Sebuah Memoar “Sang Srikandi” Dunia Penerbitan yang Jujur dan Menyentuh

Despite the natural belittling of one’s self, the doubts, the insecurities, we have to wake up to the realisation that we all write our own autobiography, we are the authors of our life story. Realising that, write a good story with your life and make sure to write yourself as the protagonist. Be the hero of your journey. – Yossi Ghinsberg

INILAH sosok yang dengan lantang dan bangga menegaskan bahwa editor dan penerbit sebagai profesi. Ya, dialah “Sang Srikandi” di dunia perbukuan, Rema Karyanti Soenendar (62 tahun). Seorang “padusi” (perempuan) Minang dan kemudian menikah dengan pria pituin Sunda asal Tasikmalaya itu, sejak remaja sudah memandang bahwa hidupnya tak pernah bisa lepas dari dunia penerbitan buku.

Lahir 29 Agustus 1962 sebagai anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan seorang tokoh dunia penerbitan Indonesia mendiang H Rozali Usman, SH dan Mursjidah Sirin, Rema atau Ema –demikian panggilannya dalam keluarga, merasa sejak lulus SMA sudah diarahkan ayahanda untuk menekuni pekerjaan sebagai editor dan penerbit.

BUKU”60 Memoar Refleksi Perjalanan Hidup” yang ditulis Direktur Simbiosa Rekatama Mwedia, Rema Karyanti Soenendar.*

Setelah dewasa, istri dari Aan Soenendar ini pun memang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin penerbit. Karier di dunia penerbitan dimulai di CV Remaja Karya (kemudian menjadi PT Remaja Rosdakarya) sebagai editor, manajer, asisten direksi, direktur penerbit divisi buku umum, agama, dan perguruan tinggi (1984-2001). Pada 2001, Rema memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga saja. Namun, ia hanya sanggup bertahan sebentar sehingga pada 2003, dengan izin ayahnya, ia mendirikan perusahaan penerbitan sendiri.

Tatkala Rozali Usman berpulang pada 2 November 2013, Rema merasa ada sesuatu yang “hilang” dan “kurang” dalam hidupnya yang sejak kecil sudah berlimpah dan tak pernah kekurangan. Ia sempat berdiskusi dengan mendiang KH Jalaluddin Rakhmat (penulis buku melegenda Psikologi Komunikasi yang diterbitkan Rosda) yang sudah dianggapnya sebagai ayah kedua.

REMA Karyanti bersama suami Aan Soenendar dan cucu-cucu. Di belakang nampak foto mendiang kedua orang tua Rema.*

Pada sisi lain, sebagai penerbit , ia juga bercita-cita ingin melengkapi profesinya dengan menjadi penulis. Di sinilah timbul ide untuk menuliskan pengalaman dan beban tentang sesuatu yang “hilang” itu dalam bentuk buku.

“Atas saran  suami dan ayah dari dua anak  serta Aki untuk enam cucu,  saya tidak hanya  menuliskan apa yang menjadi ‘beban’ dalam diri, tetapi juga pengalaman hidup saya menjalani profesi sebagai penerbit.  Inilah yang melatari hadirnya Buku 60 Memoar Refleksi Perjalanan Hidup yang diterbitkan untuk melengkapi buku-buku inspiratif dari Penerbit Simbiosa Rekatama Media,” kata perempuan yang aktif dalam  organisasi di luar lingkungan penerbitan,  seperti Sulit Air Sepakat (SAS) yang menjadi wadah warga Minang perantauan asal Sulit Air di Bandung Raya, dan ISKI Jawa Barat.

REMA Karyanti bersama suami tercinta Aaan Soenendar. “Padusi” Minang yang berjodoh dengan pria “pituin” Sunda asal Tasikmalaya.*

Buku ini pun menjadi pelengkap kiprah panjang Rema Karyanti di dunia penerbitan buku selama lebih empat dekade. Diawali dengan menjadi editor, asisten manajer, manajer, direktur,  kemudian menjadi asesor, dan kini penulis.

Dalam buku  ini, Rema yang menempuh studi S1 di Publistik (kini Fikom) Unpad, mengisahkan dengan sangat jujur rangkaian 60 peristiwa penting dalam hidupnya. Sejak kanak-kanak  hingga mencapai usia 60 tahun. Kisah kehidupannya pada masa kecil,  aktivitas ketika menjadi mahasiswa, bagaimana ia diarahkan oleh ayahnya untuk mencintai dunia penerbitan dan organisasi masyarakat Minang, serta  bagaimana baktinya kepada orang tua ditulis dengan sangat menarik dan menyentuh.

Semua disampaikan dengan jujur dan bahasa personal. Tuturannya membawa kita pada dinamika hidup yang turun naik yang bahkan bisa sangat mengharukan. Bagaimana pergulatan batinnya ketika sang ibu semakin menurun kondisi kesehatannya yang salah satunya dampak dari kehidupan ekstramarital ayahandanya. Semua dipaparkan dengan jujur dan menyentuh.

REMA Karyanti bersama Guru Besar Ilmu Komunikasi dari Fikom Unpad Prof Deddy Mulyana, MA, PhD. Di tangan Rema,. Simbiosa menjadi penerbit terdepan dalam menghasilkan beragam buku terkait komunikasi.*

Dari buku ini kita belajar bagaimana seorang Rema Karyanti Soenendar berdamai dengan situasi. Dirinya tetap mengutamakan bakti serta cinta, sehingga diberikan keberkahan dapat terus mendampingi dan mengurus kedua orang tua menjelang kepergian ke haribaan-Nya. Sebuah memoar yang sangat menginspirasi.  (EK/Tugubandung.id)”)***

Komentar