TASIKMALAYA, (TUGU BANDUNG).- Menumbuhkan kesadaran pada setiap individu untuk menjaga alam dan lingkungan, memang tidak mudah. Banyak hal yang harus dilakukan meski bersinggungan dengan beragam kepentingan maupun kebijakan.
Salah satu cara agar masyarakat peduli alam sekitar, komunitas Seasoldier secara konsisten memberikan edukasi dan mentransformasi energi baik, termasuk di Tasikmalaya.
Ketua Seasoldier Tasikmalaya, Hamdan Uje menyebutkan, guna mengingatkan dan mengajak kembali masyarakat, agar turut serta menjaga alam dan lingkungan dalam perubahan iklim saat ini.
Pihaknya tak lelah bergerak dari satu titik ke titik lain agar semakin banyak masyarakat tertular rasa peduli terhadap lingkungan dan alam.
Terlebih permasalah sampah yang mungkin sampai saat ini menjadi hal mendasar awal rusaknya lingkungan juga perilaku masyarakat.
“Saat ini kami menjelang peringatan ulang tahun yang ke-8, Komunitas Seasoldier menggelar sejumlah agenda edukasi, salah satunya launching film Climate Witnes “And Act Revolution About Climate” secara serentak di 20 kota/kabupaten yang ada di Indonesia termasuk di Kota Tasikmalaya,” kata Uje, Sabtu (4/3/2023).
Menurutnya, pemutaran film sekaligus diskusi terkait perubahan iklim dan peduli alam serta lingkungan digelar Komunitas Seasoldier Yellow Box Coffee & Roastery pada Minggu, 26 Februari 2023 lalu.
Diskusi edukasi tersebut diikuti sekitar 50 peserta diantaranya dari Kaniwata Unsil Tasikmalaya, juga dari asosiasi bank sampah Kota Tasikmalaya serta berbagai organisasi, komunitas, dan lembaga yang peduli terhadap lingkungan.
Film Climate Witnes “And Act Revolution About Climate” merupakan film dokumenter yang menceritakan tentang pelestarian alam di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dimana cerita yang diangkat di film ini mengisahkan 4 sosok inspiratif para penggerak kelestarian alam dan lingkungan, yaitu Joni Messakh, Yasinta Adoe, Selia Narwasti, dan Lunggi Randa.
Film dengan durasi 60 menit ini mengingatkan kembali kepada seluruh elemen juga masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan dalam perubahan iklim.
Uje mengatakan, bahwa film Climate Witnes ini bekerjasama dengan Komunitas Hutan Itu Indonesia dan juga beberapa komunitas lain pada pengarapan filmnya.
Diharapkan mampu menjadi pengingat kembali masyarakat tentang iklim lingkungan yang terjadi sekarang ini.
Diamana masyarakat saat ini secara tidak langsung seakan lupa untuk memperhatikan alam. Setelah disibukan dengan pandemi covid.
“Diskusi ini dilakukan sebagai pemantik, agar masyarakat kembali fokus untuk ikut kembali menjaga lingkungan alam dalam perubahan iklim yang terjadi saat ini,”ujarnya.
Komunitas Seasoldier Tasikmalaya juga menggandeng Rumah Sampah Berbasis Sekolah (RSBS) guna memaparkan tentang penanggulangan sampah.
Sehingga selain turut menjaga lingkungan, masyarakat juga turut andil dalam penanggulangan permasalahan lingkungan terdekatnya dari sampah.
“Banyak sampah yang dihasilkan dari rumah tangga, dan ini menjadi kewajiban bersama bagaimana cara menanggulanginya,” ucapnya.
Uje berharap, hasil dari diskusi edukasi ini akhirnya semua elemen termasuk masyarakat ikut serta menanggulangi langsung pengelolaan sampah di lingkungannya.
Misal, untuk sampah plastik dibuat ecobrick. Sedangkan untuk sampah organik dibuat kompos. Jadi masyarakat tidak hanya pintar memilah dan memilih sampah saja, tapi juga ikut menanggulangi permasalahan atas sampah tersebut.
“Setelah kegiatan ini, diharap semua mempunyai tujuan yang sama untuk menanggulangi permasalahan lingkungan, terutama penanganan sampah agar bisa ditanggulangi bersama,” ujarnya.
“Bahwa untuk mulai melakukan aksi ramah lingkungan, salah satunya terhadap sampah, dimulai dari diri kita sendiri,” sambungnya.
Menurut Uje, sampah bukan tanggung jawab pemerintah, tapi tanggung jawab bersama. “Kalau bukan kita siapa lagi. Dari sekarang, ayo kita mulai bijak dalam menggunakan plastik sebagai langkah awal mengurangi sampah,” pungkasnya.
Sementara itu Founder Rumah Sampah Berbasis Sekolah (RSBS) Nur Salim Ridha mengatakan, Sekolah itu secara tidak langsung menjauhkan anak dari alam. Dimana anak secara tidak sadar di sudutkan pada satu tujuan yaitu industri.
Sehingga, masyarakat atau orang tua jaman sekarang kurang sadar akan dampak sampah terutama anak-anak saat berada di sekolah.
“Untuk menyelamatkan kita dari dampak sampah ini dimana salah satunya yaitu efek rumah kaca, diantaranya dengan menerapkan bank sampah,” katanya.
Selain itu juga, pegiat yang akrab disapa Kang Rido ini mengungkapkan, untuk mengurangi efek tingginya volume sampah tersebut, bisa dengan menerapkan ecopreneur, yaitu dengan mulai menggunakan sedotan kayu, mulai menggunakan tumbler, menggunakan totebag saat berbelanja, dan masih banyak lagi.
Ia menegaskan dalam kesempatan diskusi itu, Komunitas Seasoldier yang akan memasuki usia ke-8 tahun, berharap bisa bersinergi dengan semua aktivis lingkungan. Hal ini jelas untuk menambah kekuatan dalam melakukan aksi bersama dan edukasi bersama tentang permasalahan lingkungan.
Sementara saat ini Seasoldier Indonesia sudah ada di 15 daerah yang tersebar di Indonesia yakni, di Maluku Utara, Pacitan, Jakarta, Kalimantan Barat, Bali, Medan, Balikpapan, Lombok, Banyuwangi, Tasikmalaya, Tegal, Surabaya, Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Bandung.
Seasoldier sendiri merupakan organisasi mandiri berawal dari aksi pribadi yang peduli terhadap lingkungan. Gerakan ini pertama kali digagas oleh Nadine Chandrawinata dan Dinni Septianingrum pada 28 Maret 2015.
Tujuanya mengajak masyarakat melakukan aksi ramah lingkungan yang dimulai dari diri sendiri.***