BANDUNG (TUGUBANDUNG.ID) – Menurut Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani, sejak zaman kemerdekaan hingga Orde Lama dan Orde Baru, para pemimpin bangsa Indonesia memiliki semangat persatuan dan kesatuan yang sangat kuat. Itu terbukti dari banyaknya upaya menggagalkan Indonesia menjadi negara merdeka dan mandiri.
“Inilah yang disadarkan oleh Pak Prabowo bahwa negeri ini akan bersatu jika para pemimpinnya bersatu. Untuk bersatu rukun, untuk duduk bareng itu bukan suatu hal yang mudah,” katanya.
Lanjut Sekjen Partai Gerindra ini, pengorbanan kepentingan pribadi dan mengesampingkan ego adalah hal yang mutlak dilakukan oleh seorang Prabowo agar para elite politik Indonesia tetap bersatu.
Dia mengatakan, tak sedikit pendukung Prabowo yang memaki dan mencemooh Prabowo ketika memutuskan untuk bersatu dengan presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019 lalu.
Ke depan, masih kata Muzani yang juga Dewan Pembina Darul Hikam itu, Indonesia akan menghadapi tantangan yang komplek. Tantangannya adalah pragmatisme, satu paham yang sekarang sedang melanda anak-anak muda yang hanya ingin cepat menikmati hasil, tapi tidak mau melalui proses yang panjang.
Muzani menegaskan persatuan adalah syarat mutlak agar negara ini kokoh. Oleh sebab itu, para elit dan pemerintah harus bersatu.
Hal tersebut diungkapkan Muzani dalam acara Seminar Kebangkitan Nasional “Peran dan Posisi Umat Islam Dalam Program Transformasi Bangsa Indonesia Presiden Terpilih Prabowo Subianto”yang diselenggarakan Pusat Data dan Dinamika Ummat (Dinamiku) Darul Hikam di Hotel Asrilia Jalan Pelajar Pejuang Kota Bandung, Selasa 21 Mei 2024.
“Untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini memang tidak gampang. Untuk bersatu, duduk bareng itu harus ada perasaaan, Harga diri, dan ego yang harus dikorbankan,” ungkap Muzani.
“Namun, katanya dengan begitu kita bisa bersatu. Di balik itu, kita harus bisa menerima cemooh, makian, kesalahpahaman dari orang. Karena itu, kita harus bersatu. Persatuan jadi syarat mutlak,” sambungnya.
Terlebih, katanya tantangan ke depan semakin berat, bukan semakin ringan.
“Kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Misalnya di barat, tiba-tiba ada perang antara Rusia dan Ukraina, yang sebelumnya tidak pernah kita disangka-sangka. Atau tiba-tiba Palestina dibombardir Israel,” ujarnya.
Pada dasarnya, kata Muzani hingga saat ini semua negara memiliki ambisi untuk menguasai satu sama lain. Oleh sebab itu, semua elemen bangsa harus paham dan sadar, jika negara kuat dan bersatu maka akan dihormati oleh negara lain.
“Makanya kita harus bersatu agar kita menjadi kuat. Kuat semuanya, ekonominya hingga politiknya,” tegas Muzani.
Ia menambahkan tantangan bangsa saat ini adalah pragmatisme. Paham yang saat ini melanda anak-anak Indonesia. Mereka mayortas ingin mendapatkan yang instan tanpa melihat proses atau perjuangan.
“Anak-anak yang pragmatis mereka ingin cepat-cepat menikmati hasil, prosesnya enggak bertele-tele. Dorongan untuk cepat ingin mendapatkan hasil bisa mempercepat pembangunan. Tapi di sisi lain bisa membahayakan,” tegas Muzani.
Sebab, proses yang cepat tanpa proses alami. Banyak orang yang cepat kaya dan terkenal tanpa mau berproses. “Orang seperti ini ada, dan banyak. Makanya tantangan ke depan bangsa ini adalah soal pragmatisme,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh anggota Komisi X Fraksi Gerinda Sodik Mudjahid. Menurutnya bangsa Indonesia memiliki sejarah bangsa yang dinamis dengan ciri utama yaitu perjuangan berat, persatuan dan semangat berkorban yang tinggi.
“Perjalanan bangsa masih sangat amat panjang dengan persaingan dan tantangan yang semakin berat tapi juga peluang yang terbuka,” katanya.
Tiga tantangan terbesar menurut Sodik yang juga Ketua Yayasan Darul Hikam itu adalah fragmatisme yang menghilangkan idealisme dan semangat juang seperti para pendahulu bangsa.
“Tiga syarat utama dan pertama hadapi tantangan menjadi bangsa maju adalah persatuan terutama di kalangan elit,” tegasnya.
Umat islam sendiri ujar Sodik harus ikut aktif untuk membangun bangsa sebagai wujud pelaksanaan runtutan agama yakni berkprah bagi bangsa, juga untuk menjaga dan meningkatkan eksistensi nya di Indonesia.
“Dalam ajaran islam peran pemimpin dan pemerintahan ada tiga, yakni menjaga pelaksanaan ibadah, menghilangkan kelaparan dan kemiskinan, memberi rasa aman fisik dan psikis dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa”, bebernya.
Dalam tiga bidang itulah umat islam harus berkiprah di Indonesia. Kegiatan seminar itu sendiri kata dia merupakan upaya Dinamiku untuk menjembatani silaturahmi dan komunikasi antara Presiden Terpilih Prabowo Subianto dengan umat Islam yang sempat terpolarisasi saat Pilpres.
‘Selain itu umat Islam perlu membuka dialog dengan presiden terpilih agar bisa terlibat aktif dalam program transformasi bangsa. Dengan demikian umat Islam tidak akan ketinggalan dan ditinggalkan,” pungkasnya.***