“Quo Vadis” Bangunan Heritage di Kota Bandung?

KOTA Bandung dikenal sebagai salah satu kota dengan banyak bangunan bersejarah yang menarik. Akan tetapi, tidak semua terawat dengan baik dan dapat dilestarikan. Banyak di antaranya yang telantar atau menyalahi fungsi sesungguhnya. Pada akhirnya bangunan heritage (warisan sejarah) tersebut kehilangan keindahannya.

Di salah satu sudut Kota Bandung tepatnya di kawasan Alun Alun Bandung, terdapat bangunan heritage yang justru terlihat kumuh kehilangan wujud aslinya, yakni bangunan bekas bioskop Dian Teater.  Letaknya di Jalan Dalem Kaum, persis di samping kanan rumah dinas Wali Kota Bandung. Bangunan yang kini wajahnya sedikit semerawut itu membuat fungsi bangunan ini berkurang. Padahal dulunya, bangunan ini termasuk bergenre “art deco” dan menjadi pusat hiburan yang dikunjungi kalangan atas pada zamannya.

Art deco merupakan jenis bangunan pada masa kolonia. Para arsitek  asal Belanda itu terinpirasi dari bangunan di Amerika,” kata Rahmat Kurnia atau kerap di sapa Erka, salah satu penulis buku tentang bangunan heritage. 

Karena gedungnya sudah kurang terawat dan tidak terlihat wujud aslinya, tak jarang orang yang berlalu-lalang mengabaikan bangunan ini. Padahal kalau dirawat dengan baik bangunan ini bisa menjadi salah satu daya tarik apalagi letaknya yang berada di dekat Alun-alun Kota Bandung.

Nama Bioskop Dian baru muncul pada 1960-an. Sebelumnya, nama gedung tersebut adalah Radiocity. Bangunan khas kolonial yang nampak megah ini berdiri pada tahun 1930-an. Bioskop yang dulunya menjadi tempat ramai dan selalu menayangkan film dalam maupun luar negeri merupakan salah satu bioskop di dekat Alun-alun Bandung yang paling ramai.

Dari penelusuran data,  bangunan ini dibangun pada 1923 yang merupakan karya  seorang arsitek terkenal Belanda pada masa kolonial yakni C.P.Wolff Schoemaker. Schoemaker dikenal sebagai salah seorang arsitek terkenal dan menjadi guru bagi Ir Soekarno pada saat presiden pertama RI itu menempuh studi di THS yang kini dikenal sebagai ITB.

Di era jayanya, Radiocity  dimiliki oleh J.F.W. de Kort dan beroperasi hingga tahun 1940an. Walaupun untuk kelas menengah, bioskop ini memiliki balkon. Pengunjung diperbolehkan naik ke atas untuk melihat balkon dan ruang proyektor. Dengan proyektor putar dan layar besar untuk menampilkan film, bioskop hanya dapat dinikmati oleh orang-orang Belanda saja.

Pada masa kemerdekaan, namanya menjadi Bioskop Dian. Dapat dikatakan,  gedung ini kini menjadi satu-satunya bangunan bekas bioskop tua yang tersisa di kawasan Alun-Alun Bandung, meski kondisinya pun kurang terawat.

 

NET
BISOKOP Radiocity pada sekitar 1940-an.*

Meski kini sudah tutup dan tidak terawat, bangunan bekas dari Bioskop Dian ini masih berdiri kokoh. Juga masih terdapat relief di bagian kanan dan kiri bangunan yang menceritakan suasana bertani.

Pada 1990-an Bioskop Dian terpaksa gulung tikar karena kalah saing dengan bioskop lain. Bioskop pesaing yang berada di dalam pasar swalayan tentu memiliki daya tarik tersendiri dibandingkan Bioskop Dian yang tergolong tua.

Bangunan yang dahulunya mewah kini menjadi gedung kosong yang tidak terurus. Atapnya sudah mulai rusak karena termakan oleh waktu. Tembok yang kotor dan retak, pencahayaan yang kurang membuat Bioskop Dian menjadi tampak seram. Saat masuk studionya pun terasa pengap, gelap dan juga berdebu.

Karena bangunannya sudah tidak terurus maka bangunan ini tampak kusam dan juga terlihat berantakan karena banyak pedagang yang berjualan di depan bioskop. Sehingga bangunan yang memiliki ciri khas seperti bangunan zaman dahulu tidak terlalu terlihat lagi.

Cagar budaya

Kini Bioskop Dian menjadi Bangunan Cagar Budaya Golongan A di Kota Bandung. Walaupun menjadi Bangunan Cagar Budaya, tidak jarang Bangunan Heritage di Kota Bandung dibiarkan begitu saja, “Di Bandung banyak bangunan heritage yang terbengkelai,bangunan ini banyak dimiliki oleh perorangan, dan tak jarang juga  di robohkan karena kepentingan pribadi sang pemilik,” ujar Pak Erka.

Setelah terbengkalai sekian lama, gedung yang terletak di dekat Alun-alun Bandung ini selalu beralih fungsi. Hal tersebut memang membuat bangunan ini tidak terlalu sepi tapi karena sering digunakan dan kurangnya perawatan membuat gedung ini menjadi kotor dan juga rusak di beberapa bagian. Hal ini membuat gedung terkesam suram dan seram.

Bioskop Dian selalu beralih fungsi. “Setelah berhenti beroperas, gedung ini beralih fungsi menjadi tempat bermain biliar, futsal, pameran seni lukis, dan masih banyak lagi,” kata Pak Uji salah satu warga di sekitar Bioskop Dian.

Namun untuk saat ini, di depan bangunan Bioskop Dian dijadikan tempat jualan makanan sampai ke dalam meski tidak sampai ke dalam studio bioskop itu sendiri. Baru-baru ini pameran seni juga diadakan di Bioskop Dian. Nantinya konon akan ada beberapa pameran seni juga di Bioskop Dian ini.

Bioskop Dian yang memiliki lokasi di tengah Kota dan tempatnya yang kosong membuat hal ini menjadi sebuah kesempatan untuk menarik masyarakat maka dari itu tempat ini dijadikan tempat bermain ataupun berjualan, “Ya lumayan jadi gak terlalu sepi dan kosong banget gedung nya kalo ada yang jualan sama pake gedungnya,” ujar salah seorang warga sekitar.

PRASASTI penanda bangunan bekas Bioskop Dian sebagai cagar budaya.*

Karena adanya pameran seni tentunya diharapkan dapat juga mengundang  masyarakat untuk datang dan masuk ke dalam Bioskop Dian. Hal ini secara tidak langsung memperkenalkan bangunan peninggalan sejarah yang menjadi cagar budaya kepada masyarakat.

Banyak sekali bangunan heritage di Kota Bandung yang masih harus diperhatikan.  Salah satunya Bioskop Dian ini. “Beberapa bangunan heritage di Bandung jika dikelola dengan baik akan terjaga wujud aslinya. Akan tetapi, hal ini kembali lagi pada pemiliknya mau atau tidak merawatnya,”  kata Pak Erka.

Karena Bioskop Dian menjadi salah satu bangunan cagar budaya kelas A, tentu berhak mendapatkan perhatian oleh segenap pihak terkait. Jangan sampai Bandung harus kembali kehilangan warisan bangunan terbaiknya. (Diva Ega Agustin, mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia)***

 

Komentar