‘Cianjur Project’, Upaya Kendalikan Inflasi Daerah

KAB. CIANJUR (TUGUBANDUNG.ID) – Pemulihan ekonomi baik global, nasional maupun Jawa Barat di 2024, masih dihadapkan pada tantangan berbagai gejolak eksternal. Tantangan tersebut terutama bersumber dari fragmentasi geopolitik yang berpotensi lebih lama, ancaman perubahan iklim yang dapat mengganggu rantai pasok pangan global, hingga pengetatan kebijakan moneter bank sentral negara utama dalam merespon tingginya inflasi.

“Aneka cabai, bawang putih, dan beras merupakan komoditas pangan penyumbang inflasi dan memiliki andil yang tinggi pada Desember 2023. Inflasi beras mendorong tingkat inflasi pangan pada tahun 2023. Dari sisi on farm, tantangan utamanya adalah penurunan luas panen dan tingginya biaya produksi,” kata Kepala Bank Indonesia Jabar Erwin Gunawan Hutapea, Senin (22/1/2024).

Sementara itu pada tahap pasca panen masih terdapat bottleneck dalam pengolahan Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG), serta peremajaan dan revitalisasi Rice Milling Unit (RMU).

“Maka dari itu, berbagai upaya inovatif dalam memperkuat ketahanan pangan di daerah menjadi sangat penting guna menjaga dan meningkatkan momentum pertumbuhan ekonomi sekaligus mengantisipasi potensi tekanan inflasi,” lanjutnya.

Salah satu daerah produsen padi terbesar di Jawa Barat berada di wilayah Kabupaten Cianjur. Sebagai sektor penopang perekonomian, aktivitas pertanian padi di Kabupaten Cianjur saat ini masih menggunakan mesin/teknologi konvensional sehingga potensi panen belum terealisasi secara optimal. Sebagai respon atas kondisi tersebut, dan dalam rangka menjawab tantangan potensi tekanan inflasi pangan di 2024, Bank Indonesia Jawa Barat bersinergi dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) Kabupaten Cianjur menggelar High Level Meeting (HLM). Bertempat di Pendopo Kabupaten Cianjur, HLM TPID – TP2DD menginisiasi program bertajuk ‘Cianjur Project’ sebagai upaya sinergi sekaligus mendukung pengendalian inflasi dan mendukung perekonomian.

“Melalui optimalisasi ekosistem ekonomi syariah terutama pondok pesantren, serta perluasan digitalisasi di wilayah Cianjur.
Implementasi program Cianjur Project diwujudkan dengan membentuk Ekosistem Ketahanan Pangan Terintegrasi (PANGSI) sebagai kelanjutan success story dari pengembangan ekosistem yang sama di wilayah Sukabumi pada 2023,” terang Erwin.

Guna mengoptimalkan potensi Cianjur sebagai produsen beras sekaligus salah satu lumbung beras Jawa Barat, Ekosistem PANGSI – Cianjur Project berfokus pada budidaya, penggilingan, dan pemasaran komoditas beras dengan melibatkan peran strategis pondok pesantren sebagai unit usaha syariah yang potensial. Pencanangan ‘Cianjur Project’ secara resmi dilakukan dengan penandatanganan naskah Komitmen Ekosistem Ketahanan Pangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Barat oleh Kepala Bank Indonesia Jawa Barat, Bupati Cianjur, Kelompok Tani Tipar Jaya, dan pimpinan 5 Pondok Pesantren di wilayah Kabupaten Cianjur.

Selain Pondok Pesantren, ekosistem PANGSI – Cianjur Project juga didukung oleh keterlibatan Forkopimda, perbankan, pelaku usaha, terutama UMKM, dan kelompok masyarakat subsisten di wilayah Kabupaten Cianjur.

Kepala Bank Indonesia Jawa Barat, Erwin Gunawan Hutapea, menyampaikan bahwa Ekosistem PANGSI – Cianjur Project memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan revitalisasi penggilingan padi dengan harga kompetitif melalui implementasi ekosistem terintegrasi dari hulu ke hilir.

“Hal ini dilakukan melalui implementasi digital smart farming dan pertanian presisi guna meningkatkan produktivitas pertanian, selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor; dan menciptakan regenerasi petani dengan adanya dorongan motivasi melalui sifat ekosistem yang inklusif,” paparnya.

Lebih lanjut, Erwin menambahkan, selain ekosistem PANGSI, guna mendukung percepatan dan perluasan digitalisasi sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi, Cianjur Project juga diwujudkan melalui  perluasan elektronifikasi transaksi daerah (ETPD). Hal ini juga sebagai upaya meningkatkan digitalisasi Pemda Kabupaten Cianjur yang masih memiliki ruang untuk terus ditingkatkan.

Indeks ETPD Kab. Cianjur semester I-2023 tercatat sebesar 92,25%, menurun dari 96,75% pada semester II-2022. Penurunan terjadi pada aspek realisasi transaksi non-tunai dari 67,5% pada semester II-2022 menjadi 22,5% pada semester I-2023. Implementasi elektronifikasi transaksi pemerintah daerah di lingkungan Pemkab Cianjur diperkuat dengan penggunaan Kartu Kredit Pemerintah Daerah atau Kartu Kredit Indonesia (KKI) untuk mendukung efisiensi dan transparansi dalam realisasi serta pertanggungjawaban penggunaan anggaran pemerintah pusat dan daerah, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri.

“Ke depan, digitalisasi non tunai juga dapat mencakup seluruh sistem pembayaran non tunai baik transaksi masyarakat, maupun layanan pemerintah daerah melalui ETPD,” jelas Erwin.

Dalam kesempatan HLM, Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jawa Barat yang hadir mewakili Pj Gubernur, Yuke Mauliani Septina, menyampaikan apresiasi atas insiasi program Ekosistem PANGSI dan perluasan digitalisasi yang digagas dalam program Cianjur Project.

“Pengembangan pondok pesantren sebagai unit usaha pendukung ekosistem ketahanan pangan dan pengendalian inflasi serta perluasan digitalisasi ini juga sejalan dengan program kerja Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) Jawa Barat dalam mendorong halal value chain di Jawa Barat,” terang Yuke.

Cianjur Project juga diharapkan dapat menjadi solusi pengendalian inflasi jangka menengah, mendukung pengentasan kemiskinan, pengangguran dan stunting, sekaligus mendorong potensi Jawa Barat Selatan sebagai motor pertumbuhan selain Jawa Barat Utara.

Bupati Cianjur, Herman Suherman, menyatakan bahwa seluruh jajaran Pemerintah Kabupaten Cianjur serta seluruh stakeholders terkait di wilayah Cianjur siap untuk bersinergi dengan Bank Indonesia untuk secara konsisten mendukung implementasi Ekosistem PANGSI dan perluasan digitalisasi yang digagas dalam Cianjur Project.

“Efisiensi dan efektivitas proses bisnis antar kelompok masyarakat yang tergabung dalam Ekosistem PANGSI ini menjadi langkah yang sangat strategis, dalam upaya mewujudkan ekosistem yang terintegrasi sehingga mampu menciptakan daya saing unggul yang dapat memberikan andil pada ketahanan pangan,” kata Herman. (Pun) ***

Komentar