Oleh DR YULIA ANDRIANI
PERAYAAN hari raya Imlek ternyata membawa berkah bagi pembudidaya ikan bandeng. Sebagai salah satu masakan khas yang digunakan pada perayaan Imlek, permintaan terhadap ikan bandeng, terutama yang berukuran besar meningkat tajam. Imlek memang identik dengan ikan bandeng.
Aktivitas jual-beli ikan bandeng di pasar lokal terlihat ramai seiring meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan ini. Ikan bandeng yang banyak dicari untuk perayaan Imlek adalah yang berukuran besar, sekitar 1-3 kg/ekor, dengan harga mencapai 45 ribu-75 ribu rupiah per ekor. Melonjaknya harga ikan bandeng super tahun ini juga merupakan dampak dari curah hujan yang sangat tinggi yang menyebabkan beberapa daerah sentra tambak bandeng di tanah air terkena banjir dan gagal panen.
Ikan bandeng memiliki makna penting dalam perayaan Imlek, karena merupakan simbol bagi kemakmuran. Dalam bahasa Mandarin, “ikan” disebut dengan kata “yu” yang berarti rezeki. Dibandingkan dengan ikan payau lainnya, ikan bandeng mempunyai struktur duri yang banyak dan rapat, dan bau lumpur yang tajam.
Hal ini justru dimaknai oleh kaum Tionghoa sebagai “perangkap” bagi rezeki agar tidak mudah lepas dan akan banyak terjaring dalam duri, sekaligus mengingatkan untuk selalu waspada dengan rintangan dalam kehidupan. Lapisan lemak yang tebal pada ikan bandeng ukuran besar juga menjadi simbol rezeki yang berlimpah dari ikan bandeng. Demikian pula dalam penyajiannya, bandeng imlek diolah utuh dari kepala sampai ekor, konon melambangkan utuhnya harapan rezeki yang mengalir dari awal hingga akhir tahun.
Bila dilihat dari aspek ilmiah, ikan bandeng (Chanos chanos) atau disebut juga dengan istilah milkfish memiliki habitat di air payau dan menyukai perairan yang dangkal dan memiliki vegetasi mangrove, yang berfungsi melindungi telur dan benihnya dari predator. Benih ikan bandeng lebih dikenal dengan istilah “nener”.
Berdasarkan food habitnya, ikan bandeng merupakan ikan herbivora; makanannya dapat berupa klekap yang tumbuh di pematang kolam, fitoplankton jenis Chlorophyceae dan Diatomae, lumut, ganggang dan akar-akar tumbuhan yang mulai membusuk. Karena sifat makannya tersebut, ikan bandeng seringkali dibudidayakan sebagai ikan penyela (polikultur) dengan udang dan rumput laut, untuk mempertahankan kualitas air dari peningkatan fitoplankton dan klekap akibat bahan organik dalam tambak.
Selain sebagai ikan konsumsi, sisik tubuhnya yang berwarna perak dan berkilat membuat bandeng juga digunakan sebagai ikan umpan, terutama untuk penangkapan tuna di laut lepas. Kilatan dari sisiknya saat terkena sinar akan menjadi daya tarik bagi ikan lain untuk memangsa bandeng saat dijadikan umpan.
Ditinjau dari aspek nutrisi, sebagai bahan pangan sumber protein hewani, ikan bandeng merupakan ikan yang memiliki keunggulan tinggi dalam hal kandungan gizinya Dalam 100 gram daging ikan bandeng, terdapat 129 kkal energi, protein (20 g), lemak (4,8 g), vitamin A 150 SI, vitamin B1 0,05 mg.
Selain kandungan proteinnya yang tinggi, ikan bandeng mengandung asam lemak omega 3 yang baik untuk kesehatan. Bagi nutrisi orang dewasa, asam lemak omega 3 merupakan lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) yang melindungi jantung dari penebalan dinding jantung (arteriosklerosis), dan tidak menimbulkan penyumbatan pada aliran darah. Lebih lanjut, asam lemak omega 3 juga bersifat hipokolesterolemik, yaitu mampu menurunkan kolesterol darah.
Sedangkan bila diberikan pada menu balita, protein ikan bandeng mudah dicerna oleh saluran pencernaan yang masih muda, dan omega 3 dalam ikan bandeng membantu proses perkembangan jaringan otak serta pematangan sistem syaraf. Setelah mengetahui keunggulan dari sisi filosofi dan gizi ikan bandeng tersebut, maka pantas lah bila ikan tersebut terpilih sebagai simbol perayaan Imlek. Semoga berkah tersebut tidak hanya menjadi milik warga Tionghoa yang merayakannya, tetapi juga bagi umat manusia pada umumnya. ***
Penulis, Staf Pengajar Departemen Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran