MASJID di wilayah Kecamatan Gedebae Kota Bandung ini, setelah selesai dibangun nanti akan membanggakan bukan saja warga Bandung dan Jawa Barat, bahkan juga Indonesia. Sempat terhenti pembangunannya karena suasana pandemi Covid-19, tempat ibadah yang resminya bernama Masjid Raya atau Masjid Terapung Al-Jabbar itu sekarang ini (2022) dalam tahap penyelesaian.
Hari-hari ini, terutama di pagi-siang-sore hari, siapa pun yang menjadi penumpang kereta api jurusan Bandung-Surabaya dan sebaliknya dapat melihat secara jelas tampak luar Masjid Al-Jabbar itu. Harap maklum, karena lahan seluas 25,99 hektare tempat berdirinya masjid raya itu persis berdampingan dengan rela KA.
Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, saat meninjau Masjid Al-Jabbar, Sabtu 2 Juli 2022 lalu, mengatakan realisasi pembangunannya sudah mencapai 56 persen dan masih sesuai dengan target. Harapannya bisa segera diresmikan dalam waktu yang telah ditentukan.
“Target masih on schedule, ada sisa waktu sampai enam bulan. Semua sedang dalam proses. Mudah-mudahan pada waktunya bisa kita resmikan dan bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh semua umat Islam yang ingin ke sini,” kata Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil.
“Jadi progres pembangunannya sampai saat ini kurang lebih 56 persen, yang 44 persennya kita bereskan dalam waktu enam bulan,” ungkap Gubernur saat meninjau beberapa sarana dan prasarana yang sedang berproses. Salah satunya adalah tempat wudhu. Bangunannya sudah beres, tetapi untuk keramik-keramiknya belum selesai. (portaljabar, jabarprov.id)
Kang Emil sempat pula melihat sarana penunjang, termasuk museum yang ada di bawah bangunan masjid raya. Ada juga taman dengan tema 25 Nabi dan Rasul yang menghiasi bangunan masjid megah ini. Sarana penunjang lainnya disediakan parkir memadai buat bus, tempat makan, juga ruang-ruang kelas.
“Insyaallah ini masjid terkeren yang pernah ada di Indonesia,” katanya.
Demi mendukung aksesibilitas menuju Masjid Raya Al-Jabbar, Ridwan Kamil memaparkan ada beberapa jalan yang bisa dilalui. Salah satunya ialah Gerbang Tol Keluar Gedebage di Km 149. Akses lainnya yakni lewat Summarecon atau dari bypass Jalan Soekarno-Hatta. Pelebarannya sedang kita diskusikan,” ungkapnya.
Konsep terapung
Masjid Raya Al-Jabbar dibangun dengan konsep terapung di atas embung seluas 7,2 ha. Embung tersebut dapat menampung air sampai 270.000 meter kubik yang berfungsi mengendalikan banjir, sumber air, dan konservasi.
Sebelum proyek terhenti akibat pandemi Covid-19, pembangunan masjid yang relatif dekat dengan lokasi Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) ini sudah memasuki tahap ketiga yang meliputi pekerjaan detail eksterior dan interior, seperti taman, air mancur, dan fasilitas untuk difabel.
“Setiap sudut Masjid Raya Al-Jabbar harus memiliki fungsi,” tegas Gubernur Emil sambil menambahkan bahwa kelanjutan pembangunan ini dikerjakan konsorsium kontraktor Adi Karya dan Hutama Karya.
Kang Emil menginstruksikan tim perencana pembangunan memperhatikan aspek fungsional dalam pembangunan maupun penambahan fasilitas. Dia berharap Masjid Raya Al-Jabar tidak hanya menjadi bangunan monumental karena masjid ini merupakan bagian dari komitmen pemimpin kepada dakwah Islam dan kemajuan peradaban masyarakat. (m.republika.co.id, Selasa, 24/8/2021)
Keberadaan masjid ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Bandung Timur. Selain itu ditunjang oleh Stasiun Cimekar, nantinya Masjid Raya ini akan terintegrasi dengan jalur kereta cepat Bandung-Jakarta.
Ridwan Kamil konseptor desain
Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Jawa Barat, M. Guntoro, pernah mengatakan desain Masjid Al-Jabbar merupakan hasil karya keroyokan arsitek yang berasal dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia memastikan tidak ada campur tangan Ridwan Kamil dalam perencanaan maupun desain Masjid Al-Jabbar.
Namun, perusahaan konsultan perencanaan PT Yodya Karya memastikan Ridwan Kamil merupakan konseptor desain Masjid Terapung Al-Jabbar. Dia menyesalkan buah pemikiran Kang Emil tidak diakui. (detikcom, Sabtu, 30/12/2017)
Perwakilan PT Yodya Karya selaku konsultan perencanaan Masjid Al-Jabbar, Albert Herriza, mengatakan konsep dasar desain masjid ini merupakan karya Ridwan Kamil. PIhaknya hanya mengembangkan dan mendetailkan konsep yang sudah ada.
“Prinsipnya, kami tuh DED (detail engineering design), itungannya ada konsep dasar. Konsep itu ya dari Ridwan Kamil, itu memang dibuatkan. Kami cuma mengembangkan, mendetailkan gambar itu,” kata Albert.
Pernyataan itu diperkuat oleh salah satu anggota tim perancang desain Masjid Al-Jabbar, Bayu Wahyudin. “Konsep desain memang dari Ridwan Kamil. Tim dan Kang Emil beberapa kali menyampaikan presentasi di depan Ahmad Heryawan (Gubernur Jabar sebelum Ridwan Kamil), sebelum akhirnya konsep DED diserahkan sepenuhnya kepada konsultan perencanaan PT Yodya Karya,” jelas Bayu.
Ridwan Kamil menyesalkan pernyataan Guntoro tersebut. Guntoro kurang mengetahui sejarah pembuatan desain masjid yang akan dikelilingi danau buatan itu. Sebab, Guntoro merupakan pihak kedua saat tahap perencanaan.
“Pak Guntoro yang tidak tahu sejarah masjid ini. Pak Guntoro sebagai pelaksana itu adalah pihak kedua yang melanjutkan. Pihak pertama itu dari Dinas Permukiman dan Perumahan (Kimrum), Pak Bambang. Sejarah dari nol-nya itu Pak Bambang, Aher, dan saya berhimpun beberapa kali presentasi di Pakuan tentang konsep,” kata Ridwan Kamil di Pendopo, Jalan Dalem Kaum, Bandung, Sabtu (30/12/2017).
Dalam perencanaan akhir tahun 1917, pembangunan Masjid Raya Terapung Al-Jabbar di Jalan Cimincrang yang menggunakan rumus matematika itu memerlukan biaya hampir Rp 1 triliun. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Gubernur Ahmad Heryawan dan Wakil Gubernur Deddy Miswar.
Saat itu Ahmad Heryawan mengatakan, Masjid Al-Jabar akan terdiri atas 3 lantai dan hanya akan menggunakan lahan 3 ha saja serta menampung 60.000 jamaah. Sedangkan 2 ha untuk pelataran parkir, dan 21 ha lagi untuk ruang terbuka, 4 menara hingga danau retensi yang mengelilingi masjid. (Widodo Asmowiyoto, Dewan Redaksi TuguBandung.id)***