Menu

Mode Gelap

Feature · 17 Feb 2023 17:10 WIB ·

Betor BSA, Becak Bermotor Khas Kota Pematang Siantar Eks Kendaraan Perang

 BEBERAPA Betor BSA sedang ngetem di sebuah tikungan jalan di Kota Pematang Siantar. (Foto: Widodo A.).* Perbesar

BEBERAPA Betor BSA sedang ngetem di sebuah tikungan jalan di Kota Pematang Siantar. (Foto: Widodo A.).*

KOTA Pematang Siantar masih satu provinsi dengan Kota Medan yakni Sumatera Utara. Jaraknya pun relatif dekat, sekitar 128 km ke arah selatan Medan. Namun latar belakang sejarah telah membedakan keduanya. Setidaknya dalam penampilan betor (becak bermotor atau bermesin), betor milik Siantar –sebutan akrab untuk Pematang Siantar—berlatar belakang sejarah kendaran perang zaman penjajahan Belanda.

Berbicara di depan rombongan pengurus Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menjelang puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tanggal 9 Februari 2023 lalu, Ketua Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) Kota Pematang Siantar, Kusma Erizal Ginting, menjelaskan tentang latar belakang historis dimaksud.

Suami Wali Kota Pematang Siantar, Susanti Dewayani itu mengatakan, “Kota Pematang Siantar harus berbenah karena dampak dari warisan dunia. Kami punya kekuatan wisata sejarah. Apalagi, Siantar dulunya pernah menjadi ibu kota Sumatra Timur, banyak jejak-jejak sejarah di sini. Kami bangga menjadi kota nomor dua di Sumatera Utara”.

Jejak sejarah yang masih ada itu, menurut Erizal, salah satunya adalah becak motor atau betor tersebut yang dulunya dipakai tentara Belanda sebagai kendaraan perang. Meskipun betor juga terdapat di beberapa daerah lain, becak bermotor Siantar dinilainya tetap memiliki kelebihan.

“Becak Siantar lebih unggul karena ditarik motor besar tua bermesin 350-500 CC. Mesin yang paling banyak digunakan adalah motor Birmingham Small Arm (BSA), yaitu jenis sepeda motor buatan Inggris yang awalnya dirakit untuk kendaraan perang,” ungkapnya.

Selain itu, ada jenis-jenis motor lainnya yang juga digunakan seperti Norton, Triumph, BMW, hingga Harley Davidson, yang rata-rata usia motornya sudah mencapai 60-an tahun.

Erizal yang juga Presiden BSA Owner Motorcylce Siantar (BOMS) itu menuturkan, betor peninggalan zaman kolonial di Pematang Siantar saat ini jumlahnya tinggal sekitar 100 unit. Itu pun saat ini sudah banyak yang tidak orisinil lagi karena dimodifikasi akibat sparepart aslinya yang sudah tidak diproduksi lagi. (mitranews.co.id, 15/2/2023)

Karena sudah semakin minimnya jumlah betor BSA saat ini, Erizal bertekad pihaknya akan melestarikannya dan menjadikannya sebagai kendaraan angkutan masyarakat, terutama wisatawan.

“Kami tetap berupaya mengaktifkan becak BSA menjadi unik dan menjadi benda cagar budaya, tapi di satu sisi menjadi milik pribadi-pribadi. Untuk itulah kita harus peduli, sehingga perlu sinergi antara pemilik becak dan pemerintah untuk memeliharanya,” tuturnya.

TUGU Betor di Kota Pematang Siantar. (Foto: pematangsiantar.go.id).*

Menurut Erizal, betor BSA ini ternyata menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. “Saya melihat potensinya luar biasa, karena bisa menjadi kendaraan bagi wisatawan untuk Kota Pematang Siantar,” kata Erizal.

Para pengurus SMSI yang dalam rangkaian peringatan HPN 2023 ini menjadikan Pematang Siantar sebagai salah satu lokasi Ekspedisi Geopark Kaldera Toba, juga tak mau ketinggalan untuk merasakan menjadi penumpang betor BSA tersebut. Mereka mengelilingi Kota Siantar dan mendapat sambutan hangat warga setempat.

“Kami beriringan. Cukup seru dan sedikit waswas, karena laju betor cukup kencang. Apalagi saat betor berada di tikungan. Sontak tanganku berpegang erat di besi betor. Khawatir sambungan betor dari kursi penumpang ke motor utama terlepas, seperti film zaman dulu Warkop DKI, di mana dudukan betor yang ditumpangi Dono terlepas dari motor utama yang yang dikendarai Indro,” tutur Humas SMSI Pusat, Henny Murniati, SS.

Kota perlintasan

Lokasi Kota Pemantang Siantar ini strategis bagi Provinsi Sumatera Utara. Kota yang luas wilayahnya 79,97 km2 ini berpenduduk sekitar hampir 270.000 jiwa. Siantar yang hanya berjarak 52 km dari Kecamatan Parapat di tepian Danau Toba ini merupakan kota perlintasan bagi wisatawan yang hendak ke Danau Toba.

Sebagai kota penunjang pariwisata Sumatera Utara, Siantar punya 8 hotel berbintang, 10 hotel melati dan 262 restoran. Pematang Siantar pernah menerima Piala Adipura pada 1993 atas kebersihan dan kelestarian lingkungan kotanya.

Berkat ketertiban pengaturan lalu-lintasnya, kota ini pun meraih penghargaan Piala Wahana Tata Nugraha pada 1996. Wakil Presiden RI yang ke-3 Adam Malik, lahir di kota ini pada 22 Juli 1917. (pematangsiantar.go.id)

JALAN Lintas Sumatera di tengah Kota Pematang Siantar. (Foto: Widodo A.).*

Sektor industri yang menjadi tulang punggung perekonomian kota yang terletak di tengah-tengah Kabupaten Simalungun ini adalah industri besar dan sedang. Dari total kegiatan ekonomi pada tahun 2000 yang mencapai Rp 1,69 triliun, pangsa pasar industri mencapai 38,18% atau Rp 646 miliar.

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyusul di urutan kedua dengan sumbangan 22,77% atau Rp 385 miliar. Angka-angka itu tentu saja sudah jauh meningkat pada tahun 2023 ini.

Dulu daerah kerajaan

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI, Pematang Siantar merupakan daerah kerajaan. Siantar yang berkedudukan di Pulau Holing dan raja terakhir dari dinasti ini adalah keturunan marga Damanik yaitu Tuan Sang Nawaluh yang memegang kekuasaan sebagai raja pada 1906.

Di sekitar Pulau Holing kemudian berkembang menjadi perkampungan tempat tinggal penduduk, di antaranya Kampung Suhi Haluan, Siantar Bayu, Suhi Kahean, Pantoan, Suhi Bah Bosar, dan Tomuan.

Daerah-daerah tersebut kemudian menjadi daerah hukum Kota Pematang Siantar. Pada 1910 didirikan Badan Persiapan Kota Pematang Siantar. Kemudian pada 1 Juli 1917 Pematang Siantar berubah menjadi Gemente (Kotamadya) yang mempunyai otonomi sendiri. Sejak Januari 1939 berubah menjadi Gemente yang mempunyai Dewan.

Pada zaman Jepang berubah menjadi Siantar State dan Dewan dihapus. Setelah proklamasi kemerdekaan, Pematang Siantar kembali menjadi Daerah Otonomi. Berdasarkan UU No. 22/1948 Status Gemente menjadi Kabupaten Simalungun dan Wali Kota dirangkap oleh Bupati Simalungun sampai tahun 1957.

Berdasarkan UU No. 1/1957 berubah menjadi Kota Praja Penuh. Kemudian melalui UU No. 18/1965 berubah menjadi Kota, dan dengan keluarnya U No. 5/1974 berubah menjadi Kota Daerah Tingkat II Pematang Siantar sampai sekarang. (Widodo Asmowiyoto, TuguBandung.id)***

Artikel ini telah dibaca 638 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

PIK-R  Bukit Gado-Gado, Lumbung Literasi Digital dan Teladan Generasui Muda Indonesia

27 November 2024 - 17:56 WIB

Bisnis Employee Benefit Generali Indonesia Semakin Meningkat  

22 November 2024 - 08:53 WIB

Kang Rahmat Toleng: Pengawal Ketahanan Pangan Jawa Barat dari Tanah “Lumbung Padi” Karawang, Kini Menakhodai Komisi 1 DPRD Jabar

18 November 2024 - 11:06 WIB

Srikandi Gerindra di Komisi IV DPRD Jawa Barat; Prasetyawati Berjuang untuk Keadilan dan Kesejahteraan Masyarakat

18 November 2024 - 10:45 WIB

Teddy Rusmawan: Politisi PKS yang Menginspirasi

18 November 2024 - 10:33 WIB

Dr. H. Buky Wibawa Karya Guna, S.Pd, M.Si: Sosok Budayawan di Pucuk Pimpinan Parlemen Jawa Barat

12 November 2024 - 18:42 WIB

Trending di Feature