Oleh H DUDDY S SUTANDI
Pemerhati Sepakbola Nasional, Pengurus Persib (1985- 2007), Ketua Asprov PSSI Jawa Barat (2014-17)
FEDERASI Sepakbola Dunia (FIFA) telah resmi mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia (Pildun) U-20. Keputusan pencabutan tuan rumah disampaikan FIFA melalui situs resminya, Rabu (29/3/2023) menyusul pertemuan antara Presiden FIFA Gianni Infantino dan Ketua Umum PSSI Erick Thohir di Doha, Qatar.
Keputusan FIFA ini semakin menambah catatan negatif sepakbola tanah air. Indonesia pun dipastikan menelan rugi hingga triliunan rupiah karena gagal menjadi tuan rumah event akbar yang bersifat sepakbola global. Kendati event itu Pildun usia muda.
Saya memiliki beberapa catatan penting yang perlu disampaikan pada forum ini. Sebuah pemikiran yang semata dilandasi oleh keinginan agar semua orang dapat mendudukkan masalah ini secara utuh dan komprehensif. Betapa, suksesi kepemimpinan di tubuh top organisasi sepakbola tertinggi nasional ternyata tak serta-merta membereaskan problem yang membelit persepakbolaan nasional.
Fakta pencabutan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 ini, juga kian membuka mata bahwa sepakbola di negeri ini masih diliputi oleh politisasi para oknum elite negeri. Sebuah kenyataan yang sangat bertolak belakang dengan orientasi di tubuh FIFA sendiri yang benar-benar mewajibkan setiap negara anggotanya untuk tidak mencampuradukkan atau mengintervensi sepakbola dari nuansa-nuansa atau unsur-unsur politik.
Dari berbagai pemberitaan jelas terungkap, FIFA mengambil keputusan membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah kejuaraan dunia, terutama setelah muncul pernyataan kepada publik dan surat dari Gubernur Bali, I Wayan Koster kepada Menpora. Dia menolak serta melarang kesebelasan Israel bertanding di Bali. Surat tersebut kemudian juga dikuatkan oleh pernyataan lisan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang sama dengan Koster. Keduanya merupakan politisi partai pemenang Pemilu, PDIP.
Hal ini menjadi sangat ironis dan memprihatinkan karena Presiden RI Joko Widodo (juga berasal dari PDIP) sudah menegaskan bahwasanya jangan campuradukkan sepakbola dengan politik. Ketua Umum PSSI yang baru Erick Thohir, dari awal sudah menyatakan dengan gamblang PSSI bakal menerima kehadiran kesebelasan Israel.
Politisasi
Bagi saya, ada beberapa poin yang bisa disampaikan. Namun, benang merah yang harus digarisbawahi adalah kenyataan betapa politisasi selalu saja mengangkangi sepak bola kita.
Secara kronologis, Indonesia ditunjuk menjadi host Piala Dunia U-20 pada 24 Oktober 2019. Bidding dilakukan sebelumnya saat Sekjen PSSI dijabat Ratu Tisha dan Ketum Eddy Rahmayadi. Kemudian berlanjut ketika PSSI dipimpinan Plt. Joko Driyono dan selanjutnya Plt. Iwan Budianto.
Pada 29 November 2019 Moch. Iriawan terpilih menjadi Ketum PSSI. Ia kemudian melanjutkan persiapan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Hanya saja, pandemi Covid 19 melanda dunia sehingga langkah-langkah persiapan sempat terkendala.
Ketum Iwan Bule lalu menetapkan Shin Tae Yong sebagai Pelatih Timnas U 20 pada Desember 2019 setelah pulang dari Sea Games Manila. Iwan Bule ingin sukses sebagai tuan rumah dan Timnas Indonesia U-20 mampu memberikan prestasi yang membanggakan bagi publik sepakbola Indonesia.
Selama 2020 dan 2021 saat Covid belum melandai, tetap dilakukan pengumpulan data stadion dan lapangan latihan. Petugas PSSI mengunjungi venue menggunakan kendaraan darat. Karena Covid maka FIFA meniadakan Piala Dunia U-20 pada 2021 dan digeser ke 2023.
Selama 2020 pemerintah sebenarnya sudah mulai melakukan perbaikan stadion dan lapangan latihan namun dihentikan karena FIFA menggesernya dari 2021 ke 2023. Mulai Juni 2022 FIFA melakukan inspeksi ke setiap stadion yg akan digunakan, inspeksi kemudian dilakukan pada Oktober 2022 dan 21-27 Maret 2023.
Saat Moch Iriawan atau Iwan Bule menjadi Ketum PSSI, memang sudah diantisipasi akan adanya gerajan dari beberapa tokoh dan organisasi yang akan menyatakan sikap menolak kehadiran Timnas Israel.
Sebagai seorang purnawirawan perwira kepolisian, Iwan Bule sudah membuat mapping. Pertama pihak yang akan menolak dengan pertimbangan prinsip Bung Karno tentang penjajahan Israel terhadap Palestina. Sebagaimana dipahami, BK sejak awal mendukung kemerdekaan Palestina.
Kedua, penolakan dengan pendekatan isu agama yang ketika itu diperkirakan akan datang dari MUI dan ormas-ormas Islam lainnya. Ketika itu, Ketum Iwan Bule sudah merencanakan akan melakukan kunjungan silaturahmi kepada pihak-pihak yang berpotensi akan menolak kedatangan Timnas U-20 Israel.
Kepekaan Iwan Bule akan adanya penolakan keras dari beberapa pihak karena Iwan Bule yg mantan Pati Polri sudah terbiasa bergaul berkomunikasi dengan pihak intelejen ( BIN – Bais dll ). Akan tetapi sungguh disesalkan program rencana kunjungan silaturahmi kepada pihak-pihak yang berpotensi menolak kehadiran Timas U-20 Israel, urung terlaksana karena keburu adanya desakan KLB.
Ketika itu ada pihak-pihak yang bernafsu menggeser Iwan Bule dari posisi Ketum PSSI. Mungkin kalau saja ketika itu Ibul tidak diganggu dengan desakan KLB tidak akan terjadi pro- kontra yang keras terhadap kehadiran Timnas U-20 Israel. Bahkan Iwan Bule sudah mau meminta PBNU untuk minta batuan memberikan penjelasan kepada pihak-pihak yang akan menolak kedatangan Timnas U 20 Israel.
Ya, itulah konsekuensi dari politisasi yang tak pernah berhenti dilakukan oleh berbagai kelompok di negeri ini. Sepakbola yang merupakan olahraga paling populer dan digemari bangsa ini kerap menjadi bulan-bulanan dan dijadikan “sapi perahan” untuk kepentingan serta dengan motif dan keuntungan kelompok tertentu.
Itulah polemik yang kemudian terjadi hingga adanya keputusan dari FIFA yang membatalkan Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia. Pada 29 Maret 2023 seharusnya dilakukan drawing tetapi dibatalkan karena Gubernur Bali menolak kehadiran Israel. Dan akhirnya, pada 31 Maret 2023 FIFA secara resmi mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Hal ini, patut disesalkan karena pasa saat proses bidding, Pemerintah (termasuk seluruh Gubernur) menyetujui (Government Guarantee) Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Kita kehilangan kepercayaan FIFA, gara-gara urusan di mana olahraga dicampuradukkan dengan masalah politik.
Publik sepakbola Indonesia kecewa. Kenapa pengurus PSSI tidak sejak awal menyampaikan kepada pihak-pihak yang menolak kedatangan Timnas Israel terkait manfaat menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Bahkan, statement Dubes Palestina saja menunjukkan bahwa mereka bisa memahami (dapat menerima kedatangan Timnas U 20 Israel ) ke Indonesia.
Ini semua ulah para politisi yang hanya mementingkan ambisi diri dan kelompoknya. Menurut beberapa pengamat, Ini blunder PDI Perjuangan. PDIP ingin memanfaatkan momentum Piala Dunia U-20 untuk menarik simpati kelompok Islam. Namun ternyata salah kalkulasi. Akhirnya ambyar, rungkad!
Kita hanya berharap semoga FIFA tidak menjatuhkan sanksi yang berat selain pencabutan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Usaha Indonesia sejak 2019 dengan menggenjot pembangunan infrastruktur olah raga sangat masif. Sayangnya, cita-cita Indonesia jadi tuan rumah piala dunia dimusnahkan oleh oknum yang mencampuri urusan sepakbola dengan politik.
Semoga saja pemimpin-pemimpin sepakbola kita, pegiat-pegiat olahraga Indonesia tidak kehilangan semangat, tidak kehilangan harapan, karena dengan sepakbola ini banyak anak-anak muda kita yang punya bakat untuk itu bisa mendapat kesempatan lebih baik. ***