JAKARTA (TUGUBANDUNG.ID) – Untuk dapat menghasilkan karya puisi yang bagus, salah satu yang sebaiknya dilakukan para penyair, melakukan riset, atau pengamatan yang mendalam terhadap objek yang bakal ditulis. Namun justeru kekurangan banyak penyair kita, kurang melakukan riset yang memadai.
Demikian dikemukan pengajar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI), Ibnu Wahyudi, dalam diskusi peluncuran antologi puisi “Ketika Jakarta Tak Lagi Menjadi Ibukota Negara,” di ruang Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, Kamis (24/8/2023).
Pada Acara yang diprakarsai oleh Komunitas Literasi Betawi itu, Ibnu Wahyudi yang juga seorang penyair dan menulis bagian epilog di buku, menegaskan, agar para penyair dapat memahani dan menghayati aspek-aspek yang bakal ditulisnya, diperlukan “riset” pribadi mendalam. Tanpa riset, tanbah Ibnu Wahyudi, sulit dihasilkan karya puisi yang mencerminkan objek penulisanya.
Sedangkan penyair Wina Armada Sukardi yang juga tampil sebagai pembicara, mengungkapkan, setidaknya ada tiga elemen yang perlu dipenuhi oleh para penyair dalam menulis karya puisi.
Pertama, para penyair perlu benar-benar menyadari mereka menulis puisi, bukan prosa. Konsukuensinya, dalam pemilihan dan penyusunan kata serta struktur kalimat, sejak awal sudah diniatkan untuk karya puisi.
“Masih banyak karya puisi yang ditulis tak beda dengan karya prosa,” tutur Wina Armada yang juga dikenal sebagai kritikus film.
Menurut Wina, memang ada juga puisi yang prosais. Walau begitu, Wina mengingatkan, penulisanya puisi prosais sekalipun, harus tetap memenuhi kaedah-kaedah puisi.
Kedua, pemaknaan. Puisi, tambah Wina, sebaiknya mengandung subtansi gagasan yang kuat, baik yang bersifat filosofis, renungan atau pun estetis. Wina yang juga seorang advokat, menilai masih banyak puisi yang “zong” alias tak memiliki kandungan nilai yang berarti.
Selanjutnya, ketiga, Wina mengutip Presiden penyair Indonesia Sutardji Chalzoum Bahri, puisi haruslah menunjukkan identitas diri penulisnya. DNA penulisnya.
“Namun terus terang masih banyak penyair belum berupaya menunjukkan jati dirinya, karena cuma memamah biak dari yang sudah banyak dilakukan penyair sebelumnya,” tandas Presiden Festival Film Wartawan Indonesia yang sudah menjadi wartawan lebih dari 45 tahun.
Acara dimeriahkan dengan membacaan puisi. Berbagai macam gaya baca puisi tampil di acara yang dihadiri para penyair dan wartawan itu. (NA)***