Oleh : Dr. H. Ijang Faisal, S.Ag., M.Si.
Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Jawa Barat
Sebaran kabar baru kementerian pemerintahan Prabowo Subianto di berbagai platform digital, terasa menarik bagi penulis. Sebab, muncul institusi yang selama ini didambakan di organisasi kami: Kementerian Haji dan Umroh RI.
Indonesia sebagai satu dari dua negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, jelas membutuhkan institusi yang lebih fokus pada penyelenggaraan haji dan umroh.
Jika boleh kita taksasi, beban terbesar Kementerian Agama (Kemenag), sekira penulis observasi, 70%-nya terkait haji dan umroh tersebut. Jika urusan haji dan umroh beres, beres pula tugas Kemenag. Faktanya, keluhan rutinan terutama pelaksaan haji tetap penulis temukan.
Maka itu, Kemenag nyata memiliki berbagai keterbatasan dalam mengakomodir tuntutan tinggi publik pada salah satu puncak ibadah ummat Islam tersebut.
Betapa tidak. Dari sisi kuantitatif, pelaksanaan ibadah haji dan umrah menjadi salah satu perhatian utama bagi masyarakat Muslim di Indonesia. Setiap tahunnya, minimal 200.000 ribu berangkat haji sementara umroh hingga 10 kali lipatnya, sebesar minimal 2 juta jamaah!
Angka tersebut sesungguhnya baru “sumbu” permukaan. Karena dari numerik tersebut, ada kelindan masalah yang tak kunjung dituntaskan Kemenag selama ini. Seperti masa tunggu sangat panjang, kepadatan jamaah saat puncak haji, fenomena haji cowboy, dam kambing yang tak jelas penyalurannya, hingga paket umroh tak masuk akal berujung penipuan massal.
Jika ditarik alurnya, mulai dari proses pendaftaran, bimbingan manasik, keberangkatan, akomodasi di Tanah Suci, hingga kepulangan para jamaah, semuanya sudah tak cukup kaawakan ditangani sendirian oleh Kemenag.
Mengingat pentingnya upaya penguatan peran regulator dalam memfasilitasi, mengatur, dan mengawasi pelaksanaan ibadah ini, urgensi pembentukan Kenterian Haji dan Umroh ini selayaknya tak cukup sebatas di rumor yang beredar di lintas WAG masyarakat Indonesia.
Ada beberapa keuntungan pembentukannya. Pertama, akan tercipta peningkatan efisiensi dalam pengelolaan haji dan umrah. Saat ini, Kementerian Agama harus membagi fokusnya dengan berbagai urusan lain, seperti pendidikan agama, kerukunan umat beragama, dan lainnya. Dengan adanya kementerian yang khusus menangani haji dan umrah, pengelolaan ibadah ini akan lebih fokus bertenaga, sehingga berbagai masalah yang ada bisa ditangani lebih cepat dan tepat.
Kedua, bisa memperbaiki sistem dan pelayanan haji, khususnya soal masa tunggu keberangkatan. Waktu tunggu haji di Indonesia sangat panjang, terutama di beberapa provinsi yang jumlah pendaftarnya tinggi seperti di Sulawesi Selatan rerata 40 tahun. Kementerian khusus ini dapat lebih fokus mencari solusi memperbaiki sistem distribusi kuota haji, menjalin kerja sama dengan pemerintah Arab Saudi untuk penambahan kuota, serta meningkatkan pelayanan bagi para calon jamaah haji.
Ketiga, terciptanya fokus tambahan kepada para penyelenggara umroh. Selama ini, banyak kasus terkait penyelenggaraan umrah yang kurang profesional atau bahkan menipu calon jamaah. Dengan adanya kementerian yang khusus menangani haji dan umrah, diharapkan akan ada pengawasan lebih ketat terhadap biro perjalanan umrah. Kementerian ini dapat menetapkan sekaligus mengevaluasi standar jelas bagi penyelenggara perjalanan umrah dan memastikan hak-jamaah terlindungi.
Keempat, koordinasi bisa lebih efektif dengan Kerajaan Arab Saudi. Pemerintah Indonesia perlu bekerja sama secara langsung dengan pemerintah Arab Saudi dalam pengaturan visa, akomodasi, transportasi, dan layanan lainnya bagi jamaah. Dengan adanya kementerian khusus, koordinasi ini dapat dilakukan dengan lebih cepat dan terarah. Hal ini sangat penting terutama pada saat menghadapi situasi darurat, seperti pandemi COVID-19 yang mengharuskan adanya perubahan kebijakan secara tiba-tiba terkait perjalanan haji dan umrah.
Studi Komparasi
Kementerian Haji dan Umroh ini bukanlah utopia, mengingat banyak negara sudah lama membentuknya. Jiran kita, Malaysia, sejak tahun 1963, sudah mendirikan Lembaga Tabung Haji (LTH).
Lembaga ini dinilai sangat efektif karena terutama berhasil memotong waktu tunggu haji dan memberikan kepastian keberangkatan karena pengelolaan dana yang baik. Selain itu, sistem manajemen mereka yang profesional membuat pelayanan bagi jamaah menjadi lebih terstruktur. Namun, LTH pernah menghadapi kritik terkait transparansi dan tata kelola investasi, meskipun secara umum masih menjadi model manajemen haji yang diakui dunia sangat baik. Silahkan bisa ditanya ke jamaah haji Indonesia yang saat berhaji berdekatan sarana prasarana-nya dengan jamaah Malaysia.
Turki dengan Diyanet İşleri Başkanlığı (Presidensi Urusan Agama), juga tetap berfokus pelaksanaan haji dan umrah. Lembaga ini bekerja sama dengan agen perjalanan terakreditasi untuk mengatur perjalanan haji dan umrah bagi warga Turki.Diyanet efektif mengatur pendaftaran, bimbingan manasik, hingga pengawasan langsung terhadap agen-agen yang melayani perjalanan haji dan umrah. Mereka juga memastikan jamaah mendapatkan bimbingan agama yang sesuai.
Diyanet dikenal sebagai lembaga yang sangat terstruktur dalam mengatur perjalanan haji dan umrah bagi warga Turki. Mereka juga selalu memastikan bahwa biro perjalanan yang beroperasi harus mengikuti standar yang ketat, sehingga pelanggaran dapat diminimalisir.
Berikutnya, tentu saja, Kerajaan Saudi dengan Kementerian Haji dan Umrah (Ministry of Hajj and Umrah). Kementerian ini bertanggung jawab atas pengaturan seluruh aspek pelaksanaan haji dan umrah, termasuk koordinasi dengan pemerintah negara lain yang mengirimkan jamaah, pengaturan visa haji dan umrah, penyediaan layanan transportasi, akomodasi, serta pengawasan terhadap agen-agen perjalanan yang beroperasi di Arab Saudi.
Kementerian ini memainkan peran sentral dalam menjamin kelancaran pelaksanaan ibadah haji dan umrah bagi jutaan jamaah dari seluruh dunia. Setiap tahunnya, Kementerian Haji dan Umrah mengatur sistem kuota, visa, dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk melayani para jamaah.
Sejauh ini, pelaksanaan ibadah di Tanah Suci dapat berjalan dengan lancar berkat sistem yang terus diperbaiki, termasuk implementasi teknologi untuk pendaftaran dan pelayanan.
Terakhir, negara Muslim terbesar lainnya, Pakistan, yang memiliki Ministry of Religious Affairs and Interfaith Harmony.
Mereka juga dinilai efektif mengatur pembagian kuota haji, pendaftaran, pengelolaan dana jamaah, hingga penyediaan layanan di Arab Saudi seperti akomodasi dan transportasi. Selain itu, mereka juga bekerja sama dengan maskapai nasional dan biro perjalanan swasta.
Penulis mengakui, pastinya visi besar ini jelas akan hadapi pula tantangan besar. Antara lain terutama soal pembiayaan dan anggaran, yang mana pembentukan kementerian baru tentu membutuhkan biaya tidak sedikit. Mulai dari pengadaan infrastruktur, sumber daya manusia, hingga biaya operasional sehari-hari. Pemerintah perlu memastikan bahwa anggaran ini tidak akan membebani APBN secara berlebihan dan memiliki dampak sepadan dengan peningkatan layanan yang diberikan.
Pembentukan kementerian baru ini juga harus diiringi koordinasi yang baik dengan kementerian lain, terutama Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri yang selama ini menangani beberapa aspek terkait haji dan umrah. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan apalagi sikap ego sektoral belum rela kewenangannya selama puluhan tahun dipangkas.
Potensi resistensi dan penyesuaian birokrasi menjadi mutlak dipikirkan sedari awal. Terutama dalan hal alokasi tugas, struktur organisasi, dan distribusi wewenang antara kementerian yang baru dan kementerian yang sudah ada. Jangan niat mulia hancur gegara rebutan pengaruh!
Akhirul kalam, kebermanfaatan yang akan diterima rakyat Indonesia dari Kementerian Haji dan Umroh akan lebih besar dibandingkan kendala-kendala klasik tersebut. Yakinilah yang utama adalah rakyat selalu dan terus berharap puncak ibadah mereka dilakoni dengan pelayanan lebih baik, serta optimalisasi dan perlindungan hak-hak jamaah.
Sistem tabungan di Malaysia dan pengawasan ketat di Turki menjadi contoh praktik baik dalam mengelola dana dan pelayanan haji. Apakah kita mau hanya sekedar iri tanpa ada perubahan riil? Atau ….. Presiden Prabowo memang peka suara rakyat atas aspirasi pelaksanaan haji dan umroh yang lebih baik segalanya? (**)