lokal dalam semangat kebersamaan, saling tolong-menolong, dan kepedulian terhadap sesame,” kata Dr Aqua Dwipayana.
Nilai budaya yang penting lainnya adalah “Di mana bumi diinjak, di sana langit dijunjung”. Ini ungkapan dalam bahasa Minangkabau yang memiliki makna filosofis. Mengandung arti bahwa kita harus menghormati dan menjaga keseimbangan antara diri kita dengan lingkungan dan masyarakat di sekitar kita.
“Makna filosofis dari ungkapan ini mengajarkan kita untuk menghargai dan menghormati tempat, lingkungan, dan masyarakat di mana kita berada. Kita diingatkan untuk menjaga keseimbangan dalam interaksi kita dengan dunia di sekitar kita. Artinya, kita harus menghormati dan menjaga lingkungan, nilai-nilai sosial, adat istiadat, hukum, dan tradisi yang ada di tempat tersebut,” pungkas Dr Aqua Dwipayana yang dalam berkomunikasi selalu santun dan menghargai latar belakang budaya pihak yang diajak bicara.***