SBM ITB Gelar Diseminasi Kajian Keuangan Berkelanjutan 2024: Pemetaan Emiten dan Masa Depan Investasi Berkelanjutan

KOTA BANDUNG (TUGUBANDUNG.ID), 5 Mei 2025 – Yayasan KEHATI bekerjasama dengan EBSI dan didukung oleh SBM ITB sebagai tuan rumah melakukan diseminasi hasil kajian strategis bertajuk ‘Identifikasi dan Pemetaan Emiten IHSG dan Penerbit Obligasi Berdasarkan Taksonomi OJK untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) 2024’. Kegiatan ini menghadirkan perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akademisi, manajer investasi, hingga pelaku pasar modal untuk membahas arah dan tantangan investasi berkelanjutan di Indonesia.

Dalam sambutan pembuka, Riki Frindos, Executive Director Yayasan KEHATI, menekankan pentingnya transisi dari ekonomi energi tinggi karbon ke rendah karbon juga transisi dari ekonomi linier ke ekonomi sirkular demi memperkuat ekonomi berkelanjutan. Ia menyatakan bahwa tantangan utama saat ini terletak pada standar keberlanjutan yang belum seragam. “Jika standar ini diatur dengan lebih jelas dan mudah, investor akan lebih percaya diri dalam mendukung transisi menuju keberlanjutan,” ujarnya.

Prof. Dr. Ir. Ignatius Pulung Nurprasetio, M.SME., Dekan SBM ITB, turut menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kajian ini. Ia menyampaikan bahwa ekonomi sirkular bukan hanya menciptakan sistem yang efisien, tetapi juga dapat memperbaiki kualitas hidup dan menurunkan tingkat mortalitas yang disebabkan oleh dampak karbon.

Direktur Keuangan Berkelanjutan OJK, Joko Siswanto, menekankan pentingnya Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) sebagai panduan aktivitas ekonomi berkelanjutan.

“Pertumbuhan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari faktor lingkungan dan sosial. Karena itu, kebijakan keuangan berkelanjutan harus menyeimbangkan tiga aspek utama: ekonomi, lingkungan, dan sosial,” jelas Joko.

TKBI menjadi panduan sebagai pengelompokkan aktivitas ekonomi berdasarkan tingkat keberlanjutannya. Dalam hal tersebut, TKBI menjadi instrumen penting dalam implementasi UU P2SK, sinkronisasi kebijakan lintas lembaga, dan mendorong portofolio hijau industri. TKBI dikembangkan berdasarkan tiga prinsip: Scientific and Credible, Interoperabel, dan Inklusif.

Sementara, Dr. Yunieta Anny Nainggolan, Associate Professor Sustainable Finance SBM ITB sekaligus Direktur Eksekutif Economic and Business Sustainability Institute (ESBI), memaparkan hasil kajian pemetaan terhadap 46 emiten dan penerbit obligasi di sektor energi dan pertambangan di Indonesia. Kajian yang dipaparkan tersebut didukung oleh Yayasan KEHATI dengan hasil evaluasi bahwa terdapat 12 entitas atau sekitar 26% yang berhasil memenuhi kriteria “hijau” dan 8 entitas (sekitar 15%) yang memenuhi kriteria transisi, berdasarkan taksonomi TKBI 2024.

Dalam hasil evaluasi tersebut, dia mengatakan bahwa,
“Hal Ini menunjukkan tantangan besar sekaligus peluang untuk peningkatan. Adanya entitas yang memenuhi kedua kriteria setidaknya menunjukkan bahwa praktik terbaik (best practices) telah ada dan bisa direplikasi untuk entitas atau emiten yang lain,” kata Yunieta.

Dua inisiatif yang menjadi bentuk konkret KEHATI untuk memimpin dalam mewujudkan hal tersebut, yaitu: 1) Mendorong penerbitan reksadana berbasis ESG Bond Pertama di Indonesia; serta 2) Membentuk Green Equity Index dan Green/ESG Bond Index yang merujuk pada TKBI.

Dalam sesi diskusi panel, terdapat tanggapan dari Handy Yunianto, Head of Fixed-Income Research, PT Mandiri Sekuritas dan Rio Mulia, Senior Equity Fund Manager, PT Eastspring Investments Indonesia sebagai penanggap mengenai tantangan implementasi ESG yang dianggap menekan profitabilitas jangka pendek, disarankan agar TKBI ke depan turut mempertimbangkan pendekatan insentif bagi perusahaan misalkan melalui biaya pendanaan yang lebih murah atau insentif pajak dan bagi investor melalui yield dari obligasi yang dapat tercermin dari credit rating yang disesuaikan dengan kinerja ESG, serta return atau premium untuk investor equity. Hal ini bertujuan untuk mendorong lebih banyak emiten mengadopsi prinsip keberlanjutan tanpa khawatir akan beban biaya tambahan, sekaligus menarik minat investor melalui sinyal positif terhadap komitmen jangka panjang terhadap transisi hijau dan target net zero emission.

Namun, Yunieta menegaskan bahwa ESG yang dikelola dengan baik justru mampu meningkatkan daya tarik investor global dan menghasilkan return kuat. Joko menambahkan, ESG adalah investasi jangka panjang meski risiko terlihat masih tinggi saat ini. Untuk menurunkan hambatan, blended finance disebut sebagai solusi potensial, sementara insentif langsung seperti suku bunga rendah dinilai belum memungkinkan saat ini.

Jika disimpulkan, kolaborasi lintas sektor dan kejelasan standar keberlanjutan menjadi kunci mendorong investasi hijau yang inklusif dan berdampak. Melalui program TKBI, KEHATI hadir sebagai jembatan yang menghubungkan dunia industri, regulator, dan investor untuk bersama menapaki jalan transisi menuju masa depan ekonomi rendah karbon dan berkelanjutan di Indonesia. (Pun)***

Komentar

Lini Masa