BANDUNG (TUGUBANDUNG.ID) – Sebanyak 80 orang muda memadati Gedung Boscha Space Bandung, pada Ahad, 26 Mei 2024.
Mereka berkumpul untuk membahas kebijakan publik yang bermakna di Kota Bandung.
Agenda ini digagas oleh Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), berkolaborasi dengan Meaningful Generation.
IYCTC adalah gabungan 45 organisasi kaum muda yang bergerak dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui advokasi kebijakan kesehatan yang bermakna dan memberdayakan orang muda sebagai subjek kebijakan.
Sedangkan, Meaningful Generation adalah sekelompok orang muda dari latar belakang berbeda dan memiliki kepedulian yang sama untuk masa depan Indonesia.
“Kami berupaya melibatkan orang muda dalam perumusan kebijakan yang partisipatif dan bermakna. Isu kesehatan merupakan fokus utama kami dalam mengarusutamakan aspek sehat dalam setiap kebijakan publik, momentum Pilkada harus jadi momentumnya orang muda” kata Ketua Umum IYCTC, Manik Marganamahendra dalam kata sambutannya.
Menurut Manik, acara ini dirancang untuk menjembatani komunikasi antara pemangku kebijakan dan kaum muda, sehingga suara mereka dapat lebih didengarkan dalam merancang kebijakan yang tidak hanya efektif tapi juga inklusif. “Dengan melibatkan pemuda, diharapkan akan muncul solusi-solusi segar yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan generasi kini dan nanti,” kata Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia Periode 2019-2020 ini.
Salah satu permasalahan di Bandung Raya, kata Manik, yaitu transportasi publik dalam tata kota yang masing kurang ideal.
Hal ini, menurut dia, dapat menyebabkan polusi udara yang mengganggu ketika masyarakat mengakses fasilitas publik.
“Bukan hanya itu, secara kesehatan polusi udara juga bisa terjadi karena masifnya perokok pada kaum muda, terutama e-cigarette.”
Menurut Manik, kegiatan ini juga mengambil inisiatif dalam gerakan kolektif dengan tagar#SaveOurSurroundings atau #LindungiKiniNanti.
“Tagar ini memiliki makna untuk
membangun kesadaran dan tindakan kolektif untuk berkomitmen menciptakan masyarakat dan masa depan kaum muda yang lebih baik,” ujarnya.
Putri Indy Shafarina, selaku Co-Founder Meaningful Generation menambahkan bahwa diperlukan evaluasi mengenai kebijakan mengenai dorongan pemerintah daerah dalam mendorong kaum muda meningkatkan kualitas pendidikan yang tentu menjadi salah satu kunci dalam pembangunan masyarakat.
“Maka kegiatan Bandung SOS ini menjadi wadah bagi temanteman muda dalam menyampaikan gagasan dan aspirasinya,” jelas Putri.
Senada dengan sambutan Manik dan Putri, salah satu pembicara yakni aktivis dan praktisi zero waste, Yobel Novian Putra, menuturkan kondisi lingkungan di Bandung Raya.
Menurut dia, Kota Kembang masih memiliki tantangan di sektor persampahan yang belum kunjung selesai semenjak kejadian di TPA Leuwigajah tahun 2005 lalu.
“Kalau kita membandingkan situasi pengelolaan sampah di Metro Bandung antara 20 tahun lalu dengan sekarang, bisa dibilang belum ada perubahan atau perbaikan yang signifikan yang diharapkan terutama dalam UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Tahun lalu terjadi kebakaran di TPA Sarimukti yang memakan biaya lebih dari Rp 6 miliar hanya untuk penanganan kebakaran sampah saja.”, kata dia.
Selain itu, menurut Yobel terdapat beberapa isu kunci persampahan atau enabling conditions yang masih menjadi tantangan di sektor persampahan, beberapa diantaranya adalah terkait pengumpulan sampah terpilah serta penerapan hirarki pengelolaan sampah yang masih berfokus lada pengelolaan sampah saja (TPA atau bahkan insinerator).
Belum lagi, tercampurnya kategori
sampah yang berbeda tentu akan menyulitkan proses pengelolaan sampah yang optimal, belum lagi adanya kategori sampah plastik dan sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun) seperti puntung rokok.
“Begitu sampah tercampur, (sampah) susah untuk diolah dengan tepat. Sampah organik apabila dikompos akan terkontaminasi silang dengan racun dari sampah anorganik, dan sampah anorganik yang basah (karena tercampur sampah organik) akan menjadi sulit didaur ulang.”, ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung, Fidela Marwa Huwaida, mengatakan kemacetan sering menjadi masalah utama yang dihadapi oleh warga Bandung Raya.
Dengan jumlah kendaraan bermotor yang mencapai 2,3 juta, kata dia, jalan-jalan di kota ini yang terbatas menjadi sangat padat.
Hal ini memang menjadi tantangan, kata Fidela karena ruas-ruas jalan di Bandung raya yang tidak terlalu besar.
“Warga Bandung Raya terpaksa mengandalkan kendaraan pribadi karena fasilitas transportasi umum seperti angkot yang memiliki jalur tidak efisien dan Trans Metro Pasundan yang mengalami pengurangan bus dan rute,” ucapnya.
Menurut dia, penambahan pilihan transportasi umum saja tidak cukup sebagai solusi karena
pengelolaan tata ruang kota Bandung yang masih perlu diperbaiki.
Pada aspek tata kota pula, Fidela menyebutkan masih banyak iklan produk yang tidak sesuai tempat, mengakibatkan pemandangan visual kota yang kurang mengenakan, terutama iklan media luar ruang produk rokok, makanan, poster politik, dan lain-lain yang menjamur di Bandung Raya.
“Selain itu, fasilitas umum seperti taman kota, walaupun tergolong cukup nyaman digunakan oleh warga, tetapi pengimplementasian kawasan tanpa rokok masih perlu dioptimalkan,” kata Fidela.
Program Manager IYCTC, Ni Made Shellasih, menyebutkan bahwa salah satu permasalahan kesehatan yang perlu diperhatikan adalah pergeseran penyakit tidak menular pada remaja, yang salah satu faktor risikonya adalah rokok.
Menurut Shellasih, data Riskesdas 2018 menunjukkan Jawa Barat menempati urutan provinsi ketiga tertinggi, di mana prevalensi perokok di Kota Bandung mencapai 34,04%.
“Belum selesai pemerintah mengatasi rokok konvensional, muncul rokok elektronik yang diklaim lebih aman. Regulasi yang ada pun belum mengatur secara spesifik terkait rokok elektronik dari sisi non-cukainya. Dampaknya yang multidimensi tentu harus disikapi melalui kebijakan yang menyehatkan warga Bandung terutama pada kaum muda,” kata perempuan yang akrab disapa Shella ini.
Sebagai penutup diskusi, Education Program Manager Mataharikecil Indonesia Foundation, Sarah Rauzana, menjelaskan pendidikan memegang peran krusial dalam pembangunan Metropolitan Bandung Raya, sebagai fondasi untuk mencetak generasi yang kompeten dan inovatif sehingga penting untuk memastikan adanya pemerataan pendidikan yang setara untuk semua serta adanya monitoring dalam menjamin kualitas pendidikan yang layak untuk peningkatan sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan global.
Selain itu, menurutnya, Metropolitan Bandung Raya masih memiliki banyak tantangan untuk mencapai visi pendidikan yang inklusif dan merata, salah satunya adalah masih terpaparnya instansi pendidikan dengan produk serta intervensi dari industri tembakau sehingga instansi pendidikan belum bisa layak untuk dikatakan sebagai Kawasan Tanpa Merokok (KTR).
Hal ini tentu menjadi tantangan lainnya guna memastikan seluruh peserta didik dapat belajar di ruang yang aman dari intervensi dan produk industri rokok. “Pendekatan pendidikan terbukti berkontribusi dalam mengurangi perilaku merokok sehingga penting untuk memastikan akses pendidikan yang layak untuk semua sebagai upaya peningkatan kualitas SDM serta tindakan preventif pengurangan prevalensi perokok.”, kata Sarah.
Hadir dalam diskusi publik, Bakal Calon Walikota Bandung, Deddy Wahjudi dan Juwanda, yang turut memberikan tanggapan atas masukan dari orang muda yang berkumpul pada masingmasing isu.***