TUGUBANDUNG.ID – PROF Dr Hj R Poppy Yaniawati (54) boleh dibilang sosok “pikayungyuneun”. Cantik, cerdas, ramah dan santun, serta senantiasa antusias dalam berkontribusi demi kemaslahatan dan kebaikan. Utamanya di bidang akademik selaras dengan posisinya sebagai guru besar matematika dan pengajar di Pascasarjana Universitas Pasundan Bandung.
Belakangan, tema e-learning yang menjadi garapan utama risetnya akhir-akhir ii membawanya pada ide mewujudkan portal nftsains.com. Sebuah platform web 3 pertama di Indonesia yang memungkinkan para ilmuwan dapat dengan mudah mentransformasi cara mereka mempublikasi, data dan konten pendidikan mereka menjadi aset digital yang dapat dilacak menggunakan teknologi NFT (Non-Fungible Tokens).
Menurut peraih gelar cum laude saat menyelesaikan studi magister dan doktoral Pendidikan Matematika di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini, transparansi dan data NFT yang dapat tersimpan selamanya membuat cocok untuk tujuan berbagi karya ilmiah secara online. “Dengan nftsains.com ini, para peneliti dapat membuat jurnal dan akan diberikan reward secara finansial atas kontribusi mereka kepada komunitas ilmiah.,” ungkap perempuan cantik dan santun kelahiran Bandung, 21 Januari 1968 ini.
Pelajari hal baru
Dalam pandangan Dosen Berprestasi Kopertis IV Jabar dan Banten pada 2007 ini, kemajuan dalam bidang teknologi yang begitu cepat saat ini tentu akan senantiasa memunculkan pertanyaan kepada diri setiap individu yang berjuang untuk menghadirkan solusi bagi manusia lainnya, “Sampai sejauh manakah semua kecanggihan teknologi ini dapat dimaksimalkan?”
“Dari semua yang berkaitan dengan kemajuan teknologi ini tentu saja kemauan untuk selalu mau mempelajari hal-hal baru adalah salah satu kunci yang sangat penting bagi seseorang untuk tetap bisa menghasilkan karya, apapun itu,” kata Poppy yang pada 2014 terpilih sebagai salah satu “100 Inspiring Women” Indonesia.
Kesadaran untuk selalu merasa tidak pernah cukup tahu dan selalu merasa haus untuk belajar semua hal baru inilah yang selalu dirasakan Dosen dengan Penelitian Terbanyak (Hibah Kemenristekdikti 2019), sebagai usaha untuk merangkul kemajuan zaman yang semakin canggih ini.
“Banyak ide-ide baru yang selalu muncul di dalam isi kepala seorang pembelajar yang tentu harus diolah kembali agar mampu memberikan sebuah solusi. Karena sebagai seorang guru besar yang juga peneliti menjadikannya harus lebih jeli dalam melihat permasalahan-permasalahan yang ada, terutama yang berhubungan langsung dengan segala aktivitas keseharian,” ucap penulis aktif baik secara ilmiah di berbagai jurnal maupun populer di berbagai media massa ini.
Marketplace NFT
Salah satu ide yang akhirnya direalisasikan oleh Ketua Prodi Magister Pendidikan Matematika Pascasarjana Unpas ini adalah membuat marketplace NFT bagi para peneliti. Hal ini mengacu pada sebuah marketplace web 3.0 berbasis teknologi blockchain akhirnya telah dirampungkan dan akan segera bisa diakses di http://nftsains.com.
Mungkin ini adalah sebuah apresiasi yang sangat bagus sekali bagi para peneliti, karena di platform ini para peneliti diberikan ruang untuk dapat memplubikasikan karya-karyanya yang secara peer to peer dapat direspons langsung oleh para pengunjung.
“Sebagai founder dari NFTsains.com, kesejahteraan dan pengakuan para peneliti merupakan salah satu yang menjadi perhatian utama dari saya, karena setiap tahun, sekitar 8,8 juta ilmuwan di seluruh dunia membuat lebih dari 2,5 juta makalah penelitian baru,” kata Poppy Yaniawati.
Mereka, dalam pandangan reviewer untuk penelitian hibah Kemenristekdikti juga reviewer untuk jurnal internasional bereputasi (terindeks Scopus), telah berkontribusi pada kemajuan umat manusia dengan pengetahuan.
Akan tetapi, sistem saat ini terkesan mengeksploitasi peneliti sebagai pembuat konten, reviewer, dan juga kurator. Untuk mendapatkan pendanaan dan jaminan karier para ilmuwan harus berlomba-lomba untuk mempublikasikannya di jurnal-jurnal yang bergengsi. Tingkat penolakan yang tinggi mendorong penulis untuk mengirimkan karya mereka ke beberapa jurnal secara berurutan, yang menyebabkan keterlambatan dalam penyebaran hasil karya ilmiah baru.
“Ini hal baru, yang saya harus berani coba maksimalkan potensinya. Semoga ini bisa memberikan manfaat bagi komunitas peneliti khususnya di Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan untuk lingkup yang lebih luas lagi,” kata reviewer Buku Mathematics, Penerbit Gakko Tosho, Jepang ini. (Erwin Kustiman/Tugubandung.id)***