KABUPATEN BANDUNG (TUGUBANDUNG.ID) – Jurnal American Journal of Tropical Medicine and Hygiene mengeluarkan studi yang dilakukan pada 87 negara selama periode 31 Desember 2019 – 5 April 2020 menyebutkan, Indonesia masuk 5 peringkat besar negara dengan persebaran rumor, stigma, teori konspirasi dan berita-berita hoaks yang cukup tinggi di dunia. Para peneliti ini mencatat lima besar negara sebagai produsen hoaks, antara lain India, Amerika Serikat, Tiongkok, Spanyol, Indonesia, dan Brazil.
Merujuk pada jurnal tersebut, berbagai macam disinformasi yang tersebar di masyarakat Indonesia telah memberikan dampak cukup serius di berbagai bidang. Penyebaran hoaks bahkan lebih jauh dapat menjadi sesuatu yang menumbuhkan bibit intoleranisme, radikalisme dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Untuk mengantisipasi dan mengedukasi masyarakat dalam permasalahan hoaks ini, kelompok 14 Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa (KKNM) Universitas Langlangbuana (Unla) mengadakan Seminar “Literasi Media Digital: Mengenal dan Mengantisipasi Berita Hoax” pada Sabtu (13/8/2022), mulai pukul 09.00 WIB hingga selesai di Aula Kantor Desa Rancakasumba, Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung.
Seminar ini merupakan salah-satu program pendamping dan program muatan kegiatan Mahasiswa Kelompok 14 KKNM Unla dengan membahas topik mengenai literasi media, khususnya digital yang berfokus pada cara mengenal dan mengantisipasi berita hoaks untuk mengedukasi warga Desa Rancakasumba. Kegiatan program kerja muatan berupa seminar literasi media ini diikuti sekitar 60 orang undangan dari perwakilan 13 RW, Karang Taruna RW, Karang Taruna Desa, LPMD, BPD dan Aparat Desa Rancakasumba.
Narasumber seminar menghadirkan Ahmad Nada Kusnendar, S.Sos., M.I.Kom, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi-FISIP Universitas Langlangbuana sekaligus seorang jurnalis yang sudah mempunyai pengalaman 23 tahun menjadi praktisi di dunia Pers.
Materi yang dibawakan narasumber berfokus pada bagaimana cara kita sebagai pengguna media digital agar terhindar dari berita hoaks. Terdapat pula materi mengenai bagaimana strategi yang harus dilakukan untuk menelaah berita tersebut hoaks atau tidak.
Salah satu caranya adalah dengan melihat judul berita dan alamat domain artikel apakah patut untuk kita curigai atau tidak, karena di era sekarang banyak orang yang membuat alamat domain yang mirip dengan alamat domain yang sudah terkenal untuk mengecoh para pembaca dan meraup keuntungan meskipun caranya dengan menyebarkan berita bohong.
Menurut Ahmad Nada, banyaknya jumlah media digital saat ini membuat banjir dan luber informasi sehingga sulit membedakan mana berita yang benar atau bohong, apalagi banyak berita yang dibuat untuk kepentingan dan keuntungan pihak-pihak tertentu.
Selain itu, paparan berita hoaks dalam ranah digital intens menerpa dalam keseharian masyarakat, khususnya anak muda zaman sekarang yang kerap menggunakan gawai atau smartphone karena kemudahan platform yang dapat digunakan untuk berinteraksi dan mendapatkan informasi sesuai keinginan mereka di dunia digital.
“Hoaks itu berita atau informasi bohong yang sengaja dibuat untuk menyamarkan kebenaran yang seringkali dibingkai dalam dunia digital. Tersebar lewat website, media sosial, dan aplikasi messaging,” ujar Nada, yang juga Sekjen Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Jawa Barat ini.
Mengapa orang masih saja mudah terpapar hoak?
Nada menuturkan, orang lebih cenderung percaya hoaks jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimilikinya. Contohnya, seseorang memang sudah setuju terhadap kelompok tertentu, produk, atau kebijakan tertentu. Ketika ada informasi yang dapat mengafirmasi opini dan sikapnya tersebut, maka ia bakal mudah percaya. Selanjutnya, pada umumnya orang malas cross check, memberikan opini dengan hanya membaca judul, dan percaya itu bukan hoaks karena berita tersebut muncul berkali kali di berbagai sumber.
“Ketika kita buka handphone dan hoaks berseliweran terus-menerus di timeline, feeds, atau didapat dari broadcast grup WA, semakin sering kita baca, awalnya skeptis lama-lama bisa jadi percaya,” kata Nada.
Nada menambahkan, rentan atau tidaknya seseorang terhadap hoaks lebih tergantung pada kemampuan berpikir kritis, mengevaluasi informasi, dan literasi media, bukan hanya kemahiran memanfaatkan teknologi informasi.
“Strategi menghadapi hoaks, kita harus menggunakan nalar dan kritis terhadap sesuatu hal, banyak membaca, mendengar, super kritis dan hati-hati terhadap sumber informasi. Mengurangi banjir informasi dengan menyeleksi pertemanan, membaca buku, mencari informasi pembanding, beri batas jelas ranah privat dan publik. Juga gunakan medsos secara bijak. Pada akhirnya harus ada kolaborasi dalam penanganan hoaks dari berbagai pihak terkait,” jelas Nada.
Kegiatan literasi media ini mendapatkan apresiasi positif dari peserta seminar, aktif berdiskusi dan bertanya, baik dari mahasiswa maupun Warga Rancakasumba. Salah satu peserta seminar, Loka Sabina Baiduri mengatakan, seminar ini membantunya untuk mengidentifikasi, memahami dan setidaknya bisa memilah mana berita yang berpotensi hoaks atau bukan.
“Seminar ini membantu banget sih, karena kadang suka dapat link berita yang dibagi teman dan itu tuh si beritanya tidak mungkin tidak disortir dulu, kalau koran kan sudah pasti di cek dulu, tapi kalau misalnya lewat internet kan kadang siapa aja bikin webnya kan, seperti tadi kata pemateri biasanya berita hoax menyerupai si web media yang besar atau terkenal, itu jadi membantu banget. Kita juga setidaknya jadi tahu ciri-ciri berita hoaks yang dikasihnya lewat web,” ungkapnya. (Aulia Nursyahbani)***