Banjaratma, Rest Area Heritage KM 260B Brebes Bernuansa Obyek Wisata Sejarah Pabrik Gula

REST Area ini boleh dibilang langka dan unik karena berstatus cagar budaya. Tempat istirahat di jalan tol umumnya terdiri atas warung makan-minum, tempat ibadah (masjid atau musala), SPBU/pompa bensin, dan tempat parkir. Tapi Rest Area Heritage Banjaratma KM 260B Tol Trans Jawa di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah ini sangat lengkap. Juga berfungsi sebagai obyek wisata yang kental dengan nuansa sejarah pabrik gula zaman Belanda.

Bisa ditebak bahwa secara bisnis, daripada dibiarkan mangkrak gegara bangkrut, lokasi Pabrik Gula Banjaratma yang sangat luas (10,5 hektare) itu, dimodifikasi sebagai rest area jalan tol bernuansa obyek wisata sejarah. Lebih khusus wisata sejarah perjalanan pabrik gula yang pernah jaya di zaman penjajahan Belanda hingga berada di pangkuan Republik Indonesia.

LOKOMOTIF kereta pengangkut tebu dijadikan monumen di Rest Area Heritage Banjaratma KM 260B. (Foto: Widodo A.).*

Feeling bisnis kolaborasi– konsorsium PT Waskita Toll Road, PT Rajawali Nusantara Indonesia, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, PT PP Properti, PT Jasamarga Properti, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX– itu benar adanya. (jatengprov.go.id, 8/4/2023)

Indikatornya adalah membanjirnya ribuan pengunjung rest area dalam suasana arus balik Lebaran lalu. Mengapa disebut arus balik? Sebab, jika menyimak lokasi, Rest Area Heritage Banjaratma, Kabupaten Brebes itu berada di sebelah kiri Jalan Tol Trans Jawa dari arah timur atau Semarang. Di area rehat ini lamanya mobil parkir dibatasi hanya satu jam.

Dalam periode arus balik Lebaran, terlihat semua rest area yang ada di Jalan Tol Trans Jawa padat dengan pengunjung. Deretan mobil parkir tampak di jalan menjelang pintu masuk, di bagian dalam, dan menjelang pintu keluar. Demikian pula di Rest Area Heritage KM 260B Banjaratma, yang luas areanya bisa mencapai beberapa kali rest area lain pada umumnya.

Bagaikan pusat belanja

Dioperasikan sejak 17 Maret 2019 lalu, Rest Area KM 260B Banjaratma “disulap” bagaikan mal atau pusat perbelanjaan yang menghadirkan stan 175 pengusaha UMKM. Pertokoan yang ada terdiri atas kelompok sandang batik (sentra batik), nonbatik, barang kerajinan, beragam lukisan, buku, mainan, dan tentu beragam restoran atau warung makan dan minuman. Wahana mainan untuk anak-anak juga tersedia.

SUASANA bagian dalam Rest Area Heritage KM 260B Banjaratma. (Foto: Widodo A.).*

Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) skala besar sudah pasti tersedia di sini. Demikian pula tempat ibadah dan fasilitas toilet yang senantiasa dibuat bersih dan enak dipandang. Tempat parkirnya juga sangat luas.

Bangunan dan peralatan kuno yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keberadaan pabrik gula juga dibiarkan tetap ada. Menjadi saksi sejarah bahwa area rehat ini memang pernah digunakan untuk pabrik gula. Tembok dan tungku pabrik sengaja dibiarkan mengelupas. Pohon beringin yang tumbuh dan menempel di dinding tembok tetap dibiarkan ada.

Di sini masih ada “roda gila” pabrik gula. Ada lokomotif yang dulu untuk mengangkut gerbong-gerbong terbuka bermuatan ribuan ton tananam tebu. Ada bagian-bagian mesin pabrik yang juga masih bisa disaksikan oleh para pengunjung, termasuk anak-anak dan lanjut usia serta difabel. Mereka bisa menggunakan gerobak bayi dan kursi roda secara gratis.

RODA GILA Pabrik Gula Banjaratma tetap mewarnai Rest Area KM 260B Jalan Tol Trans Jawa di Brebes, Jawa Tengah. (Foto: Widodo A.).*

Pada papan informasi yang berisi beragam testimoni para pengunjung, terdapat pula pernyataan dari istri almarhum Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Dr. (H.C.) Shinta Nuriyah Abd. Wahid, M.Hum.

Testimoni Bu Shinta berbunyi, “Tempat ini sangat layak untuk dijadikan rest area. Pilihan makannya banyak dan enak-enak, bagi yang mau mencari oleh-oleh juga banyak pilihannya. Tempatnya sangat bersih dan nyaman untuk beribadah. Terutama toiletnya juga bersih dan rapi. Ada juga tempat bermain untuk anak-anak. Pokoknya sip deh!!!

Mengapa pabrik gula rugi?

Setelah gulung tikar pada 1997 kompleks PG Banjaratma ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Pihak PTPN IX menyajikan sejarah singkat pabrik gula ini di bagian depan jalan masuk bangunan pertokoan.

PG Banjaratma didirikan oleh NV Cultuurmaatschappij (perusahaan perkebunan yang berpusat di Amsterdam, Belanda), pada tahun 1908. Hal ini didasarkan pada inventaris van de archieven van de Cultuur, Handel-en Industriesbank Koloniale Bank; Cultuurbank NV, (1847) 1881-1969. Nationaal Archief, Den Haag 1973, serta disebutkan dalam buku De Koloniale Staat (Negara Kolonial) 1854-1942 (Anrooj, 2014).

Hal itu juga didukung catatan dalam Koloniaal Verslag (Laporan Kolonial) 1907 yang berisi tentang daftar statistik perusahaan pabrik gula di Jawa tahun 1906. Dalam daftar statistik pada tahun 1906 itu nama PG Banjaratma tidak tercantum.

Pada peta Ducth Colonial Maps tahun 1918, PG Banjaratma disebut dengan Station Banjaratma. Proefstations atau Stasiun Pengujian yang dimaksud adalah tempat khusus untuk melakukan penelitian ilmiah terhadap budidaya dan proses produksi gula sehingga memperoleh produksi yang optimal.

AKAR pohon beringin yang menempel tembok PG Banjaratma tetap dibiarkan mewarnai Rest Area Heritage KM 260 B. (Foto: Widodo A.).*

Proefstations diperkenalkan oleh Gerrit Jan Mulder pada tahun 1884 pada pabrik gula di Bogor yang selanjutnya menjadi kebutuhan penting di pabrik gula. Gerrit Jan Mulder sebagai penasihat pemerintah berpendapat bahwa produsen gula harus menerapkan teknologi yang disesuaikan dengan situasi di Jawa. Ini berarti bahwa kemungkinan teknik yang digunakan, kombinasi yang dipilih menghasilkan hasil yang paling ekonomis, baik untuk pemerintah maupun produsen gula.

Teknologi pabrik gula ini memerlukan bahan bakar kayu dan batu bara yang mahal sehingga tidak dapat menutupi biaya produksi, sedangkan teknologi yang optimal di Jawa yaitu teknologi dengan basis bahan bakar air sebagai penggerak mesin uap. Berdasarkan inovasi tersebut, sejak tahun 1885 keberadaan Stasiun Pengujian atau Proefstations memiliki peran besar dalam keberhasilan produksi gula di Jawa (Leidelmeijer; 1997).

Tahun 1997 merupakan masa operasional terakhir PG Banjaratma karena kerugian yang terjadi secara terus menerus, biaya operasional tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh. Beberapa bagian mesin yang masih dapat digunakan dipindahkan ke pabrik gula lainnya seperti PG Jatibarang untuk menggantikan kerusakan mesin di pabrik gula dimaksud. (Widodo A, TuguBandung.id)***

Komentar