Jangan Korbankan Siapapun…

Oleh Duddy S Sutandi

Pemerhati Sepak Bola Nasional, Pengurus Persib Periode 1985 – 2007, Ketua Asprov PSSI Jawa Barat Periode 2014 – 2017

H. DUDDY S Sutandi

KETUA Umum PSSI 2019-2023, Komjen Pol (purn) Muhammad Iriawan, telah pamit dari lingkup Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia, lewat KLB PSSI beberapa waktu lalu. Bukan karena tidak cinta, bukan juga karena tidak dicintai, tapi Ibul tidak bersedia maju kembali semata-mata untuk kebaikan bersama.

Perlu dicatat, Ibul bukanlah Ketua Umum PSSI yang terpaksa berhenti meski periodenya hingga November 2023. La Nyalla Mattalitti, Letjen TNI (purn) Edy Rahmayadi, dan jauh sebelum itu, Letjen TNI KKO-AL (purn) Ali Sadikin, mengalami hal yang sama. Dan, bukan tidak mungkin ketua umum yang baru juga akan mengalami hal yang sama.

Kebiasaan itu masih terlihat dengan jelas hingga hari ini. Iwan Bule atau Ibul, sapaan akrabnya, memilih jalan itu justru karena rasa cintanya pada sepakbola begitu tinggi. “Saya tidak ingin ada gesekan di dalam dunia se pakbola karena saya,” katanya. “”Saya juga tak mau dipandang menjadi penghalang siapapun yang berniat baik menakodai top organisasi sepak bola nasional. Ini demi kepentingan semua,” tambahnya.

Siapapun yang menakodai PSSI, dalam kacamata seorang Ibul, ekosistem sepak bola nasional harus tetap berjalan dan berputar. Apalagi dalam konteks ekonomi, sektor UMKM yang terkait erat dengan berputarnya kompetesi sepak bola dari satu pertandingan ke pertandingan lainnya, juga harus diselamatkan. Maka langkah mundur dan memberi “karpet merah” pada pihak lain, adalah sikap ksatria yang dipilih Ibul. Demi kemaslahatan semua.

Ucapan dan langkah Ibul bukan basa-basi.  Sejak masih menjadi anggota Polri, Ibul memang dikenal sebagai orang yang selalu mendahulukan kepentingan dan kemaslahatan orang banyak ketimbang dirinya. Itu juga yang membuat Kapolri percaya dengan menunjuk dirinya menjadi Kapolda di tiga tempat.

Mulai Kapolda NTB, Kapolda Jawa Barat, dan Kapolda Metro Jaya, dipercayakan di tangannya. Selain itu, jabatan vital Kadivkum dan Kadivpropam pun pernah dipercayakan Kapolri di pundak Ibul. Dan yang tak kalah penting, Menteri Dalam Negeri pun pernah memberi kepercayaan pada Iwan Bule untuk menjabat sebagai Pejabat Gubetnur 2018, dan setelah itu lagi-lagi pemerintah memberi kepercayaan dengan menyematkan tiga bintang tiga Kepolisian di pundaknya sekaligus menjadi Sestama Lemhanas.

Maka, ketika voters PSSI 2019 memberi juga kepercayaan pada Ibul untuk memimpin organisasi sepakbola nasional, sesuatu yang lumrah. Kepercayaan yang sama sekali tidak keliru.

Membaik

Awalnya sinisme dan sejenisnya dialamatkan ke Ibul secara bertubi. Namun Ibul meresponya dengan tindakan nyata. Jika sebelumnya posisi PSSI berada di bawah Timor Leste, 171, perlahan tapi pasti, posisi Indonesia di FIFA bergerak naik dan kini bertengger di posisi 151.

Jika selama 17-15 tahun Indonesia tidak pernah lolos ke Piala Asia, kini tim nasional senior mampu berlaga di pesta sepakbola Asia. Tidak hanya itu, tim nasional under 20 juga lolos ke Putaran final Piala Asia di Uzbekistan, Maret 2023. Dan, timnas yang sama juga terus digenjot agar saat Putaran Final Piala Dunia U20, sedikitnya kita sukses sebagai tuan rumah dan prestasi.

Betul bukan karena Ibul sendiri, tetapi kesuksesan di sektor mana pun sangat ditentukan oleh sang pemimpin. Sehebat apapun sebuah tim, sangat ditentukan oleh kepiawaian seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang piawai, mampu mendayagunakan kekuatan timnya secara maksimal.

Sayang, ketika semua kekuatan sedang difokuskan untuk menghadapi putaran final Piala Asia dan Piala Dunia, tragedi Kanjuruhan terjadi. Anehnya, Ibul seperti harus menanggung beban sendirian. Para eksekutif komite yang lain, maaf, seperti tak punya rasa malu, bukan hanyak tak mau menanggung beban, tapi mereka tenang-tenang saja maju dan 70 persen terpilih kembali. Padahal, jelas TGIPF, tim gabungan bentukan pemerintah meminta mereka mundur semua.

Bukan “Gebyah-Uyah”

Bahwa PSSI harus ikut bertanggung jawab, setuju. Tapi, bukan harus dengan cara gebyah-uyah (menyamaratakan), apalagi setiap seksi ada penanggungjawabnya. Apalagi jika menyimak pernyataan Ketua TGIPF, soal akibat kematian seperti saya kutip dari CNN Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan gas air mata yang digunakan oleh aparat kepolisian menyebabkan 132 orang meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober lalu.

Mahfud menuturkan tembakan gas air mata membuat penonton laga Arema Malang vs Persebaya Surabaya saat itu panik dan berdesak-desakan keluar stadion hingga memicu banyak korban jiwa.

Lalu, menurut Kompas.tv (10/11/2022) Hasil uji labolatorium, Tragedi Kanjuruhan, Gas Air Mata jadi faktor pemicu kematian penonton. Selain itu, Kompastv juga menayangkan pernyataan  Komnas ham, polisi menembakan 45 kali gas air mata.

Jika mengacu hal tersebut, pertanyaannya, apakah Ibul punyak garis komando untuk memerintahkan penembakan gas air mata? Atau Ibul memiliki senjata untuk menembakkan gas air mata? Kita semua tahu jawabnya.

Jadi, jika akhirnya Ibul tidak maju lagi, jangan pernah ragu menyebutnya sebagai seorang pemimpin yang mendahulukan kepentingan umat. Pemimpin yang rela menanggung beban demi kemaslahatan. Pemimpin yang memiliki rasa cinta begitu tinggi pada sepakbola.

Aneh jika seseorang dari lembaga survey mengatakan Ibul akan terganjal peristiwa Kanjuruhan, lebih aneh lagi ia mengatakan PSSI memiliki citra negatif. Di tangan Ibul lonjakan terjadi. Sebaiknya lembaga survey itu netral dan jangan menilai yang ia tak pahami. Jangan lupa, ada Allah yang melihat prilaku kita. Dan, kita tidak bisa bersembunyi dari-Nya

Siapa yang akan memimpin Jawa Barat bukan atas kehendak lembaga survey, tapi takdir dari Allah.

Terima kasih Ibul, semoga langkah yang engkau ambil menjadi langkah terbaik bagimu dan bagi sepakbola nasional. ***

Komentar