Oleh KHUSNUL DAROYAH
Guru Matematika MAN 2 Kota Yogyakarta
KEMAMPUAN individu untuk memahami, menggunakan, dan berpikir kritis terhadap angka, data, dan konsep matematika atau literasi numerasi, menjadi perangkat pengetahuan dan ketrampilan khusus. Kemampuan demikian bagi para siswa sebagai kebutuhan yang bersifat jangka pendek maupun jangka pendek.
Kebutuhan jangka pendek literasi numerasi berkaitan dengan modal pengetahuan dan ketrampilan para siswa untuk ujian masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Kementerian Pendidikan Riset dan Teknologi memaklumatkan, syarat siswa untuk masuk PTN harus lolos sesuai standar Tes Potensi Skolastik (TPS) dalam Uian Tertulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (UTBK-SNPMB) 2023. Fungsi tes ini, mengukur potensi kognitif atau kemampuan menalar dan solusi (problem solving). Numerasi menjadi bagian utama materi TPS.
Adapun kebutuhan jangka panjang berkaitan dengan kebutuhan akselerasi individu terhadap kemajuan teknologi digital. Teknologi ini dipadu dengan koneksi internet memerlukan para individu yang memiliki kemampuan untuk memahami dan menggunakan angka, termasuk pemahaman terhadap konsep matematika dasar, interpretasi data, dan pemodelan matematika dalam berbagai konteks kehidupan keseharian. Dalam era ini, bahkan, para individu harus menambah kemampuan di luar literasi numerik, yaitu literasi baca tulis, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.
Bagaimana literasi numerasi? Dalam pemahaman spesifik, literasi numerasi melibatkan kemampuan untuk memahami angka, menggunakan pemodelan matematika, berpikir kritis dalam konteks numerik.
Memahami angka berarti memahami nilai, hubungan, dan sifat-sifat angka serta operasi matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Menginterpretasikan data identik dengan menganalisis dan memahami data numerik dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram untuk menarik kesimpulan atau membuat perkiraan.
Kemudian, menggunakan pemodelan matematika berarti menerapkan konsep matematika untuk memodelkan situasi dalam berbagai ranah kehidupan nyata sekaligus menjadikannyua sebagai strategi memecahkan masalah. Ketika menerapkan konsep-konsep matematika dalam realitas sosial, maka berpikir kritis dalam konteks numerik menjadi strategi untuk memahami dunia secara tidak apa adanya. Berpikir kritis sebagai strategi untuk evaluasi terhadap informasi numerik, mengenali bias atau kesalahan dalam penyajian data. Produknya, kritik dan perbaikan realitas sosial berbasis pada hasil analisis dalam skala numerik atau angka-angka.
SR bagian proses literasi numerik
Proses literasi numerik bisa melalui proses pembelajaran dengan metode tertentu. Dalam penelitian kelas, metode spaced repetition (SR) telah diterapkan. Metode ini dijalankan dengan teknik mengingat sesuatu konsep numerik dalam pembelajaran matematika secara berulang-ulang, dengan jeda yang berubah-ubah pada setiap pengulangan. Seperti diterapkan penulis dalam penelitian tindakan kelas untuk pemamahaman konsep turunan fungsi aljabar kepada 32 siswa kelas XI IPS Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Sleman tahun pelajaran 2021-2022.
Penerapan SR membuat para siswa antusias belajar konsep-konsep matematika. Mereka merasa mendapat solusi untuk memahami konsep matematika yang sebelumnya dipersepsikan rumit dan sulit.
Sejumlah siswa XI IPS-1 menyampaikan kesan-kesannya sebagai berikut; Layalia,”Kesan saya setelah belajar menggunakan strategi spaced repetition yaitu belajarnya jauh lebih menyenangkan. Materi pembelajarannya pun menjadi mudah diingat dalam jangka waktu panjang”
Revaniesya mengatakan, pembelajaran metode SR mendorong semangat untuk memahami konsep-konsep matematika dengan perasaan senang, Satria berpendapat senada, belajar matematik dengan metode pengulangan ini sangat efektif untuk memahami suatu konsep matematika, dan bisa menjadi mahir dengan soal-soal yang dikerjakan.”
Literasi numerasi dengan metode SR tidak hanya menumbuhkan semangat para siswa untuk memahami konsep-konsep matematika. Dari sisi hasil pembelajaran, rata-rata nilai para siswa pada siklus I (76) dan siklus II (80) mencapai di atas kriteria minimal nilai (75). Dari segi persentase nilai siklus I petemuan ke-1 dari 73,9% meningkat menjadi 76,3% pada pertemuan ke-2 dan persentase nilai siklus II petemuan ke-1 dari 78.1% meningkat menjadi 80.8% pada pertemuan ke-2. Persentase kenaikan perolehan nilai tes dari siklus I sebesar 75,1% menjadi 79,4% pada siklus II. Prestasi belajar siswa yang menjadi peserta pelajaran matematika materi turunan fungsi aljabar siswa kelas XI IPS MAN 3 Sleman mengalami peningkatan setelah mengikuti metode SR.
Kelemahan literasi numerasi dengan metode SR belum sampai pada tahap berpikir kritis dan problem solving untuk menerapkan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini berkaitan dengan level pendidikan, dalam hal ini, Madrasah Aliyah atau Sekolah Menengah Atas (MA/SMA). Literasi konsep-konsep numerik pada mereka pada tarif normatif atau pemahaman konsep dasar dan turunannya, pembelajarannya belum sampai tahap aplikasi dalam kehidupan keseharian.
Temuan itu menjadi catatan bahwa literasi numerasi tidak bisa menyeluruh dan langsung total (instan). Faktor jenjang pendidikan menentukan sampai pada level mana pelaksanaan literasi dari empat elemen literasi yaitu kemampuan untuk memahami angka, menggunakan pemodelan matematika, berpikir kritis dalam konteks numerik. Pada jenjang pendidikan MA/SMA, pengenalan angka dan turunannya lebih dominan. Tiga dimensi lainnya akan dilanjutkan dan diperdalam pada level pendidikan berikutnya (sarjana dan pascasarjana). Literasi tahap awal ini lebih menekankan pada target agar siswa tertarik dengan konsep-konsep numerasi dan bercita-cita untuk memahami lebih lanjut pada jenjang pendidikan tinggi.***