Menghidupkan Kembali “Barak Militer” di Sekolah

Oleh: Dr. H. Ijang Faisal, M.Si

Kepala LPPM Universitas Muhammadiyah Bandung

Program “Barak Militer” Gubernur Jawa Barat KDM (Kang Dedi Mulyadi) merupakan kegiatan yang mulia, sehingga wajar mendapatkan apresiasi besar dari banyak orang. Pujian atas ide berlian tersebut bukan hanya datang dari warga Jawa Barat, tetapi dari banyak daerah di Indonesia, bahkan dari warga negara lain.

“Barak Militer” menjadi solusi jitu di antara kebingungan orang tua dan kegelisahan bangsa ketika menatap generasi muda Indonesia kekinian. Banyak orang tua, bahkan bangsa ini tidak berdaya berhadapan dengan kenakalan remaja kekinian yang kadang sangat melampaui batas normal dan melabrak norma-norma. Tidak sedikit perilaku mereka bukan lagi dapat dikaterorikan kenakalan remaja, tetapi tindak kriminal yang genosida. Di antara mereka berlaku brutal, sadis, kejam, dan acapkali dengan mudah menghabisi nyawa orang, bahkan kadang teman atau kerabat dekat.

Kenakalan remaja yang dikenal dengan juvenile delinquency memang bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi menjadi problem dunia yang dihadapi banyak negara. Kenakalan remaja ini mencakup berbagai perilaku menyimpang, mulai dari kenakalan biasa hingga tindak kriminal yang serius yang menyebabkan hilangnya nyawa. Laman WHO (2024) mencatat tindak kekerasan di dunia paling banyak melibatkan usia remaja, di antara usia 15-29 tahun. Jumlahnya sangat spektakuler, per tahun rata-rata 193.000 kasus pembuhuhan terjadi dengan melibatkan mereka.

Indonesia salah satu negara yang dianggap tempat tumbuh suburnya kenakalan remaja. Tahun 2016, UNICEF mencatat kekerasan yang dilakukan remaja Indonesia mencapai 50 persen (FKKMK_UGM:2018). Angka tersebut setiap tahun meningkat, bahkan tahun 2024-2025 disebut-sebut sebagai tahun puncak kenakan remaja Indonesia.

Falsafah Pok, Pek, Prak

Oleh karena itu, ketika muncul ide untuk menyembuhkan juvenile delinquency remaja Indonesia, seperti Program Barak Militer KDM, maka mendapat sambutan besar dari banyak pihak, terutama para orang tua. Idenya tidak luar biasa dan bukan hal yang baru, tetapi keberanian untuk mewujudkan ide tersebutlah yang sangat luar biasa. KDM adalah Pemimpin Sunda yang mengamalkan Falsafah Sunda: Pok, Pek, Prak.

Falsafah Sunda pok-pek-prak merupakan ajaran orang tua (Sunda) yang menekankan pentingnya tindakan setelah berbicara dan membuat konsep. Pok berarti ucapan atau diskusi, pek berarti persiapan atau bahan, dan prak berarti tindakan atau pelaksanaan.  KDM bukan pemimpin yang hanya “omon-omon”, mengumbar janji dan teori, tetapi juga aplikator dan eksekutor. Tipe kepemimpinan ini sangat diperlukan ketika sebuah organisasi dalam keadaan krisis karena dapat memberikan solusi cepat sesuai harapan rakyat.

Inilah yang mendorong dukungan terhadap Program Barak Militer terus bergelombang, bahkan menjadi momok bagi remaja dan anak-anak nakal. Oleh karena itu, acapkali viral menjadi senjata bagi para orang tua untuk menakut-nakuti anak mereka yang “nakal”. Kang Dedi memberi solusi pada para orang tua sekaligus menjadi icon “fobia” anak dan remaja.  “Awas dilaporkan ke Kang Dedi” menjadi viral dalam setiap momen pembelajaran pada anak dan remaja.

Namun, bukan berarti semua warga negara Indonesia “suka” terhadap Program Barak Militer. Bahkan, mungkin tidak semua warga Jawa Barat mendukung Program Barak Militer, walaupun di-pok, pek, prak-kan oleh Gubernur Jawa Barat yang mendapat dukungan 60 persen lebih suara pemilih dalam Pemilihan Gubernur 2024. Bahkan, sejumlah anggota DPRD Jawa Barat pun membawa Program Barak Militer ke meja polemik politik.

Pro dan Kontra dalam kehidupan ini memang hal yang biasa; sudah menjadi sunatullah.  Apalagi terhadap pemikiran, sikap, dan perilaku manusia yang harus disadari pasti tidak sempurna, manusia tempatnya khilaf. Namun, itikad, niat, dan perbuatan yang baik untuk kemaslahatan umat, seperti memberikan solusi terhadap problem berat kenakalan remaja semacam Program Barak Militer, harus mendapatkan apresiasi besar. Apalagi solusi tersebut lahir di antara kegelisan dan ketakuran bangsa atas kenakalan remaja yang melampaui batas normal, melanggar norma, dan tidak sedikit yang kriminal.

Sebagai manusia, sebagai sesama bangsa Indonesia, dan sebagai warga Jawa Barat sejatinya angkat topi pada keberanian pok, pek, prak-nya KDM dalam membelikan solusi atas masalah remaja. Bahkan, langkah yang paling layak, seharusnya warga Jawa Barat memberikan dukungan positif menuju Program Barak Militer yang lebih baik.

Program Barak Militer sejatinya tidak hanya menjadi program instan solusi sesaat. Apalagi hanya untuk kebutuhan konten di media sosial, setelah itu berlalu meninggalkan jejak kenangan. Barak Militer harus menjelma menjadi program berkelanjutan dalam jangka sepanjang hayat karena eksistensi anak dan remaja di muka bumi ini akan tetap ada selama manusia ada.

Oleh karena itu, yang dipertanyaan sejumlah anggota DPRD, tokoh masyarakat, dan kelompok masyarakat strategis lainnya, bukan kenapa tidak dilibatkan, tetapi semuanya harus terlibat. Program Barak Militer adalah program kolosal karena menyangkut nasib bangsa dan negara di masa depan, sehingga semuanya harus mengambil peran.

Bicara kenakalan anak dan remaja adalah bicara moral yang merupakan state soft suprastructure. Pembangunan yang hanya berfokus pada state hard infrastructure akan melahirkan warga negara yang kuat, tetapi kejam, bengis, tidak “berhati”. Namun, pembangunan state soft suprastructure bukan hanya kewajiban Pemerintah, bahkan basic yang paling penting ada keluarga dan lingkungan terdekat.

Eksistensi PMR, Pramuka dan Ekstrakulikuler

Keseimbangan pembangunan state soft suprastructure dan state hard infrastructure sudah merupakan visi Indonesia sejak masa orde lama, bahkan tumbuh pada masa orde baru dan seterusnya dengan cita-cita besar lahirnya sumber daya manusia yang sempurna seutuhkan; sehat lahir dan bathin; jasmani dan rohani. Oleh karena itu, instrument pendukungnya sudah ada, bahkan sebagian masih mengakar pada kegiatan-kegiatan satuan pendidikan masyarakat, seperti lahirnya ekstrakulikuler PMR (Palang Merah Remaja), Pramuka, PKS (Patroli Keamanan Sekolah), Paskibra, dan aktivitas lainnya yang berbasis satuan pendidikan.

Eksistensi PMR, Pramuka, PKS, Paskibra, dan kegiatan ekstrakuliler lainnya di sekolah berfungsi melengkapi kemampuan soft skill siswa karena materi pendidikan formal terbatas ruang dan waktu. Bahkan, dalam memperkaya soft skill anggota PMR, Pramuka, PKS, Paskibra, dan lainnya, keterlibatan TNI dan Polri pun berperan penting untuk memberikan materi seperti di Barak Militer.

Program Jangka Panjang

Oleh karena itu dalam jangka panjang, Gubernur KDM sebaiknya segera menggandeng dan memberdayakan potensi Palang Merah Indonesia (PMI) dan Kwarda Gerakan Pramuka di Jawa Barat serta Kabupaten dan Kota untuk dilibatkan secara utuh dalam memoles dan menghidupkan kembali kegiatan ekstrakuliler  di sekolah-sekolah yang berfungsi untuk melengkapi kemampuan soft skill para siswa karena materi pendidikan formal terbatas ruang dan waktu.

Sehingga kita berharap semua siswa mendapatkan aspek manfaat sekaligus merupakan program hilirisasi (pre-emtif dan preventif) problem kenakalan remaja sembari dilakukan pembobotan dalam keterlibatan bersama dalam bingkai semangat demokrasi yang sehat. ***

Komentar