Puisi Wina Armada Sukardi
Siapa tak butuh payung?
Di kolong langit bergantungan beragam payung.
Payung paling sederhana melindungi dari hujan, salju atau matahari.
Di ujung tangkai dapat dijadikan penyangga tongkat
Jamak disunggingkan dalam
pesta.
Payung kekuasaan diperoleh melalui
pengalihan kekuasan dengan atau tanpa darah.
Payung kekuasaan memberi keleluasaan bagi kaum lurus melaksanakan amanah mulia.
Sedang untuk penganut keserakahan dan khianat
kuat tarikan memperkaya diri secara haram
dan alat merenggut hak asasi manusia lawan
serta mendorong gairah menggagahi para wanita yang berada di jalan sesat
sambil menghisap cerutu dan minum wine.
Payung tak berwujud nan nyata
terbesar di jagad raya
benteng utama dari segala serangan angkara murka
terangkum dalam aliran darah
diberikan kepada setiap manusia
tinggal pungut
tanpa bayar.
Payung yang melindungi dari segala malapetaka dan nestapa.
Payung yang menerbangkan awan ke cahaya kekal
mengalirkan air di laut ke khayangan
Payung yang perlu ditaja dengan segenap daya.
Jika payung lenyap martabat melayang.
Di bawah naungan payung hitam yang mengiringi rombongan ke pemakaman
menyadari adanya batas tarikan nafas dalam awak.
Wahai roh, pergilah dengan tenang ke peraduan abadi.
Biarlah payung-payung yang tertinggal diurus para kerabat.***
Hotel Atlet Century, Jakarta, 6 Mei 2023