Oleh Widodo Asmowiyoto*
PERINGATAN Hari Anak Nasional (HAN) tanggal 23 Juli 2022 ini bertemakan “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Dari pilihan tema ini kita dihadapkan pada pesan sebaliknya, “Jika anak-anak Indonesia tidak kita lindungi, maka Indonesia tidak akan maju”. Tidak akan maju malah berarti bisa mengalami kemunduran. Minimal stagnan, berjalan di tempat. Tidak mampu bersaing dengan negara-negara lain. Padahal persaingan antarnegara kini semakin sengit, kian tajam.
Persaingan itu tidak usah kita lihat dalam penguasaan teknologi persenjataan, misalnya. Lebih baik kita tengok dalam kompetisi olahraga, sebagai contoh saja. Indonesia belum mampu menjadi juara dalam olimpiade. Juga belum menjadi juara dunia sepakbola yang merupakan cabang olahraga sangat popular di negeri ini. Cabang badminton yang dulu Indonesia menjadi “rajanya”, belakangan juga maju-mundur. Di cabang bulutangkis ini malah semakin banyak negara yang menjadi jago. India yang dulu nyaris tidak terdengar, tahun ini malah menjuarai Thomas Cup.
Dalam momentum peringatan HAN kali ini wajar jika kita juga menyimak perkembangan anak-anak di negara-negara lain. Artinya dalam kancah persaingan global, kita perlu menyimak Indonesia berada di posisi mana. Kalau kita tidak serius mengantisipasinya, bisa saja kita akan terus ketinggalan.
Masa depan bangsa dan negara tercinta ini berada di pundak anak-anak yang saat ini berusia belasan tahun. Beruntung dan kita merasa terhibur, ketika sebagian anak-anak atau generasi muda Indonesia mampu menjuarai olimpiade matematika, fisika, atau lomba robot misalnya. Artinya Indonesia tidak selalu kalah di gelanggang internasional.
Sebagai bangsa yang besar kita tidak boleh terus menerus minder. Sebaliknya kita harus terus menerus membangun kepercayaan diri dan bersikap optimistis. Kita harus mampu memetakan kekuatan dan kelemahan bangsa ini. Keunggulan yang sudah sering diraih hendaknya terus dipertahankan. Sebaliknya di bidang yang masih lemah hendaknya terus dikejar.
Tugas siapa?
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, dalam menyambut peringatan HAN menegaskan HAN 2022 harus menjadi momentum bersama dalam menguatkan komitmen untuk memenuhi hak anak.
“Peringatan HAN ini adalah bagaimana kita mengingatkan semua stakeholders yang ada, baik dari kementerian, lembaga, pemda, dunia usaha, LSM, lembaga agama termasuk media bagaimana komitmen dalam pemenuhan hak anak,” kata Bintang Darmawati dalam konferensi pers HAN 2022 di Jakarta, Senin (11/7/2022) seperti dilaporkan LKBN Antara.
Menurut dia, seorang anak memiliki hak untuk hidup, hak tumbuh berkembang, hak mendapatkan perlindungan dari diskriminasi dan hak berpartisipasi. Tema peringatan HAN 2022 tersebut, diberi tiga subtema yakni “Anak Peduli Pascapandemi Covid 19”, “Anak Tangguh Pascapandemi Covid 19, dan “Anak Tangguh, Indonesia Lestari”.
Ke tiga subtema itu dapat saja dirangkum dengan kalimat berikut, “Anak-anak Indonesia juga harus merasa peduli dengan pandemi Covid 19 agar mereka tangguh sehingga eksistensi bangsa Indonesia pun akan lestari”.
Dengan kata lain, pandemi Covid 19 bukan urusan orang dewasa atau lanjut usia saja. Anak-anak, sebagai generasi penerus bangsa, harus dilindungi dan disehatkan agar mampu menjadi generasi pelanjut yang cerdas dan tangguh.
Mungkin karena sadar akan masa depan anak-anak itu, dalam rangkaian peringatan HAN 2022 ini, adik ipar penulis yang kebetulan berprofesi dokter dan sedang menjadi Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Gresik, Jawa Timur, dr. Umar Nur Rochman, SPD, FINASIM, merasa bersedih saat menyaksikan anak kecil diekspolitasi untuk mengemis.
Dokter Umar merasa sedih melihat di jalanan Gresik ada wanita pengemis yang sering terlihat menggendong bayi atau anak balita saat meminta-minta. Anak-anak itu sering dalam keadaan tertidur. Kalau tidurnya anak-anak itu dalam keadaan normal tidak masalah. Namun menjadi masalah kesehatan anak-anak bersangkutan, jika mereka sengaja sering diberi obat tidur hanya untuk mengundang iba warga masyarakat yang menyaksikannya.
Ungkapan hati dokter Umar tersebut tentu saja menjadi bagian dari panggilan misi profesinya. Mungkin juga panggilan hati para dokter lainnya di negeri ini yang menjadi salah satu pemangku kepentingan bagi masa depan anak-anak Indonesia, seperti tadi dikemukakan oleh Menteri Bintang Darmawati.
Menghadapi banyak masalah
Anak-anak Indonesia dewasa ini memang sedang menghadapi banyak masalah yang terjadi di lingkungannya, sebagaimana generasi yang lebih tua darinya menghadapi beragam problem kehidupan. Masalah yang seringkali diberitakan media massa dan menjadi perhatian pemerintah antara lain masalah maraknya korupsi, peredaran narkoba, problem stunting atau anak kerdil, penggunaan media digital yang melebihi proporsinya, pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga.
Maraknya korupsi oleh kalangan oknum generasi tua telah memberi contoh yang tidak baik generasi anak-anak dan generasi muda. Peredaran narkoba kini juga mengincar kalangan pelajar. Problem stunting masih terdapat di banyak provinsi. Kecanduan game juga telah menjadi keprihatinan kalangan psikolog dan pakar pendidikan. Pelecehan seksual seringkali terjadi dan dilakukan oleh kerabat dekat. Demikian pula sering muncul kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Jika dilihat persentasenya boleh jadi tindak perkeliruan tersebut masih kecil terutama jika dibandingkan dengan jumlah anak-anak di negeri ini. Namun bagaimanapun fenomena negatif tersebut tidak boleh dianggap remeh. Karena seringkali dikatakan bahwa ada fenomena gunung es dalam peredaran narkoba yang juga mulai menyasar anak-anak atau kalangan pelajar itu.
Jika mengacu pada UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), bahwa yang disebut anak adalah mereka yang berumur di bawah 18 tahun maka jumlah anak Indonesia saat ini sangat banyak. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), tahun 2021 lalu penduduk yang termasuk kategori anak mencapai lebih kurang 88 juta. Jumlah itu terdiri atas anak umur 0-4 tahun 22,04 juta, umur 5-9 tahun 22,02 juta, umur 10-14 tahun 22,1 juta, dan umur 15-19 tahun 22,2 juta. (www.bps.go.id)
Tentu saja sebagian besar dari mereka adalah anak-anak yang baik dan potensial. Adapun sedikit dari mereka yang sedang bermasalah secara hukum tentu harus diberi pembinaan. Pemerintah dan siapa pun di negeri ini harus menaruh perhatian, melakukan pendidikan dan pembinaan, memberikan pembelaan kalau mereka sedang terkena kasus hukum. Mereka harus tumbuh dengan kesehatan yang maskimal seraya mendapatkan pendidikan yang memadai. Pemerintah dan pihak swasta harus menyediakan anggaran yang cukup untuk memberi beasiswa kepada anak-anak yang berprestasi.
Sebagaimana dikemukakan dalam Pedoman Pelaksanaan HAN 2022, peringatan HAN 2022 merupakan momentum penting untuk menggugah kepedulian dan partisipasi seluruh komponen bangsa Indonesia dalam menjamin pemenuhan hak anak atas hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. (eko, paudpedia.kekemndikbud.go.id, Kamis, 21/7/2022)
Tema HAN 2022 merupakan motivasi bahwa pandemi tidak menyurutkan komitmen untuk tetap melaksanakan HAN tahun ini dan mendorong langsung berbagai pihak untuk memberikan kepedulian langsung di tengah-tengah masyarakat. Hal itu untuk memastikan anak-anak Indonesia tetap tangguh menghadapi berbagai tantangan dalam pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak pada pascapandemi Covid 19.
Diharapkan peringatan HAN yang dikemas secara hibrid dan dirangkaikan dengan berbagai aktivitas langsung di masyarakat dapat menjangkau lebih banyak anak termasuk Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) di seluruh Indonesia.
Menteri PPPA, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menilai anak-anak Indonesia yang ada saat ini memegang peranan strategis ketika 100 tahun Indonesia merdeka di tahun 2045. Karena itu dia mengharapkan (para) calon pimpinan bangsa ke depan tersebut menjadi generasi emas yang cerdas, sehat, unggul, berkakarter dan dalam sukacita yang bersendikan kepada nilai-nilai moral yang kuat.
Konvensi Hak Anak (KHA) Indonesia telah mengimplementasikan KHA melalui Keputusan Presiden No. 36/1990 dan UU No. 35/2014. Dilaksanakan melalui lima klaster yaitu hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, dan perlindungan khusus.
Tantangan yang dihadapi Indonesia dan negara-negara lain di dunia pascapandemi Covid 19 berimplikasi terhadap kondisi kesehatan, pendidikan, perlindungan anak, dan berbagai dampak lainnya. Jawaban terhadap tantangan tersebut perlu dirumuskan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat. ***
*Penulis Dewan Redaksi TuguBandung.id