TUGUBANDUNG.ID – Ribuan Santri se-Priangan timur mendesak agar Pendeta Saifuddin Ibrahim — yang meminta menghapus 300 ayat Alquran — segera ditangkap. Ribuan santri turun ke jalan, Rabu (23/3/2022). Forum Pondok Pesantren Kota Tasikmalaya dan elemen santri lain se-Priangan Timur memandang pernyataan Pendeta Saifuddin Ibrahim telah melukai umat Islam.
Aksi yang berlangsung di Masjid Agung Kota Tasikmalaya itu mendapat dukungan dari berbagai elemen. Ormas Islam, LSM, dan organisasi lainnya. Seruan aksi menjaga marwah agama, bangsa, dan negara itu termasuk desakan agar menghentikan kriminalisasi para kiayi dan santri. Hentikan pula narasi yang mencap pesantren sarang radikalis atau teroris.
“Islam itu tidak radikal, cuma yang harus dicatat oleh para santri adalah hancurnya sebuah negara bukan karena musuh, bukan karena penjajah, tapi hancurnya negara karena pengkhianat bangsa itu sendiri,” ungkap KH. Tatang salah seorang pimpinan pondok pesantren di Garut.
KH. Tatang menegaskan, harus segera ada tindakan untuk menangkap dan memproses secara hukum, siapa pun yang menjadi pengkhianat bangsa serta mengganggu kerukunan umat beragama.
“Bahkan kalau memakai rukun Islam layak untuk dibunuh,” katanya seraya disambut dengan takbir ribuan santri.
TNegara Indonesia, kata dia, tidak bisa terelepas dari dunia santri. Bahkan, ada yang mengatakan, negara berhutang budi kepada santri itu bukan isapan jempol.
“Pesantren di Indonesia berdiri sejak tahun 1300, sedangkan penjajahan Belanda pada tahun 1600 sampai tahun 1900. Berarti 300 tahun sebelum penjajahan Belanda, sudah ada pesantren di Indonesia yang otomatis ada kiyai, ulama, dan santri,” pekiknya.
Tujuh tuntutan
Koordinator aksi, KH. Aminudin Bustomi, menyampaikan tujuh tuntutan. Berikut ini selengkapnya:
1. Mengecam keras pernyataan pendeta Saifuddin Ibrahim yang telah melecehkan dan merendahkan lembaga pendidikan pondok pesantren dengan menuduh lembaga dan kurikulum pesantren sebagai basis pendidikan radikal dan teroris.