Mau Anak Indonesia Bebas dari Penyakit Gigi dan Mulut? Ini Caranya!

Penulis: Caecielia Makaginsar, Dosen Fakultas Kedokteran Unisba

Kesehatan gigi dan mulut merupakan penunjang tercapainya kesehatan tubuh yang optimal.

Kondisi kesehatan gigi dan mulut yang terpelihara akan berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup dan produktifitas sumber daya manusia.

Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut harus dilakukan sejak dini mengingat penyakit gigi dan mulut berada pada peringkat sepuluh besar penyakit yang terbanyak dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskerdas) di tahun 2018 jumlah penduduk Indonesia diatas umur 3 tahun yang mengalami masalah gigi dan mulut, adalah 57.6 % dari seluruh jumlah total penduduk Indonesia, angka yang cukup tinggi.

Dari angka tersebut ternyata yang mengakses pelayanan kesehatan gigi hanya sekitar 10.2%. Sungguh memprihatinkan.

Oleh sebab itu perlu diambil langkah-langkah untuk pencegahan penyakit gigi dan mulut, khususnya bagi anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa, agar kelak anak Indonesia terbebas dari penyakit gigi dan mulut.

Untuk mencapai semua ini, memang tidak mudah karena banyak kendala yang dihadapi, seperti masalah sosio ekonomi yang rendah, kurangnya kesadaran masyarakat untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut, adanya keterbatasan fisik seperti yang dialami para penyandang disabilitas, yang membuat mereka sulit untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut, dan lain-lain.

Berbagai upaya telah dilakukan, baik oleh pihak pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi masalah ini, namun hasilnya belum maksimal.

Civitas Akademika Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung, baru-baru ini telah mengadakah pengabdian masyarakat disebuah SLB untuk memberikan edukasi mengenai kesehatan gigi dan mulut dengan tujuan membantu para penyandang disabilitas agar dapat menjaga kesehatan gigi dan mulutnya.

Pada program awal tersebut telah dilakukan pemeriksaan skrining kesehatan gigi dan mulut sebagai data awal, kemudian dilakukan edukasi tentang kesehatan gigi dan mulut kepada anak-anak penyandang disabilitas dan anggota keluarga yang menjadi pendampingnya, seperti cara menyikat gigi yang sesuai dengan kondisi mereka masing-masing, karena setiap murid memiliki keterbatasan fisik yang berbeda satu sama lain.

Sehingga diharapkan anak-anak tersebut dengan didampingi oleh anggota keluarganya nanti mampu mempraktikkan seluruh edukasi mengenai cara memelihara kesehatan gigi dan mulut seperti cara menyikat gigi yang benar dan dilakukan pada waktu yang tepat yaitu setelah makan, makanan yang baik untuk kesehatan gigi dan mulut, penjelasan tentang penyebab dan proses terjadinya kerusakan gigi yang dikenal sebagai caries gigi, dan lain-lain.

Untuk melaksanakan edukasi ini digunakan media video interaktif, alat peraga seperti boneka, dan buku-buku dongeng tentang kesehatan gigi dan mulut.

Namun kendala yang dihadapi selama proses pengabdian masyarakat tersebut adalah minimnya video interaktif, alat peraga dan buku-buku dongeng tentang kesehatan gigi dan mulut yang sesuai bagi para penyandang disabilitas karena masing-masing anak mempunyai kebutuhan khusus yang berbeda, seperti kita ketahui disabilitas dibedakan menjadi dua jenis, yakni disabilitas fisik dan disabilitas mental.

Adapun disabilitas fisik meliputi tunanetra (tidak bisa melihat), tuna rungu (tidak bisa mendengar), tuna wicara (tidak bisa berbicara), tuna daksa (cacat tubuh), dan tunalaras fisik (cacat suara dan nada).

Selain disabilitas fisik, ada juga disabilitas mental yang terdiri dari tunalaras mental (kesulitan mengendalikan emosi dan sosial), tunagrahita (cacat pikiran atau lemah daya tangkap), dan tunaganda yang bisa merupakan kombinasi dari disabilitas fisik dan mental dimana ada lebih lebih dari satu kecacatan.

Usulan solusi masalah ini adalah membuat video interaktif, alat peraga dan buku-buku dongeng yang mengajarkan bagaimana menjaga kesehatan gigi dan mulut, yang khusus diperuntukan bagi anak-anak penyandang disabilitas yang mempunyai kebutuhan khusus yang berbeda tiap anak, sehingga mereka mudah memahami edukasi tentang kesehatan gigi dan mulut.

Seperti misalnya untuk anak penderita tuna netra dapat dibuatkan buku-buku dongeng yang menggunakan huruf braille, atau audio interaktif yang mengajarkan bagaimana menjaga kesehatan gigi dan mulut.

Bagi anak penderita tuna rungu, tuna wicara, dan tunalaras fisik, dapat dibuatkan buku dongeng dengan gambar-gambar yang menarik yang mengajarkan tentang kesehatan gigi dan mulut, vidio interaktif dengan bahasa isyarat yang mengajarkan bagaimana cara menjaga kesehatan gigi dan mulut, membuat alat permainan berupa serangkai gambar berurutan (puzzle) dalam bentuk media tayangan tematik, atau media papan gambar yang berisikan gambar tentang cara menjaga kesehatan gigi dan mulut, atau menggunakan boneka sebagai alat peraga untuk mengajarkan bagaimana cara memelihara kesehatan gigi dan mulut, seperti cara menyikat gigi.

Sebaiknya edukatornya pun menguasai bahasa isyarat agar mempernudah penyampaian materi pembelajaran dan dapat terjadi komunikasi dua arah.

Pada anak-anak tuna daksa yang mempunyai hambatan yang sangat beragam, baik berat atau ringannya hambatan, letak anggota tubuh yang berkelainan, maupun ada atau tidaknya hambatan kecerdasan; keberagamaan hambatan anak tuna daksa inilah yang yang harus diperhatikan, dimana pembelajarannya harus difokuskan pada karakteristik masing-masing anak.

Untuk penderita tuna daksa dapat pula dibuatkan alat peraga berupa buku dongeng dengan gambar-gambar yang menarik yang mengajarkan tentang kesehatan gigi dan mulut, vidio yang mengajarkan bagaimana menjaga kesehatan gigi dan mulut atau menggunakan boneka sebagai alat peraga untuk mengajarkan bagaimana cara memelihara kesehatan gigi dan mulut seperti cara menyikat gigi.

Bagi penderita tuna daksa yang tidak menderita kelainan di tangan yang dapat menghambat pergerakan tangannya, dapat pula dibuatkan alat permainan berupa serangkai gambar berurutan (puzzle) dalam bentuk media tayangan tematik, atau media papan gambar yang berisikan gambar tentang cara menjaga kesehatan gigi dan mulut.

Sementara pada penderita Tunalaras mental, tuna grahita dan tuna ganda dapat dibuatkan alat peraga berupa flashcard yaitu suatu media gambar yang didalamnya terdapat gambar, teks, keterangan mengenai cara memelihara kesehatan gigi dan mulut. Disamping itu dapat pula membuat gambar (foto), atau film (video) untuk mengajarkan bagaimana memelihara kesehatan gigi dan mulut.

Untuk anak penderita tunalaras mental, tuna grahita dan tuna ganda, sebaiknya edukasi ini dilakukan berulang-ulang agar materi dapat dipahami. Namun untuk penyediaan alat-alat peraga ini memang tidak mudah karena membutuhkan biaya yang cukup besar, oleh sebab itu dibutuhkan bantuan dana dari pemerintah maupun partisipasi masyarakat.

Untuk itu Fakultas Kedokteran Unisba sudah seharusnya berkontribusi dan berperan aktif dalam memikirkan, menjadi pelopor dan pembaharu dalam program pencegahan penyakit gigi dan mulut khususnya pada penderita disabilitas yang sampai saat ini masih memiliki banyak kendala dengan menciptakan berbagai alat edukasi tentang cara memelihara kesehatan gigi dan mulut khusus bagi penyandang disabilitas.

Diharapkan pula kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat menjadi role model untuk diterapkan di SLB lainnya di seluruh Indonesia, sehingga cita-cita seluruh anak Indonesia terbebas dari penyakit gigi dan mulut tercapai.***

Komentar