KOTA BANDUNG (TUGUBANDUNG.ID) – Meski status darurat sampah di Kota Bandung telah dicabut, tapi kebiasaan baik dalam mengolah sampah terus berjalan. Salah satunya dilakukan warga Kecamatan Cinambo.
Plt. Camat Cinambo, Hakim Satiadibudhi menyebutkan, dari 7.977 kepala keluarga (KK), sebanyak 68,49 persen di antaranya sudah memilah sampah.
“Ada budidaya maggot, patroli malam TPS, sosialisasi, loseda, pemilahan sampah, penjemputan sampah organik, dan bank sampah cinta,” ujar Hakim di Kantor Kecamatan Cinambo, Kamis 4 Januari 2024.
Volume sampah yang dihasilkan Kecamatan Cinambo pada Desember 2023 sebanyak 47 ton. Dengan jumlah sampah anorganik yang dihasilkan sebanyak 1,1 ton. Jenis terbanyak adalah plastik, kertas/dus, dan besi/logam.
“Cinambo telah memiliki 10 lokasi kawasan bebas sampah (KBS) yang tersebar di empat kelurahan, yakni 2 RW di Kelurahan Sukamulya, 3 RW di Kelurahan Pakemitan, 2 RW di Kelurahan Cisaranten Wetan, dan 3 RW di Kelurahan Babakan Penghulu,” paparnya.
Ia mengaku, meski darurat sampah telah berakhir, tapi upaya pengelolaan sampah sejak dari sumber akan terus dilakukan demi Kota Bandung yang lebih baik.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna menyampaikan, kesalahan pengelolaan sampah di masa lalu harus dijadikan pelajaran. Perlu dihadapi, tapi jangan dengan cara yang sama.
“Setelah evaluasi, sejak Agustus, 4 bulan kita sudah ada hasil yang cukup menggembirakan. Dari sampah 1.300 yang biasa diangkut ke TPA Sarimukti, hanya 934 ton sekarang yang diangkat. Ada 400 ton yang bisa kita selesaikan,” ungkap Ema.
Ia menambahkan, keberhasilan tersebut berkat kinerja dari berbagai klaster. Sebanyak 109 ton sampah bisa terolah dengan baik, mulai dari klaster pendidikan, tempat ibadah, asosiasi perdagangan, dan perkantoran.
“Klaster ini tetap akan menjadi ukuran kinerja kita. Kemudian, sebanyak 256 ton sampah juga sudah dikelola dengan baik oleh para warga di komplek middle up. Mereka punya vendor untuk kerja sama, sehingga sampah tidak dibuang di TPA Sarimukti,” tuturnya.
Ema menegaskan, tataran pemerintah harus menjadi pionir dalam memberikan contoh pengolahan sampah kepada masyarakat di lingkungan perkantorannya.
Terlebih, per 2 Januari lalu, TPA Sarimukti sudah tidak menerima sampah organik dan anorganik, hanya sampah residu.
“Sekarang tidak ada argumentasi lain jika sampah semua harus selesai di hulu. Tahun 2023 kita sudah memberikan daya dukung sarana prasarana, semoga berprogres ke tahun 2024. Kita budayakan penangan sampah dengan metode Kang Empos,” jelasnya.
Sampai saat ini, ada 20 persen kelurahan di Kota Bandung telah diberikan ember dan karung, serta daya dukung anggaran untuk membuat hanggar maggot.
“Kita sudah bikin 175 tempat maggot di Gedebage. Targetnya tiap kelurahan bisa selesai mengolah 1 ton sampah organik per hari. Modal utamanya harus muncul rasa kesadaran dari diri kita. Jangan lelah untuk terus edukasi masyarakat,” tuturnya.
Menurut Ema, jika warga telah tuntas mengolah sampah di hulu, maka tak perlu ada kewajiban membayar retribusi sampah kepada pemerintah.
“Biaya operasional untuk sampah itu anggarannya Rp80 miliar, tapi dari hasil retribusi cuma dapat 30 persen. Kalau sampah sudah tuntas diolah dari hulu, biaya operasional kita juga pasti berkurang. Jadi dananya bisa geser ke kebutuhan lain,” jelasnya.
Untuk semakin menuntaskan permasalahan sampah, Pemerintah Kota Bandung pun membangun sejumlah tempat Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
“Salah satunya yang sedang berprogres di Tegallega. Targetnya Juni sudah bisa beroperasi,” imbuh Ema. ***