SIAPA yang tidak mengenal Danau Toba? Sejak menjadi murid sekolah dasar, rakyat Indonesia pasti sudah mengenalnya. Namun pastilah baru relatif sangat sedikit, dari total 275 juta rakyat Indonesia dewasa ini, yang sudah mengunjunginya atau menyaksikannya langsung. Dari yang sedikit itu pastilah mereka yang berasal dari Provinsi Sumatra Utara. Selebihnya adalah wisatawan domestik dan wisatawan asing dari seluruh dunia yang punya kemampuan menuju ke sana.
Kamis 9 Februari 2023 lalu adalah hari keberuntungan bagi sebagian peserta puncak upacara peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Kota Medan yang berasal dari seluruh Indonesia. Mereka diberi kesempatan mengikuti tur “sehari-semalam” ke Danau Toba. Mereka yang umumya berasal dari provinsi yang jauh dari Sumatera Utara itu sangat antusias mengikutinya.
Berangkat Kamis siang dari sebuah hotel di Kota Medan, dengan menempuh jarak sekitar 170 km, baru petang harinya mereka tiba di pinggiran Danau Toba. Perjalanan sekitar lima jam dengan naik lima bus yang lumayan melelahkan. Harap maklum, sebelum berangkat, sejak pagi mereka mengikuti puncak upacara peringatan HPN di Gedung Serba Guna Pemprov Sumut di Jalan Williem Iskandar, Kota Medan yang dihadiri Presiden Joko Widodo.
Sebagaimana lazim selama ini, untuk menghadiri acara-acara besar yang dihadiri presiden, umumnya para tamu undangan harus sudah hadir dan duduk rapi sekitar satu jam sebelum presiden dan rombongan datang di tempat upacara.
Sebelum memasuki gedung atau lokasi tempat upacara berlangung, mereka harus melewati seleksi ketat oleh para petugas keamanan yang tidak mau kompromi. Mereka diperiksa para petugas menggunakan detektor. Minimal para tamu harus menunjukkan undangan yang sudah distempel pihak keamaman.
Perjalanan ke Danau Toba itu bermula dari jantung Kota Medan. Kemudian melalui rute jalan tol ke Kota Tebing Tinggi dan belanjut menelusuri jalan provinsi/kabupaten ke Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun. Di sebuah hotel di Parapat, persis di tepian Danau Toba, rombongan bermalam dalam suasana rintik hujan yang membuat udara lumayan dingin.
Malam itu kami mencoba menengok ke luar lingkungan penginapan. Tetapi wajah Danau Toba memang tidak jelas. Baru keesokan harinya kami dapat dengan jelas melihat atau menyaksikan keindahan danau yang berada pada ketinggian 900 meter dari permukaan laut itu.
Sejarah terbentuknya Danau Toba
Di balik keindahan alam dan manfaat ekonominya, Danau Toba menyimpan cerita sejarah yang sangat mengerikan kehidupan umat manusia. Berkat berbagai kelebihannya itu, terutama dilihat dari sektor pariwisata nasional, sejak Sandiaga Uno menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Danau Toba dimasukkan dalam lima Super Prioritas Destinasi (DSP) Pariwisata Nasional.
Jika ditinjau dari segi geologis, terbentuknya Danau Toba tidak lepas dari sejarah letusan super dahsyat yang membentuk danau kaldera itu. Hal ini diungkap oleh Van Bemmeien, geolog asal Belanda dalam bukunya The Geology of Indonesia (1939) yang mengungkapkan hipotesisnya mengenai proses terbentukya Danau Toba.
Menurut Bemmeien, awalnya gunung api purba ini melakukan aktivitas vulkanik dan terjadi erupsi sangat dahsyat. Gabungan antara proses vulkanik dan tektonik pada letusan gunung api purba inilah yang menyebabkan amblesnya bagian tengah gunung, sehingga membentuk cekungan memanjang ke arah barat laut hingga tenggara. (menparekraf.go.id)
Letusan tersebut juga menyebabkan terjungkitnya sebagian tanah dengan posisi miring ke arah barat daya yang membentuk Pulau Samosir di Danau Toba. Pasca-letusan dahsyat itu, Kaldera Toba tertutup bebatuan beku yang kemudian cair dan membentuk danau.
Berdasarkan penelitian, Gunung Api Purba Toba dahulunya merupakan gunung api supervolcano, yang dapat memuntahkan magma minimal 300 km3 saat meletus sekitar 74.000 tahun lalu.
Saat letusan berlangsung setidaknya Gunung Api Purba Toba telah memuntahkan tidak kurang dari 2.800 km3 material vulkanik. Parahnya akibat letusan dahsyat tersebut populasi manusia di bumi menyusut hingga 60% dan diikuti terganggunya mata rantai makanan.
Bahkan letusan gunung api purba ini disebut sempat membuat spesies Homo Sapiens nyaris punah. Migrasi manusia modern juga terhenti, karena letusan membuat Homo Sapiens terisolasi di suatu tempat di Afrika.
Kini hasil letusan tersebut membentuk sebuah danau indah yang menjadi daya tarik wisata di Sumatra Utara dengan panjang 100 km dan lebar 30 km. Danau Toba yang punya kedalaman 500-an meter ini menjadi sarana lalu lintas kapal-kapal feri serta perahu-perahu kecil yang sangat bermanfaat bagi penduduk setempat maupun para wisatawan.
Menyeberang ke Pulau Samosir
Ada pemeo tidak lengkap kalau mengunjungi Danau Toba tidak ke Pulau Samosir. Karena itu rombongan peserta peringatan HPN 2023 tersebut juga menyempatkan diri menyeberang menuju ke Pulau Samosir. Mereka berangkat dari Dermaga Tomok naik perahu berkapastitas sekitar seratus orang.
Jarak Dermaga Tomok ke Dermaga Siallagan di Pulau Samosir sekitar 18 km dan perlu ditempuh lebih kurang satu jam. Dalam perjalanan ini pula kami sebagai pelancong dapat menikmati keindahan Danau Toba dan pemandangan perbukitan “hijau-biru” yang mengitarinya. Keindahan itu pula yang sering menjadi ikon pariwisata Indonesia. Wajar jika kemudian dalam sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO di Paris, Prancis pada 2 Juli 2020 lalu, Danau Toba ditetapkan sebagai UNESCO Global Park.
Danau Toba yang merupakan danau vulkanik terbesar di Asia Tenggara (luas sekitar 1.145 km2) itu, dikelilingi oleh tujuh kabupaten. Yakni, Kabupaten: Simalungun, Tobasa (Toba Samosir), Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo, dan Samosir. Sesuai dengan potensinya, Samosir telah menyatakan dirinya sebagai “Kabupaten Pariwisata”, meskipun sebagian warganya juga sebagai petani.
Pulau Samosir yang berada di tengah-tengah Danau Toba merupakan destinasi favorit bagi wisatawan karena di sini juga terdapat obyek wisata budaya. Di Samosir para wisatawan dapat mempelajari kebudayaan dan peninggalan leluhur suku Batak Toba, mulai dari rumah adat, makan raja-raja kuno, hingga benda-benda zaman megalitikum. Kemudian ada pula Desa Lumban Suhi-Suhi yang merupakan penghasil kain khas Batak, Ulos.
Dengan luas wilayah sekitar 63.000 hektare atau 640 km2, Pulau Samosir hampir menyamai luas Singapura (72.150 ha). Pulau Samosir ini masuk dalam 10 pulau terbesar di dunia yang berada di tengah danau. Pulau Samosir menempati peringkat ke-5 untuk kategori ini. (Indonesia.go.id)
Para wisatawan yang ingin ke Samosir juga bisa menempuh perjalanan darat, yakni melalui jembatan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda. Pilihan perjalanan ini melalui Jalan Tele, yaitu jalur yang menghubungkan Samosir dengan Kabupaten Humbang Hasundutan. (Widodo Asmowiyoto, TuguBandung.id)***