SEBAGAI upaya mitigasi terhadap persoalan keberadaan satwa endemik dunia yang berada di Pulau Jawa, Mahasiswa Pecita Alam Langlangbuana (Mapella-Unla/Universitas Langlangbuana), melaksanakan program bertajuk “Penelitian Keberadaan Macan Jawa di Wilayah Gunung Sunda Purba”. Program ini telah dimulai sejak November 2023 dan direncanakan rampung untuk sementara pada April 2024.
Ketua Tim Peneliti Dhika Kamesywara yang juga merangkap Ketua Mapella, mengatakan, penelitian ini bukan program pertama kali yang dilakukan oleh Mapella, namun pembahasan mengenai macan jawa atau dengan nama latin panthera pardus melas ini telah mereka mulai sejak tahun 2007. Namun, saat mengawalinya dengan segala keterbatasan, baik menyangkut pengetahuan, peralatan, dan sumber info yang masih mengutamakan keksaksian masyarakat setempat dan penemuan jejak-jejak yang ditinggalkan seperti bekas cakaran maupun feses.
Dhika juga menegaskan, bahwa konsentrasi program penelitian pada ranah konservasi macan jawa ini sengaja dilakukan Mapella sebagai program rutin tahunan, dengan maksud memperkuat data-data yang sudah terkumpul dalam rangka upaya lanjutan mitigasi agar macan jawa tetap berada di habitat yang sehat dan terjaga.
“Kami tidak ingin macan jawa bernasib ‘sial’ seperti harimau jawa (panthera tigris sondaica) yang dinyatakan punah sejak tahun 1979-1980. Macan jawa adalah predator penyeimbang ekosistem, yang jika habitatnya sehat berarti menandakan hutanya terjaga. Jika hutan terjaga, maka secara otomatis mengartikan lingungan hidup yang berkualitas, dimana hutan akan menjalankan fungsinya yang utama yang sudah barang tentu akan sangat menguntungkan kehidupan manusia, mengurangi bencana semisal banjir dan longsor, menjadi pemasok air bagi kehidupan seluruh umat manusia dan semua mahluk hidup. Jadi, berbicara konservasi macan jawa, sebenarnya juga berbicara mengenai lingkungan hidup yang lebih luas dalam sebuah rantai ekosistem,” tutur Dhika.
Dalam melaksanakan penelitian ini, Tim Peneliti Mapella, telah berkoordinasi dengan BKSDA Jabar, dan Perhutan Jabar-Banten, serta desa setempat dalam rangka izin dan sosialisasi program. Sementara dalam tahap persiapan, narasumber yang dihadirkan antara lain Dedi Kurniawan (yang juga akrab dipanggil “Gejuy”) Ketua Badan Kehormatan Organisasi Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) sekaligus Dewan Pengarah Walhi Jabar dan Agung “Gantar” peneliti profesional macan jawa yang telah banyak malang melintang di bidangnya. Masing-masing narasumber menekankan pentingnya perhatian terkait persoalan dan advokasi mengenai macan jawa dan juga pengetahuan objek, habitat, dan teknik dalam melaksanakan penelitian.
Mengenai penyebutan “Gunung Sunda Purba” sebagai lokasi penelitian, Dhika Kamesyawara mengatakan, bahwa pihaknya sengaja tidak menyebutkan dengan eksplisit dimana tepatnya lokasi penelitian. “Hal ini kami lakukan dalam rangka menjaga wilayah konservasi. Jangan sampai info yang kami sebarkan ini justru memancing orang-orang yang tidak bertanggungjawab memasuki habitat. Yang jelas wilayah ini kami teliti dengan harapan menjadi bagian antisipasi terhadap segala hal yang mengancam keberadaan macan jawa,” tuturnya.
Dhika juga menjelaskan, bahwa penelitian macan jawa oleh Mapella adalah program terpadu yang dilaksanakan setiap tahun dengan terus berupaya melaksanakan kolaborasi dengan instansi terkait seperti Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (kemenlhk) BKSDA Jabar, Perhutani Jabar-Banten, Pemerintah Desa setempat, tokoh-tokoh (narasumber), media massa, dan masyarakat. (NA)***