KOTA BANDUNG (TUGUBANDUNG.ID) – Ikatan Orang Tua Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (IOM-ITB) berpartisipasi aktif menyiapkan generasi emas dengan memberikan beasiswa bagi mahasiswa ITB yang memiliki keterbatasan secara ekonomi, sekaligus untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang kondusif bagi penyelesaian studi. Demikian inti dari gelar wicara (talkshow) Penerimaan Anggota Baru (PAB) IOM ITB di Auditorium dan Galeri Campus Center Timur, Kampus ITB Jln. Ganesha, Kota Bandung, Jumat (26/7/2024).
Hadir dalam diskusi yang juga dapat diikuti via Zoom, Direktur Kemahasiswaan ITB D.Arch. G. Prasetyo Adhitama, S.Sn., M.Sn., Dekan FTI ITB Prof. Brian Yuliarto, S.T., M.Eng, Ph.D. (alumni penerima beasiswa IOM-ITB), Presiden KM ITB 2024-2025 Fidella Marwa Huwaida, dan Ketua Umum IOM ITB Hendro Setyanto, M.Si. Pembicara utama adalah mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, M.Sc., Ph.D. Gelar wicara bertema “Menyiapkan Generasi Emas Tanpa Cemas Bersama IOM-ITB” itu dipandu dosen FTTM D.Sc. (Tech) Imam Santoso, S.T., M.Phil.
Generasi emas adalah ungkapan bagi para penerus bangsa dan negara Indonesia pada 2045 saat Indonesia berusia 100 tahun nanti. Pada saat tersebut, yang akan memegang tanggung jawab utama adalah mereka yang berusia 30-45 tahun. Artinya sebagian dari mereka adalah mahasiswa ITB yang baru masuk pada 2024 ini.
Arcandra memotivasi generasi muda, khususnya mahasiswa ITB, melalui penyampaian pengalamannya selama berada di Amerika Serikat. Dengan keluasan wawasannya, Arcandra “menyihir” para peserta, baik yang hadir langsung di kampus ITB maupun ribuan peserta yang memantau via Zoom dan Youtube. Dia mampu menanamkan nilai-nilai filosofis dengan cara ringan, bahkan penuh humor. Dengan gaya pemaparan Arcandra seperti itu, para peserta betah berlama-lama menyimak materi yang penuh nilai dan manfaat.
Pada bagian lain, Hendro menjelaskan, generasi emas Indonesia bukanlah sekadar impian, tetapi tanggung jawab bersama. Tanggung jawab untuk menciptakan inovasi, untuk mengembangkan keahlian, dan untuk memimpin dengan integritas dan dedikasi. Dengan semangat belajar yang tinggi dan komitmen untuk memberikan kontribusi yang nyata, mahasiswa hari ini adalah ujung tombak yang akan membawa bangsa ini menuju kejayaan.
”Bersama, mari kita wujudkan generasi emas yang penuh prestasi, berdaya saing global, dan siap menghadapi segala tantangan,” ujarnya.
Situs Web IOM-ITB
Sementara Ketua III IOM-ITB Dr. Ayi Purbasari, S.T., M.T. mengemukakan, pengurus IOM-ITB periode 2024-2027 menyadari pada era digital ini dirasa penting untuk memiliki kemampuan mengelola data dan informasi agar dapat disajikan kepada publik. Oleh karena itu, IOM-ITB menyiapkan kanal komunikasi, media sosial Instagram, Youtube, serta situs web (website) IOM-ITB.id.
”Website IOM-ITB hadir sebagai bentuk komitmen kami untuk memberikan informasi tentang IOM-ITB yang akurat, terkini, dan mudah diakses,” ujar Ayi.
Website ini dilengkapi dengan fitur pendataan anggota, pengajuan bantuan dari mahasiswa, dan kesempatan berdonasi untuk seluruh masyarakat (IOM-ITB.id/donasi). Website ini menjadi identitas digital IOM-ITB.
Sementara Hendro yang merupakan astronom lulusan ITB dan pernah menerima beasiswa IOM-ITB menjelaskan, mahasiswa yang saat ini diterima di perguruan tinggi di mana pun, terlebih di ITB yang merupakan salah satu kampus dengan persaingan paling ketat, patut bersyukur karena saat ini sekitar 10 juta generasi Z dalam keadaan tidak berpendidikan, tidak bekerja, dan tidak berketerampilan, yang sering diistilahkan dengan NEET (Not in Education, Employment and Training).
Kondisi NEET tersebut disebabkan banyak faktor, di antaranya ialah masalah keterbatasan finansial dan keputusasaan. Keputusasaan salah satu faktor yang mengakibatkan banyak siswa SMA menjadi skeptis melihat masa depan dengan tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bahkan ada yang memandang pendidikan tinggi sebagai pemborosan, karena tidak ada jaminan sukses setelah menempuh pendidikan tinggi. Yang bersangkutan lupa bahwa pendidikan dapat memastikan peluang untuk sukses menjadi lebih besar.
Salah satu sumber keputusasaan tersebut ialah masalah keterbatasan finansial. Keterbatasan finansial sering menjadi alasan seseorang untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Padahal pemerintah telah banyak membuat program beasiswa bagi mereka yang kurang mampu. Namun, sering kali informasi tersebut tidak sampai pada sasarannya, karena keterbatasan akses informasi.
Tidak mudah untuk dapat diterima menjadi mahasiswa ITB, bahkan bagi anak seorang dosen ITB sekalipun. ”Rasa bangga dan senang umumnya dirasakan oleh setiap orang tua yang anaknya diterima di ITB. Namun, tidak sedikit juga orang tua yang sedih ketika anaknya diterima di perguruan tinggi seperti ITB karena keterbatasan finansial,” ujar Hendro.
Mereka yang mengalami keterbatasan finansial tetapi dapat diterima di ITB tidak semata-mata menunjukkan kemampuan akademik yang baik, tetapi juga memiliki karakter pantang menyerah. Satu nilai yang perlu dirawat dan dibina selama menjalani kuliah di ITB. Oleh karena itu, keterbatasan finansial itu perlu dicarikan solusinya. Di antara solusi tersebut adalah beasiswa dari pemerintah dan penyesuaian uang kuliah tunggal (UKT) yang diberikan oleh perguruan tinggi seperti yang dilakukan ITB.
Sering terjadi, karena keterbatasan finansial orang tua, mahasiswa harus membagi uang beasiswa yang diterimanya untuk pendidikan dan untuk membantu biaya hidup keluarga. Oleh karena itu, diperlukan bantuan biaya hidup ataupun bantuan kerja agar mahasiswa dapat memenuhi kebutuhan hidupnya selama menempuh pendidikan di ITB. Dalam tujuh tahun terakhir, IOM-ITB telah menyalurkan bantuan bagi mahasiswa hampir Rp 500 juta/tahun.***