Jakarta, (TuguBandung.Id) – Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) menilai tidak ada urgensinya Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama RI untuk menaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji atau BPIH tahun 2023.
“Biaya haji (BPIH/ONH) harus ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kinerja keuangan Badan Pengelola Keuangan haji atau BPKH secara riil, utuh dalam satu kesatuan bukan hitungan parsial pelaksanaan tahun pertahun,” ujar Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) Dr. H. Erman Erman Suparno, MM., MBA, lewat siaran pers resmi IPHI di Jakarta.
Pernyataan Erman itu menanggapi perihal besarnya kenaikan biaya haji tahun 1444 H/2023 M. yaitu sebesar Rp. 69.193.733, merupakan 70 % dari nilai rata rata BPIH sebesar Rp. 98.893.909,- yang dibayarkan oleh para jamaah.
Erman mengharapkan agar pemerintah dalam menetapkan BPIH/ONH mengacu pada kondisi riil dan faktor syarat dan rukun ibadah haji tersebut. Selain itu, Pemerintah juga harus memberikan seluas-luasnya kepada BPKH untuk menghitung besaran dan nilai manfaat.
BPKH sesuai undang-undang adalah pengelola keuangan aktif, artinya berkewajiban untuk mengembangkan dana haji sesuai dengan hukum syariah, sehingga uang yang ditabung bertahun tahun memiliki kinerja yang tinggi untuk membiayai final BPIH/ONH.
Oleh sebab itu, Erman menilai dikarenakan fungsi BPKH bukan semata mata kasir, maka seharusnya mekanisme ketetapan biaya Haji berdasarkan kinerja dari BPKH. Jika BPKH surplus besar maka tidak diperlukan penambahan biaya BPIH/ONH dari Jamaah Haji.
“Meski demikian jika kinerja setelah dihitung secara akuntabel, memiliki prospek kinerja yang rendah, maka BPKH harus mengumumkanh ke masyarakat tentang kondisi keuangan tersebut,” tambah Erman.
Hal ini agar dapat dipakai untuk patokan kinerja tahun berikutnya, berapa besar nilai BPIH/ONH yang di prediksi tahun mendatang, sehingga jamaah calon haji dapat mengantisipasi besaran nilai yang disetor dan punya kecukupan waktu untuk menabung pelunasannya.
Apalagi langkah-langkah strategis telah dilakukan oleh BPKH, termasuk membeli mayoritas saham Bank Muamalat. Hal ini tentunya asset dan harta BPKH akan naik secara signifikan sehingga tidak ada alasan untuk keberatan menutupi kekuarangan biaya BPIH/ONH dan tidak perlu ditakutkan adanya defisit pada tahun-tahun selanjutnya, karena kinerja dan tabungan calon Jemaah akan meningkat terus.
“Selain itu masih terbukanya save cost atau penghematan dengan cara renegosasi biaya-biaya,termasuk penerbangan, dan penghematan durasi waktu menjadi lebih pendek, “ tegas Erman.
IPHI Apresiasi Bertambahnya Kuota Haji Jemaah Indonesia Dalam kesempatan ini, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) memberikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama atas keberhasilan melakukan lobi kepada Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tentang kuota haji tahun 2023.
Sebagai informasi, pada tahun ini Indonesia mendapatkan kuota haji sebesar 221.000 Jamah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Jumlah kuota itu terdiri dari 203.320 Jemaah Haji Reguler, 17.680 Jemaah Haji Khusus, dan sebanyak 4.200 orang sebagai petugas haji.
Apresiasi itu disampaikan Ketua Umum IPHI Erman Suparno saat menyampaikan evaluasi Kebijakan Haji tahun 2023, yang berlangsung di Menara Batavia Jakarta, 8 Februari 2023.
“Keberhasilan penambahan kuota ini tentu patut di syukuri, mengingat kerinduan calon jamaah haji yang sudah mendaftar mendapat kepastian untuk berangkat ke tanah suci, dan tentunya angka ini akan menjadi acuan pembilang terhadap jumlah jamaah yang antri menunggu jatah kuotanya”, ujar Erman Suparno.
IPHI juga merasa bersyukur atas kriteria pemberangkatan haji yang tidak lagi ada batasan usia jamaah haji, sehingga kekhawatiran calon jamaah selama ini tidak bisa berangkat karena kendala usia sudah tidak ada lagi. Kini, siapapun jemaah bisa berangkat asalkan nomor antrian kuotanya sudah sampai.
Meski begitu, Erman Suparno berharap agar prioritas jamaah haji yang berangkat tetap diutamakan antrian Lansia, terutama apabila ada peserta yang mengundurkan diri.
“ini dikarenakan selama ini sesuatu hal batal berangkat tidak otomatis di ganti dengan calon Jemaah yang berusia lanjut”, pungkas Erman. Erman juga mendesak Kementerian Agama untuk segera melakukan kajian dan membuat regulasi tentang haji furudha, mujamalah atau visa undangan kerajaan lainnya untuk segera diberlakukan.
IPHI dengan segenap tenaga ahlinya akan senantiasa membantu pemerintah dalam membuat rumusan-rumusan maupun kebijakan penyelenggaran haji secara komprehensif demi melindungi para calon-calon Jemaah haji Indonsia yang antriannya sangat lama.
IPHI juga mengingatkan Menteri Agama RI agar tidak boleh mendiamkan visa furoda menjadi dagangan ala blackmarket, sehingga muncul kembali kasus masyarakat sudah menyetor uang dan membayar tapi gagal berangkat haji bahkan harus terdeportasi.