Oleh Widodo Asmowiyoto*
KABUPATEN Karanganyar, Jawa Tengah, punya ikon baru. Tanggal 11 Maret 2022 lalu pembangunan kembali dan desain ulang Masjid Agung sudah selesai dan resmi mulai digunakan. Nama masjid dengan arsitektur baru nan megah itu diberi nama Masjid Agung Madaniyah. Mirip Masjid Nabawi, Madinah.
Bila kita datang dari Kota Solo, lokasi Masjid Agung dengan empat menara tinggi dan satu kubah itu berada di sisi kanan jalan raya Kota Karanganyar. Menara setinggi 65 meter itu salah satunya berfungsi sebagai menara pandang. Hanya dengan infak lima ribu rupiah, masyarakat dapat menyaksikan keindahan wilayah Karanganyar dari ketinggian. Bila cuaca cerah, kita bisa menyaksikan keindahan puncak Gunung Lawu di daerah wisata Tawangmangu (di arah Timur) dan Gunung Merapi dan Merbabu di perbatasan Surakarta dan Yogyakarta (di arah Barat).
Berada di sebelah barat alun-alun, masjid dua lantai yang mampu menampung sekitar 7.000 jamaah itu berada di lahan seluas 2,8 ha (semula 1,8 ha). Bangunan masjid terdiri atas ruang ibadah atau salat 5.089 m2, ruang pengelola masjid 538,79 m2, ruang pendidikan 444,91 m2, perpustakaan 307,22 m2, bangunan servis 328 m2, area parkir 7.086 m2, dan fasilitas penunjang 496,8 m2. Total 14.291,53 m2, dan sebagian lagi untuk taman. (Rizki Prasetyo, Masjid Agung Karanganyar sebagai Landmark Kabupaten, Januari 2020)
Penduduk muslim Kabupaten Karanganyar yang merupakan mayoritas (96 persen atau 838.576 jiwa dari keseluruhan 871.596 jiwa tahun 2020), tentu merasa bangga dengan kehadiran Masjid Agung Madaniyah. Di wilayah kabupaten yang hanya sekitar 13 km dari Kota Solo ini, terdapat 2.492 masjid dan hanya satu yang agung dan menggunakan konsep arsitektur kontemporer. Masjid Agung Madaniyah mempunyai empat tiang berpayung mirip yang ada di Masjid Nabawi.
Masjid Agung Madaniyah kini bukan hanya menjadi pusat perhatian warga Karanganyar, tetapi bahkan Solo Raya atau eks Karesidenan Surakarta. Mungkin bahkan juga Provinsi Jawa Tengah. Kehadirannya bukan hanya untuk tempat ibadah, tetapi juga untuk tujuan wisata religi dan kegiatan bisnis di sekitarnya. Dengan dibukanya secara resmi Menara Pandang Selasa 5 Mei 2022 lalu, pengunjung berbondong-bondong untuk naik menara yang setara dengan gedung lantai sembilan itu.
Takmir Masjid Agung Madaniyah sekaligus pengelola Menara Pandang, Handoko, mengatakan pembukaan Menara Pandang di tahap awal ini sekaligus sebagai uji coba. Pengelola membatasi jumlah pengunjung yang hendak naik yakni maksimal 10 orang setiap angkatan. “Sebenarnya kapasitas Menara Pandang itu bisa 20 orang, tetapi sementara kami batasi 10 orang setiap yang naik agar lebih leluasa,” kata Handoko seperti dikutip Solopos.com (Selasa, 3/5/2022).
Pengelola juga membatasi waktu pengunjung saat berada di Menara Pandang. Mereka dibatasi 10 menit. Tahap uji coba ini terus dievaluasi. Termasuk jika terdapat kekurangan dalam pengoperasian menara ini. Pengelola membagi tiga sif bagi pengunjung yang akan naik. Pertama pukul 13.00 sampai 14.45. Kedua pukul 15.30 sampai 17.30. Ketiga pukul 19.20 sampai pukul 21.00. Pada saatnya nanti Menara Pandang ini akan dilengkapi dengan teropong.
Tingkat kunjungan untuk naik Menara Pandang juga mempengaruhi banyaknya jamaah salat fardu. Menurut salah satu dari enam imam Masjid Agung ini, Alwafa Mahfudz, Lc, MPd (45 tahun), jamaah salat Magrib dan Isyak sangat banyak, kecuali salat Subuh yang relatif sedikit yakni tiga saf. Namun saf salat di masjid ini sangat panjang, satu saf bisa berisi sekitar seratus orang jamaah.
Alumni Universitas King Saud, Riyadh, Arab Saudi itu mengatakan kepada TuguBandung.id, Jumat (29/7/2022), idealnya semua kota dan kabupaten di Indonesia ini, terutama yang mayoritas penduduknya beragama Islam, mempunyai masjid raya sebagai ikon daerahnya. Dengan demikian kepala daerah yang menginisiasi pembangunan masjid raya itu akan selalu dikenang oleh rakyatnya saat sudah pensiun. Pembangunan masjid dimaksud sekaligus sebagai amal jariahnya.
Menurut Bupati Karanganyar, Juliyatmono, pembangunan Masjid Agung Madaniyah menghabiskan anggaran Rp 101 miliar. Jumlah itu murni ditopang dari APBD Karanganyar dengan modal tekad besar untuk membangun tempat ibadah kebanggaan.
“Karena Karanganyar belum punya masjid agung yang megah dan masjid yang lama itu sudah puluhan tahun, perlu perombakan sehingga kita niati untuk membangun. Alhamdulillah berkat izin Allah, akhirnya bisa terwujud,” katanya kepada Joglosemarnews.com, Minggu (1/5/2022).
Masjid Agung Madaniyah mencatatkan diri sebagai salah satu bangunan proyek termegah yang lahir di masa pandemi Covid 19. Bupati menyebut kehadiran Masjid Agung ini seolah menjadi oase di tengah puasa pembangunan di banyak daerah akibat dana tersedot penanganan Covid 19.
“Iya Masjid Madaniyah ini kita bangun dengan tekad besar dan kuasa Allah. Bayangkan di masa pandemi dua tahun, hampir semua daerah tidak bisa membangun karena anggaran tersedot refocusing. Alhamdulillah kami masih bisa membangun masjid seiindah dan semegah itu. Ini akan menjadi masjid fenomenal dan kebanggaan Karanganyar,” terang Juli.
Karpet Masjid Agung ini berkualitas tinggi, permeternya berharga Rp 700.000. “Saat ini sudah hampir separuh lantai dipasangi karpet. Mengingat karpetnya memang harganya mahal, jadi bertahap. Kalau ada donatur yang mau amal jariyah kita terima. Karena karpet ini tidak termasuk yang dibiayai dari anggaran dan dilelang,” ungkap Bupati.
Jika kita beribadah di Masjid Agung ini, akan ada aroma wewangian khas. Aroma itu ternyata berasal dari kayu gaharu dan langsung didatangkan dari Arab Saudi. “Kalau ada yang beribadah umrah ke Tanah Suci, kita pesan untuk dibawakan gaharu dari sana. Jadi langsung aura dan aromanya sama dengan Masjid Madinah,” tutur Bupati.
Pusat peradaban madani
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mengatakan, Kabupaten Karanganyar bisa menjadi pusat peradaban dari Kawasan Solo Raya. Hal ini disampaikannya setelah mengunjungi Masjid Agung Madaniyah, Karanganyar, Jumat (15/7/2022).
Didampingi Bupati Karanganyar, Juliyatmono, Menko PMK menilai Masjid Agung Madaniyah yang meniru gaya arsitektur Masjid Nabawi itu sangat mirip dengan aslinya. Kota Madinah, Arab Saudi, yang dibangun sendiri oleh Nabi Muhammad Saw merupakan pusat peradaban yang terkenal sebagai pusat perdagangan, pusat pendidikan, dan pusat penyebaran Islam.
Menko PMK mengapresiasi Bupati Juliyatmono yang mereplikasi Masjid Nabawi. Dia mengharapkan adanya tindak lanjut dengan menjadikan Kabupaten Karanganyar sebagai pusat peradaban seperti di Kota Madinah.
“Pak Bupati punya ide yang sangat besar. Kelihatannya hanya membikin masjid dengan mereplikasi Masjid Nabawi. Tetapi di samping itu, Pak Bupati memimpikan Karanganyar menjadi pusat peradaban baru yang mereplikasi Madinah. Jadi yang direplikasi bukan hanya masjidnya tetapi juga seluruh peradaban yang ada di Madinah yang menjadi contoh ideal dari kehidupan,” kata Muhadjir Effendy (pelopor.id, 15/7/2022).
Peradaban madaniyah memiliki ciri menghargai perbedaaan di antara warga, sambil tetap menggalang kerja sama. Saat zaman Nabi Saw, di Madinah ada Muslim, Kristiani, Yahudi, bahkan Majusi. Mereka disatukan dan bersepakat lewat Piagam Madinah. Sementara Bupati Juliyatmoko sendiri, sudah merancang Karanganyar menjadi Life Center of Nusantara 2030 yang intinya menjadi pusat peradaban dan keunggulan bangsa ini.
Adapun Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu wilayah dari Kawasan Solo Raya. Kawasan ini mencakup beberapa kota dan kabupaten yang terdiri atas Surakarta atau Kota Solo, Kabupaten: Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, dan Klaten.
Keberadaan Karanganyar sebagai penopang dari Solo Raya sangat penting. Karena itu, menurut Menko PMK, Kabupaten Karanganyar mesti menjadi pusat peradaban yang mempunyai kekuatan dan keunggulan dalam berbagai aspek, seperti aspek perekonomian, aspek pariwisata, dan aspek kehidupan lainnya.
Sedangkan salah satu langkah kongkret menuju pusat peradaban yang telah dilakukan Kabupaten Karanganyar adalah dengan mendirikan Universitas Muhammadiyah Karanganyar (Umuka). “Umuka, saya kira, ini merupakan bagian dari visi Bupati yang ingin menjadikan Karanganyar sebagai Kota Generatif,” tegasnya.
Kota Generatif yang dimaksud Menko PMK adalah kota yang mandiri yang mampu menjalankan bermacam-macam fungsi di daerah tersebut, dan juga saling menguntungkan atau mengembangkan daerah lainnya. “Karanganyar ini akan menjadi kota generatif yang justru menerima limpahan dari Solo menjadi kota yang berkembang dengan baik, dengan peradaban lebih bagus,” tandasnya.
Selain mengunjungi Masjid Agung Madaniyah, Muhadjir juga hadir dan memberikan sambutan dalam acara Gebyar Muktamar Muhammadiyah Aisyiah ke-48 di Umuka. Dalam kesempatan yang sama, Menko PMK melakukan kampanye penanaman 10 juta pohon sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Dia pun menanam pohon secara simbolis di halaman Kampus Umuka. ***
*Penulis Dewan Redaksi TuguBandung.id