Menu

Mode Gelap

Diskursus · 28 Mar 2022 09:06 WIB ·

Digitalisasi Tuntas, Sajian Program TV (Harus) Berkualitas

					KOMINFO.GO.ID Perbesar

KOMINFO.GO.ID

Widodo Asmowiyoto | Dewan Redaksi TUGUBANDUNG.ID

PUNCAK peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsianas) tanggal 1 April 2022 akan berlangsung di The House Pasirkaliki, Kota Bandung. Rangkaian acaranya diselenggarakan sejak 26 Maret lalu. Harsianas ke-89 bertema “Transformasi Penyiaran Era Digital” ini akan dihadiri langsung Presiden Joko Widodo.

Menurut Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Adiyana Slamet, peringatan Harsianas kali ini menitikberatkan perubahan pola dan teknologi penyiaran. Baik pelaku industri penyiaran maupun masyarakat sudah harus siap menghadapi perubahan itu.

Di antaranya pada masa peralihan dari siaran analog ke digital atau ASO (Analog Switch Off), lanjut Adiyana, harus terus menerus dilakukan sosialisasi kepada masyarakat selain kepada para pelaku industri penyiaran. “Terutama televisi,” katanya seperti dikutip tugubandung.id, (22/3/2022).

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jabar, Ika Mardiah mengatakan, Diskominfo mendukung fasilitasi yang KPID Jabar butuhkan. ”Dukungan kita adalah fasilitasi, termasuk sebagian pendanaan dan fasilitas lain,” kata Ika Mardiah. Ia juga menjelaskan, selama masa peralihan dunia penyiaran ke era digital, Diskominfo terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk mempersiapkan apa saja yang penting.

Agenda Besar

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G. Plate, pertengahan tahun 2020 lalu menyampaikan, percepatan digitalisasi televisi itu merupakan agenda besar pembangunan nasional yang harus segera diwujudkan bersama-sama dengan dukungan kuat dari semua pihak.

“Pemerintah Indonesia secara serius tengah mempercepat penyelesaian peraturan perundangan yang konkret, sehingga ASO dapat segera diimplementasikan,” kata Johnny dalam konferensi pers secara secara virtual, Senin (6/7/2020).

Menkominfo menjelaskan seperti dikutip Beritasatu.com, ada beberapa alasan penting percepatan digitalisasi televisi ini sebagai bagian dari prioritas digitalisasi nasional. Dari sisi perkembangan digitalisasi penyiaran global, Indonesia jauh tertinggal dalam proses digitalisasi televisi sistem terestrial.

Beberapa negara di Eropa sudah selesai dengan proses digitalisasi lebih dari satu dekade lalu. Sedangkan di negara-negara Asia seperti Jepang telah menyelesaikan proses digitalisasinya di tahun 2011 dan Korea Selatan di tahun 2012. Thailand dan Vietnam pun sudah memulai penyelesaian ASO secara bertahap di tahun 2020. Bahkan Malaysia dan Singapura sudah selesai dengan ASO secara nasional pada 2019.

Masyarakat di negara-negara dimaksud telah dapat menikmati siaran televisi dengan teknologi digital, dengan kualitas gambar dan suara yang sangat baik, serta menikmati pilihan program siaran yang lebih beragam. Dari sisi kepentingan publik, menurut Menkominfo, proses digitalisasi ini harus ditempuh dan disegerakan, demi menghasilkan kualitas penyiaran yang lebih efisien dan optimal untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia.

Selama ini masyarakat dirugikan akibat kualitas tayangan tidak sesuai dengan perangkat teknologi mutakhir yang mereka miliki. Merujuk pada data dari Nielsen, 69 persen masyarakat Indonesia masih menonton televisi lewat sistem terestrial (free-to-air) dengan teknologi analog. Ini adalah sebuah ironi, di mana masyarakat sudah memiliki smart tv atau perangkat televisi pintar namun belum dapat memanfaatkan siaran digital.

Kemudian dari sisi nilai tambah dalam penataan frekuensi, dengan percepatan digitalisasi, Menkominfo mengatakan, frekuensi dapat ditata ulang dan dimanfaatkan untuk penyediaan layanan lain terutama untuk layanan publik dan layanan internet cepat. Negara-negara di dunia telah memanfaatkan hasil efisiensi spektrum frekuensi yang dihasilkan dari digitalisasi penyiaran televisi untuk meningkatkan akses internet kecepatan tinggi.

Diungkapkan bahwa pita frekuensi 700 MHz adalah rentang yang digunakan untuk siaran terestrial di seluruh dunia, merupakan pita frekuensi “emas” karena ideal untuk layanan akses internet broadband.

Dengan migrasi teknologi digital, maka dari 328 MHz yang saat ini seluruhnya digunakan untuk penyiaran televisi teknologi analog, akan dihasilkan penggunaan efisiensi spektrum yang disebut dengan digital dividen sebesar 112 MHz (total bandwidth 90 MHz yang dapat digunakan) untuk menambah kapasitas, jangkauan dan kualitas internet broadband di tanah air.

“Dengan demikian, pemanfaatan spektrum frekuensi akan semakin efisien, daya saing industri penyiaran akan meningkat, serta tingkat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga akan semakin optimal,” ungkap Johnny.

Menkominfo mengingatkan, “Digitalisasi penyiaran merupakan kebijakan untuk kepentingan seluruh ekosistem, kepentingan strategis bangsa, kepentingan masyarakat dan jangan sampai disandera oleh kepentingan kelompok maupun kepentingan usaha tertentu semata”.

Terkait dengan penegasan Menkominfo itu, maka sejak 2020 itu KPI bersama dengan Badan Aksesibilitas Komunikasi dan Informasi (Bakti) serta Kemenkominfo menuntaskan program sosialisasi dan publikasi “Menjaga Indonesia dan Perbatasan melalui Penyiaran Televisi Digital”. Kegiatan ini digelar untuk menyiapkan masyarakat Indonesia menghadapi perpindahan sistem siaran dari analog ke siaran digital atau ASO tersebut, yang dijadwalkan jatuh pada 2 November 2022. (mediaindonesia.com, 29/12/2020).

Menurut Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, hadirnya siaran digital di wilayah terisolasi, terdepan atau perbatasan sangat penting. Ini untuk menjaga nilai dan rasa nasionalisme masyarakat di wilayah tersebut. Sebab, selama ini kebanyakan masyarakat di wilayah itu mendapatkan asupan siaran atau informasi dari negara lain.

Banyak Manfaat

Tentu saja Menkominfo mendukung upaya KPI dan Bakti melakukan sosialisasi kesetaraan akses pengembangan wilayah perbatasan melalui pembangunan akses penyiaran ini. Hal itu sangat relevan dengan topik dari sosialisasi menjaga Indonesia dan perbatasan. Peralihan siaran analog ke digital pada 2 November 2022 merupakan tugas KPI dan Kemenkominfo bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam upaya mewujudkan digitalisasi penyiaran nasional secara penuh.

Kemenkominfo, KPI, dan Bakti harus memastikan akses masyarakat mendapatkan layanan TV tidak berkurang dan justru menerima banyak manfaat dari siaran digital. Kesetaraan akses itu penting tetapi peningkatan penyiaran juga harus dilakukan.

Pengertian masyarakat harus menerima banyak manfaat dari digitalisasi televisi ini, tentu saja harus termasuk menerima perbaikan kualitas program atau konten siaran karya jurnalistik. Bukan sekadar kejernihan gambar saja. Sistem penyiaran televisi digital bukan saja hanya mampu menyalurkan data gambar dan suara, tetapi juga memiliki kemampuan multifungsi dan multimedia seperti layanan interaktif dan bahkan informasi peringatan dini bencana.

Pada era penyiaran digital, penonton TV tidak hanya menonton program siaran tetapi juga bisa mendapat fasilitas tambahan seperti  EPG (Electronic Program Guide) untuk mengetahui acara-acara yang telah dan akan ditayangkan kemudian. Dengan siaran digital, terdapat kemampuan penyediaan layanan interaktif di mana pemirsa dapat secara langsung memberikan rating terhadap suara program siaran.

Pada acara zoom workshop jurnalistik yang diselenggarakan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) PWI Pusat dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 7 Februari 2022 lalu di Kendari, Sulawesi Tenggara, Pemimpin Redaksi SCTV & Indosiar (EMTEK Group),  Retno Pinasti, menegaskan, wartawan TV di era digital harus mampu menyajikan konten atau sajian siaran yang memenuhi kriteria good journalism. Hal ini sekaligus untuk melawan berita bohong atau hoaks.

Sebagaimana umumnya tantangan bagi media multiplatform, maka para wartawan televisi pun harus mampu mengemas berita secara menarik. Selain harus tangguh, mereka juga harus memiliki multi-keahlian (multiskilled).

Pada kesempatan yang sama, Pemimpin Redaksi Kompas.com, Wisnu Nugroho, mengingatkan kembali pesan Pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, bahwa informasi yang dipersepsikan sebagai sumber pengetahuan mulai dikhawatirkan sebagai sumber kecemasan. Untuk itu, kewajiban pertama jurnalisme –otomatis juga untuk wartawan televisi—adalah pada kebenaran.

Seperti dijelaskan oleh Bill Kovack dan Tom Rosenstiel, para wartawan harus memegang prinsip berikut ini:  loyalitas pada warga, disiplin verifikasi, independen, pemantau kekuasaan, forum kritik dan komentar publik, penting-menarik dan relevan, komprehensif dan proporsional, suara hati nurani, memberikan hak dan tanggung jawab warga. Jika media sosial membakar dunia, maka jurnalisme bertugas memadamkannya. (Widodo Asmowiyoto, Dewan Redaksi Tugubandung.id)***

 

 

Artikel ini telah dibaca 42 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Kurikulum Baru, Harapan Baru? Menelisik Perubahan Organisasi Kurikulum di Bawah Nakhoda Pendidikan Indonesia yang Baru

15 Januari 2025 - 08:45 WIB

Teori Hans Kelsen Vs Teori Sosiologi dalam Kasus Shin Tae-yong Vs Patrick Kluivert

12 Januari 2025 - 07:06 WIB

Terapkan PHBS, Pesantren Arrohmah Ciparay Bebas dari Perilaku Buang Air Besar Sembarangan

21 Desember 2024 - 15:21 WIB

Mau Anak Indonesia Bebas dari Penyakit Gigi dan Mulut? Ini Caranya!

19 Desember 2024 - 15:56 WIB

Urgensikah Kasus Harun Masiku ? Kriminalisasi Politik, Ataukah Hanya Politisasi Kelas Dinosaurus?

18 Desember 2024 - 17:48 WIB

Jamban Sehat, Jiwa Sejahtera

16 Desember 2024 - 20:22 WIB

Trending di Diskursus