Menu

Mode Gelap

Berita · 19 Jul 2022 00:08 WIB ·

Sepenggal Kisah Ketinggalan Pesawat

					Ilustrasi. (Foto: supersmarttag.com).* Perbesar

Ilustrasi. (Foto: supersmarttag.com).*

Oleh Widodo Asmowiyoto*

JUDUL di atas merupakan kisah nyata yang mengandung banyak pesan. Terserah kepada pembaca bagaimana mengambil pelajaran. Inti soal adalah gegara meleset memperhitungkan waktu perjalanan. Tetapi hal itu bersumber dari kondisi jalan tol yang sudah tidak lagi seperti “jati diri” jalan tol itu: bebas hambatan. Artinya, jalan tol khususnya Bandung-Jakarta –lebih khusus lagi Bandung-Bandara Sukarno-Hatta-Cengkareng-Tangerang—justru kenyataannya banyak hambatan.

Widodo Asmowiyoto.*

Boleh jadi jalan tol yang tidak lagi bebas hambatan itu sekarang ini juga dialami oleh banyak jalan tol yang lain di Pulau Jawa. Misalnya Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) dan Jakarta-Merak. Dibanding masa awal pembangunan jalan tol itu belasan atau puluhan tahun lalu, kini kecepatan kendaraan di jalan-jalan tol tersebut semakin kembali lambat layaknya melalui jalanan umum. Karena itu muncul istilah “lalu lintas tersendat, padat merayap, macet total”.

Cerita jalan tol yang tidak lagi bebas hambatan itu juga disebabkan banyak faktor. Antara lain terus bertambahnya jumlah mobil atau kendaraan bermotor, terjadi “lonjakan atau bahkan penumpukan kendaraan” pada akhir pekan. Apalagi pada saat “long week end” dan pada musim libur panjang. Bahkan akan menjadi dramatis ketika berlangsung musim mudik lebaran, libur natal dan tahun baru.

Memang, arus lalu lintas di jalan-jalan tol tidak selalu padat atau padat merayap. Namun, pada saat arus kendaraan di jalan tol yang relatif lengang dan lancar itu juga seringkali mengundang tragedi. Yakni terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat fatal. Bisa terjadi tabrakan beruntun. Melibatkan sejumlah mobil atau kendaraan bermotor dan korban jiwannya pun banyak, baik luka-luka atau bahkan meninggal dunia. Sudah terlalu sering terdengar kecelakaan beruntun dan fatal di jalan-jalan tol di negeri ini. Kata kuncinya kurang sikap disiplin. Misalnya memaksakan menyetir kendaraan padahal sedang ngantuk atau terlalu capek.

Ketinggalan pesawat

Kembali pada kisah nyata ketinggalan pesawat. Peristiwa menyedihkan itu penulis alami sendiri. Ceritanya begini. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menugaskan saya untuk menjadi penguji wartawan pada Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di Kota Manado, Sulawesi Utara tanggal 5-6 Juli 2022 lalu. UKW itu tidak seperti biasanya yang diselenggarakan oleh PWI sendiri. Kali ini pelaksanaan UKW bekerja sama dengan Dewan Pers, induk organisasi yang PWI menjadi salah satu konstituennya.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, panitia akhirnya memilih penerbangan dengan pesawat Citilink. Jadwal take off Senin 4 Juli dini hari atau pukul 02.30 dari Terminal 3 Bandar Udara Soekarno-Hatta (SH). Dengan mempertimbangkan tempo perjalanan di jalan tol, saya memilih berangkat dari Bandung dengan naik sebuah travel hari Minggu 3 Juli pukul 21.00. Artinya tersedia waktu 5,5 jam perjalanan Bandung-Terminal 3 Bandara SH.

Pemilihan waktu berangkat pukul 21.00 itu berdasarkan pengalaman mondar-mandir Bandung-Jakarta –termasuk Bandung-Bandara SH—selama ini. Dulu, sewaktu jalan tol Bandung-Jakarta itu masih sibuk dengan pembanguan (bersamaan) jalur KA Cepat Jakarta-Bandung, KA Komuter Jakarta-Bekasi, dan jalan tol layang Jakarta-Cikampek (jalan tol layang MBZ/Sheikh Mohammed bin Zayed), perjalanan padat merayap sudah menjadi kebiasaan. Untuk itu kita perlu menyediakan waktu minimal 6 atau 7 jam untuk perjalanan Bandung-Jakarta atau Bandung-Bandara SH.

Setelah jalan tol layang MBZ sepanjang 36,84 km itu selesai dibangun Desember 2019 lalu, perjalanan Bandung-Jakarta menjadi relatif lancar. Perlu waktu relatif singkat, kurang lebih 3 jam. Tempo 3 jam itu hampir sama dengan tempo perjalanan Bandung-Jakarta saat awal pembangunan jalan tol Jakarta-Cikampek-Bandung selesai dibangun, yakni hanya sekitar 2 jam. Bahkan ada yang berani ngebut sehingga hanya perlu waktu 1,5 jam.

Rupanya rasa gembira tempo perjalanan Bandung-Jakarta yang semakin singkat tersebut kembali sirna. Hal itu mungkin saja disebabkan beberapa faktor. Pertama, jumlah mobil atau kendaraan bermotor yang melewati jalan tol terus bertambah. Kedua, seringnya terjadi perbaikan jalan di beberapa lokasi sehubungan dengan semakin tua usia jalan tol itu. Ketiga, kadang juga terjadi kecelakaan sehingga membuat perjalanan kendaraan melambat.

Ratusan ribu kendaraan bermotor

Tentang kepadatan di jalan tol Jakarta-Cikampek dan Cikampek-Bandung pp, dapat dilihat dari data resmi yang dicatat oleh pengelola jalan tol (PT Jasa Marga Tbk) maupun pemerintah (Kementerian Perhubungan). Sebagai contoh, PT Jasa Marga (Persero) mencatat sebanyak 144.550 kendaraan menuju Jakarta pada hari kedua Tahun Baru 2021 ata Sabtu 2 Januari 2021. (Kompas.com, 4/1/2021)

Menurut Corporate Communication & Community Development Group Head PT Jasa Marga, Dwimawan Heru, angka tersebut merupakan kumulatif arus lalu lintas dari beberapa Gerbang Tol (GT) barrier/utama. “Yaitu, GT Cikampek Utama dan GT Kalihurip Utama (arah Timur), GT Cikupa (arah Barat), dan GT Ciawi (arah Selatan). Total volume ini naik 8,3 persen dari lalin new normal,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu (3/1/2021).

Kepadatan tersebut paling banyak terjadi dari arah Timur dengan kontribusi 55,4 persen. Kemudian 24,1 persen dari arah Barat dan 20,5 persen sisanya terjadi di arah Selatan. Adapun rincin distribusi lalin dari arah Timur melalui GT Cikampek Utama 2, dengan jumlah kendaraan 48.827 kendaraan menuju Jakarta, naik sebesar 58,2 persen dari lalin new normal.

Selanjutnya, melalui GT Kalihurip 2, dengan jumlah 31.231 kendaraan menuju Jakarta, turun sebesar 1 persen dari lalin new normal. “Total kendaraan menuju Jakarta dari arah Timur adalah sebanyak 80.058 kendaraan, naik sebesar 28,3 persen dari lalin new normal,” katanya.

Sedangkan jumlah kendaraan yang menuju Jakarta dari arah Barat melalui GT Cikupa Jalan Tol Tangerang-Merak ialah sebesar 34.794 kendaraan, turun sebesar 14 persen dari lalin normal.

Dari angka-angka tersebut, terlihat jelas bahwa kendaraan dari arah Timur, tentunya termasuk dari Bandung angkanya dominan. Patut dicatat bahwa tempo perjalanan Bandung-Jakarta/Terminal 3 Bandara SH (sekitar 180 km) yang tidak cukup dengan tempo 5,5 jam itu terjadi saat musim libur anak sekolah. Arus balik Minggu malam 3 Juli dari Bandung saat itu sungguh padat. Pada malam itu sekitar 10 km menjelang GT Kalihurip (dari arah Bandung) luar biasa padat. Kendaraan padat merayap.

Semula saya merasa tenang-tenang saja. Namun mulai cemas ketika ada penumpang lain dalam mobil travel yang sama mulai mengeluh tentang kemacetan. Dia juga menuju Bandara SH. Ada penumpang lain yang juga menyatakan ketinggalan pesawat. Saat itu sudah hampir pukul 02.30, tetapi kendaraan kami masih berada di jalan tol layang MBZ. Mungkin karena sama-sama dilanda rasa cemas, kami minta sopir meminggirkan kendaraan untuk (sekadar) buang air kecil karena memang tidak ada toilet resmi di sepanjang jalan tol layang itu.

Menyadari akan terjadi keterlambatan naik pesawat tersebut, saya meminta rekan yang sudah berada di ruang tunggu 27 Terminal 3 (untuk Citilink) mencoba konsultasi ke petugas Citilink. Tetapi tidak ada solusi, karena petugas menyatakan bahwa biasanya untuk penerbangan awal (dini hari) itu tidak ada delay. Dengan demikian tidak ada toleransi bagi penumpang yang (sangat) terlambat boarding.

Setiba di Terminal 3 Bandara SH saya pun konsultasi dengan petugas customer service Citilink. Intinya saya memperoleh jawaban bahwa bagi penumpang yang terlambat tidak ada kompensasi, misalnya bisa naik pesawat yang sama untuk penerbangan berikutnya. Juga sama sekali tidak ada pengembalian uang tiket meskipun hanya “sekian persen” dari total harga tiket.

Hal itu berbeda dengan kejadian sama yang saya alami beberapa tahun lalu. Saat itu karena bus yang saya naiki menuju Bandara SH –berangkat dini hari– mengalami kerusakan teknis di jalan tol Bandung-Jakarta, sekitar km 6 menjelang masuk Jakarta. Hingga pesawat take off menuju Kota Kupang perbaikan bus belum selesai, dan tidak ada bus lain dari perusahaan bus yang sama yang mampu (membantu) membawa kami.

Ujung cerita keterlambatan naik pesawat beberapa tahun lalu itu cukup menggembirakan. Karena pihak bus mau mengganti ongkos tiket para penumpang. Hanya saja para penumpang terpaksa terlambat menghadiri acara masing-masing karena harus naik pesawat pada penerbangan berikutnya.

Dalam peristiwa keterlambatan naik pesawat kali ini, pihak travel memang tidak berkewajiban mengganti ongkos naik pesawat. Mengapa? Karena tidak ada kerusakan teknis mobil yang menyebabkan perjalanan para penumpang terlambat naik pesawat.

Hanya saja, ketika saya bercerita ke sopir taksi (bandara) yang saya naiki untuk pindah terminal –dari Terminal 3 ke Terminal 2—sopir taksi tersebut punya pendapat lain. Dia bilang, “Seharusnya sopir travel yang Bapak naiki itu mencari akal ketika menghadapi kepadatan lalin seperti itu. Dia seharusnya mencari cara untuk lebih mempercepat perjalanan menuju bandara”.

Dalam suasana ngantuk pagi itu, saya hanya teringat saat dulu jalan tol Bandung-Cikampek-Jakarta sering dilanda kemacetan. Yakni, para sopir travel mencari jalan tikus di area kompleks permukiman atau perkampungan sehingga tidak selalu “setia” berjalan di jalan tol. Terpenting para penumpang bisa mengejar jadwal penerbangan.

Pada intinya sopir taksi tersebut megajak berpikir profesional sejalan dengan profesinya masing-masing. Dalam suasana lelah pagi itu, saya pun harus berpikir profesional. Karena itu sebagai asesor UKW, kemudian saya pun naik pesawat lain di siang hari agar saya dapat tiba di Manado sore dan esok harinya bisa menguji para wartawan muda. ***

*Penulis Dewan Redaksi TuguBandung.id

Artikel ini telah dibaca 260 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Torch Gandeng Rumah Zakat, Kolaborasi Bagikan 1000 Tas untuk Pelajar di Pelosok Negeri

20 Januari 2025 - 21:52 WIB

UMKM Juicefriend Apresiasi Karyawan Terbaik dengan Hadiah Umroh

20 Januari 2025 - 21:10 WIB

Santos Tour Down Under 2025: Musim Balap Sepeda 2025 Dimulai di Australia

20 Januari 2025 - 17:16 WIB

PT KAI Daop 2 Bandung Tutup 36 Perlintasan Sebidang Liar Tekan Angka Kecelakaan di Tahun 2024

20 Januari 2025 - 12:54 WIB

Enam Stasiun KA ini Sudah Pake Solar Panel lho…

20 Januari 2025 - 12:48 WIB

Bantu Pengungsi Palestina, Lazis Darul Hikam Salurkan Bantuan Langsung ke Kamp Pengungsi

20 Januari 2025 - 10:25 WIB

Trending di Berita